•ʑɛɧŋ

234 75 113
                                    

Happy Reading-!






"Njun?" Haechan melongo. Duduknya menjadi tidak nyaman.

"Gimana kabarnya?" tanya Renjun manis. Senyumannya mengembang lebar yang justru membuat Haechan merinding.

Bagaimana tidak merinding? Tadi ia melihat sendiri Renjun terjatuh di lantai kamar mandi.

Dan sekarang? Renjun menyapa dirinya dengan senyuman lebar yang terlukis di wajah pucatnya.

"Baik dong ya? pasti." Jaemin menyahut dengan menyilangkan kaki.

"Kalo dia?" Pertanyaan tersirat dari Renjun, membuat Haechan meneguk ludah kasar. Tentu ia paham siapa yang dimaksud.

"B-baik juga kok...Njun," ujar Haechan terbata.

Ah sial, seluruh tubuhnya bergetar. Ditambah keringat dingin yang mulai mengucur—cukup deras.

"Kalo baik ga mungkin nusuk temen sendiri dong harusnya?" Renjun berjalan tertatih mendekati Haechan. Tatapannya seketika berubah tajam. Senyuman yang tadi mengembang, kini seketika hilang.

Renjun menunjukkan sisi lainnya. Dan sialnya, Haechan akan menjadi korban kemarahannya.

"G-gue minta maaf, Njun!" Haechan bersujud pada Renjun saat laki-laki itu sudah duduk disampingnya.

"Ck, baru nyesel sekarang?" Renjun menghempas kaki nya, membuat Haechan yang sedang mencekal kaki Renjun terpental kebelakang.

Persis seperti sinetron azab.

"Gue minta maaf, Njuuuunn!" isak Haechan semakin menjadi-jadi. Sedangkan Renjun yang melihatnya, hanya menatap datar.

Dasar, tukang drama.

"Chan, apa-apaan sih, Lo? Duduk di atas! Ngapain ngesot di rumah gue? Minta maaf secara waras. Renjun paling gasuka drama. Hapus air mata buaya lo." Jaemin mendesak Haechan agar segera duduk di atas sofa. Laki-laki itu menurut saja.

Lalu maniaknya kembali menatap Renjun. "Njun, jujur gue mau minta maaf. Gue ngelakuin ini semua terpaksa. Bukan nyawa gue taruhannya, tapi keluarga gue," ujar Haechan dengan mengusap sisa air matanya.

"Buset? Keluarga lo? Siapa yang berani ngelakuin hal yang resiko nya besar banget gitu?" Jaemin mengerutkan kening.

"Gue tau." Renjun membuka suara. "Untuk apa, dan karena apa lo ngelakuin ini."

Haechan bungkam. Perasaan bersalah menggerogotinya. Rasa sesal tentu datang. Kenapa hari itu, ia iya-iya saja di babu untuk membunuh temannya sendiri?

"Eum, gue udah hubungin Jisung. Gue suruh dia kesini sekalian aja, ya?" Jaemin mengecek handphone nya.

Dirinya sudah mengirim banyak pesan pada anak itu untuk segera kerumahnya.

"Nanti ada tiga orang yang bakal jadi saksi waktu lo jujur ke kita," tutur Renjun dingin. "Sampe lo berani bohong awas aja," tekannya tegas.

"BOJONYA NURANI!!!" Suara Jisung terdengar lantang di pintu masuk rumah Jaemin.

Memang tidak punya akhlak.

"Ada apakah memanggil Park Jisung yang tampan kesini?" tanya nya riang. Tatapan anak itu fokus pada sosok Jaemin. Belum menyadari bahwa ada dua nyawa lainnya disana.

"Coba kamu hadap kiri, Sung." Jaemin mendorong tubuh Jisung untuk menghadap kiri. Tepat tempat Haechan dan Renjun.

"........."

"Sung?"

"........"

"Jisung?"

"........"

•ʀᴇʟᴏᴀᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang