Boo (1)

339 6 5
                                    

HappyReading❤❤

●●●

"Saya terima nikah dan kawinnya, Eni Olivea Amarta binti Alm. Nadia Amarta, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap seorang pria berkulit putih, dia adalah Alief Aldigantara.

"Bagaimana para saksi, sah?" tanya Penghulu menatap orang yang berada di sampingnya.

"Sah!" seru semua orang. Kemudian semua orang di sana mengucapkan doa, tak lama kemudian seorang wanita cantik berjalan dari tangga menuju bawah. Semua orang terkesima dengan kecantikan wanita itu, dia adalah Eni Olivea Amartha.

Eni duduk di kursi pelaminan, tepatnya di samping Alief. Wanita itu menatap wajah Alief.
"Tadi tegang, gak?" tanya Eni memberanikan diri.

"Tidak," jawabnya singkat tanpa menatap Eni sedikit pun. Wanita itu menekuk wajahnya, sebenarnya ia tidak mencintai Alief, begitu pun Alief. Mereka menikah karena Ayah Eni menjodohkan mereka.

●●●

"Wah! Ini rumah baru kita?!" seru Eni menatap sekeliling. Eni menyeret kopernya lalu menatap Alief yang dari tadi hanya diam. Ini adalah hari kedua pernikahan mereka.
"Hey! Hallo!"

"Ini rumah saya," jawab Alief datar. Eni memasang wajah terkejut lalu mengubahnya dengan kekehan kecil.

"Ini itu, rumah kita." Eni terus mengucapkan kata itu, Alief memutar bola matanya malas lalu meninggalkan Eni sendiri. Wanita itu masih melihat interior sekitar rumah bernuasa putih itu.
"Om," panggil Eni melihat Alief sudah rapi dengan jas kerja.

"Jangan panggil saya dengan panggilan itu, paham?" tanya Alief seraya membenarkan kancing tangannya. Eni mendekat ke arah Alief sambil memasang wajah seri.

"Soalnya, Alief lebih tua dari, En. Kalo gitu, panggil apa, dong?" Eni mendongkakan wajahnya menatap Alief yang jauh lebih tinggi darinya.

"Terserah," jawab Alief singkat lalu berjalan menuju luar. Eni mengikuti Alief dari bekalang. Langkah Alief lebih besar dan cepat, Eni harus sedikit berlari agar bisa mengejar langkah Alief.

"Kalo, Abah?"

"Tidak."

"Tante?"

"Tidak."

"Paman?"

"Tidak."

"Bapak?"

"Terserah."

"Ouh iya! Boo!"

"Boo?"

"Iya, En itu punya boneka namanya, Boo tapi dia udah kebakar sama, Abah," jawab Eni tertawa kecil. Alief mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.
"Boo, Boo, tunggu!" teriak Eni seraya mengejar mobil Alief yang melaju kencang. Alief menatap ke belakang, ternyata Eni masih mengejarnya.

"Wanita itu," geram Alief menghentikan mobilnya, lalu Eni masuk ke dalam.

"A-Alief kenapa, sih?" tanya Eni ngos-ngosan. Wanita itu memegang perutnya yang sakit.

"Saya tidak menyuruh kamu berlari," jawab Alief seraya melajukan mobilnya kencang dan memutar balik ke arah rumahnya.

"Alief, kita mau ke mana?" tanya Eni semangat dengan seri di wajahnya. Alief menghentikan laju mobil lalu membukakan pintu mobil untuk Eni.

"Ke luar," titah Alief. Eni mengerucutkan bibirnya lalu menggeleng cepat seperti anak-anak.
"Ke luar." Eni memegang sabuk pengaman dengan erat lalu menatap Alief dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak, Alief gak ngerti banget, sih! En itu takut di rumah itu! Kata orang, rumah baru itu suka ada penghuninya!" teriak Eni cemberut. Alief mendecak kesal lalu menarik paksa tangan Eni agar wanita itu keluar.

Pernikahan Tanpa Cinta (VersiHappyEnding)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang