"ABYAN, TANIA...."
Nama yang dipanggil pun menoleh kaget dengan seseorang yang telah memanggil namanya....
"Ibu... mamah.... Shafina" gumam Abyan
"Sedang apa kalian?" Tanya Bu Rani
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa maksud semua ini?" Sahut mamah Shinta tidak kalah kagetnya melihat keberadaan Abyan dengan seorang perempuan hamil disampingnya.
Shafina hanya diam terpaku menyaksikan semuanya, ia tidak bisa berkata satu kalimat pun, sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai akan tercium baunya juga bukan? Cepat atau lambat. Perasaan Shafina saat ini hancur, kepercayaan nya pun juga, yang lebih menambah rasa sakitnya ketika ibu dan mamah menyaksikan langsung semuanya, wajah sedih dua wanita yang paling berharga dihidupnya saat ini menambah kerapuhan dan kesedihan hatinya.
Plakkkk....suara tamparan keras mendarat di pipi Abyan, bukan Shafina yang melakukannya tetapi Bu Rani, ia kecewa dengan sikap anaknya, ia benci kelakuan anaknya saat ini, ia kecewa karena anaknya memberikan kesedihan kepada menantu yang ia sayangi, menantu yang saat ini tengah mengandung darah daging anaknya.
"Tega kamu Abyan pada kami, beraninya kamu jalan dengan wanita lain sementara istrimu sedang...." Shafina memegang erat tangan ibu Rani, meminta ia jangan meneruskan ucapannya, suatu ucapan yang ingin dirahasiakan.
"Bu, mah , sebaiknya kita pulang" pinta Shafina
"Sha ini semua tidak seperti yang kalian bayangkan, mas mohon percayalah Sha" Abyan memohon pada Shafina, namun Shafina berjalan cepat menjauhi Abyan dan Tania.
"Sampai terjadi sesuatu pada Shafina jangan pernah anggap kami orangtua mu!" Ucap Bu Rani
"Mamah kecewa sama kamu Abyan, mamah kira kamu akan membahagiakan Shafina tapi ternyata hanya menambah luka" sahut mamah Shafina berlalu pergi
Abyan dan Tania hanya melihat kepergian mereka, tanpa bermaksud mengejarnya karena Abyan yakin akan terjadi keributan jika saat ini mengejar mereka, biarlah setelah tiba dirumah ia akan menjelaskannya.
"Masuklah Tania, periksa kandungan mu, aku akan tetap menunggu disini"
"Baiklah" jawab Tania singkat tanpa berkata apapun karena ia pun bingung sikap apa yang akan ia ambil.
****
Dalam perjalanan pulang kerumah, Shafina tidak berhenti menangis, Bu Rani menjelaskan semua permasalahan yang sedang dihadapi Abyan dan Shafina sekaligus meminta maaf berulang kali dengan apa yang dilakukan anaknya pada Shafina, mamah Shinta pun ikut menangis, mereka bertiga larut dalam tangisan selama perjalanan....
"Sayang sudah ya nangisnya, kasian adek bayi dalam kandungan mu pasti ikut sedih" mamah Shinta memeluk Shafina, dan juga Bu Rani memeluknya, mereka memberikan kekuatan pada Shafina agar tetap tegar dan sabar
"Kamu mau diantar pulang ke rumah mamah Shinta nak?" Tanya Ibu
"Tidak usah Bu, aku ingin bertemu dengan mas Abyan untuk terakhir kalinya" ucap Shafina sambil menghapus air matanya
"Jangan bicara seperti itu nak, ibu mohon, ibu tidak sanggup kehilangan kamu dan juga calon cucu ibu" pinta Bu Rani memohon
"Biarlah Bu Rani, kita serahkan saja semua keputusan pada anak kita, apapun yang terjadi kita tetap keluarga jangan lupakan itu!"
"Ibu tidak akan menghalangi apapun keputusan mu nak, ibu akan selalu berada di sampingmu, mendukung setiap keputusan mu, yang terpenting kamu dan calon cucu ibu bahagia"
"Terimakasih Bu, Shafina sayang kalian" ucap Shafina yang sudah terlihat lebih tenang
****
Setibanya dikamar Shafina merebahkan dirinya, namun ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk
Kringg ....kringg .... video call diaplikasi hijau milik Shafina, ia pun mengangkat nya.
"Assalamualaikum Tante, bagaimana kabar hari ini?" Shafina sebisa mungkin terlihat biasa, menutupi kesedihannya
"Wa'alaikumsalam shafi, maaf mengganggu ya, Tante menelepon mu seperti biasa, beri semangat untuk Andra, beberapa Minggu ini ada kemajuan jari tangannya bergerak walaupun hanya sedikit, Tante akan dekatkan ponselnya ya ke dekat Andra" Tante Ajeng mendekatkan ponsel ke wajah Andra, wajah tirus dan pucat yang masih menempel semua alat medis pada tubuhnya
"Assalamualaikum mas Andra, aku dengar kamu sudah ada kemajuan ya, bangunlah mas buka matamu, Sisca dan ibu selalu menantimu, bukankah kamu pria yang kuat? Kalau kamu sadar kita bisa jadi teman yang saling menyemangati satu sama lain, pasti menyenangkan, semangat untuk hidup dan memulai kehidupan mas, apa yang kita inginkan tidak harus menjadi sebuah kenyataan karena Allah lah yang menentukan takdir"
"Shaaa lima jari tangan Andra bergerak, dia merespon Sha, lihat sha Andra mengeluarkan air mata" sahut Tante Ajeng bahagia melihat kemajuan anaknya, Shafina hanya mampu tersenyum melihat kebahagiaan seorang ibu yang menanti kesembuhan anaknya.
Diambang pintu Abyan sudah berdiri, menyaksikan semua yang dilakukan Shafina, tangannya terkepal kuat, ia dilanda rasa cemburu.
Shafina pun melihat keberadaan Abyan dan segeralah meminta ijin pada Tante Ajeng untuk mengakhiri panggilan."Kenapa kamu melakukan tanpa seijin ku?"
"Sepenting itukah aku dimatamu mas?"
"Kamu istri ku, aku tidak mengijinkan kamu berhubungan lagi dengan Andra mantan calon suami mu!"
"Meski menyangkut kehidupan seseorang mas? Apa tidak ada rasa empati mu sedikit saja membantu seseorang agar semangat untuk hidup?"
"Tidak ada untuk Andra mantan calon suami mu, karena kamu adalah istriku Sha, penyemangat hidupku bukan orang lain"
"Benarkah? Lalu bagaimana dengan kamu dan Tania? Saling menyemangati juga kah? Ahh aku lupa bukan hanya menyemangati tapi mencintai sepertinya"
"Kamu salah paham Sha dengan Tania, dia hanya temanku"
"Aku tahu semuanya mas, hubunganmu dengan Tania dimasa lalu, sahabat sekaligus cintamu mas, sepertinya yang menjadi korban pelarian cinta bukan kamu mas, tapi aku!" Abyan berusaha memeluk Shafina namun Shafina menolaknya, ia tidak ingin menjadi lemah dihadapan Abyan.
"Mas sungguh mencintaimu Sha, percaya sama mas, tidak ada niat sedikit pun menduakan ataupun menyakitimu"
"Tapi nyatanya aku sudah tersakiti mas dan diduakan, sadarkah apa yang kamu lakukan beberapa Minggu terakhir mas? Waktu yang kamu habis kan lebih banyak dengan Tania kan dibandingkan aku istrimu? Benar? Kenapa kamu hanya diam, jawab mas!" Abyan hanya terdiam ia mengiyakan apa yang dikatakan Shafina, waktunya akhir-akhir ini dihabiskan bersama Tania, ia akan ada setiap Tania membutuhkan dirinya, ahh bodoh rutuknya dalam hati
"Sekarang aku meminta mu, meninggal kan Tania tidak berkomunikasi maupun bertemu dengannya mulai saat ini"
"Tidak bisa Sha, dia membutuhkan aku saat ini, aku mohon, mengertilah...."
"Baiklah jika itu pilihan mu mas, aku akan menerima dan memahami"
"Terimakasih Sha" Abyan memeluk Shafina
Abyan tidak memahami pilihan yang diberikan oleh Shafina akan mempengaruhi keputusannya dalam rumah tangga mereka, Abyan pikir Shafina benar-benar tidak keberatan dan memahami kondisinya dan Tania saat ini. Abyan kali ini bersikap egois, ia sama sekali tidak berpikir maupun merasakan perasaan dan hati Shafina yang terluka. Semoga Abyan tidak menyesal dengan jawabannya atas pilihan yang Shafina berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Shafina 💕 (Completed)
General FictionKetika pernikahan harus dibatalkan karena penyakit yang ia derita, apa yang bisa wanita itu lakukan? Sanggupkah ia ? Adakah seorang pria yang menerima ia apa adanya serta memperjuangkan nya. Siapakah yang akan jadi jodohnya? Ikuti kisahnya