"Kay pulang!" Gue berteriak nyaring ketika memasuki rumah. Ada yang aneh ketika menemukan kedua orang tua gue beserta Bang David yang sedang berdiri di ruang tamu seolah sedang menunggui gue. Situasi mencekam yang biasanya gue temukan di film ketika mengabarkan hal buruk juga terasa. Semuanya terdiam begitu gue mendekat. Padahal beberapa menit yang lalu gue mendengar suara Bang David dan Papi yang sedang berdiskusi dengan suara rendah.
"Kay tahu kalau Kay itu cantik banget, tapi ya kalau bikin terpana juga bisa salting." Kelakar gue yang malah nggak bikin keluarga gue tertawa akhirnya menjadi garing.
Bang David menghela napas. Dia mendekati gue dan menjewer telinga gue. Gue sontak berteriak dan memukul tangannya yang semena-mena terhadap telinga indah gue.
"Lihat kan Mam, Pap. Gimana nasibnya anak sekecil ini kalau titah Baginda dilaksanakan?"
"Huh?"
Gue berlari ke belakang Papi. Berlindung dari keganasan Bang David yang mulai semena-mena dan bisa jadi akan menggigit pipi gue yang terawat sempurna. Panggilan Baginda yang tadi diucapkan Bang David digunakan untuk menyebut Kakek yang masih keturunan darah biru di Solo. Bang David nggak cocok dengan beliau. Jadi alih-alih memanggil Kakek, Bang David biasanya menggunakan Baginda.
Memang nggak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Itu berlaku bagi Bang David yang paras, otak, dan sifatnya yang biasanya sempurna, akan menjadi cacat jika sudah berbenturan dengan Kakek.
"Emang ada apa dengan Kakek?" Tanya gue kepada orang tua gue yang menatap cemas ke wajah cantik jelita turunan dari klan Sadewa ini.
"Kita duduk dulu, ya?" Papi merangkul pundak gue dan membuat princess semakin bingung. Mami enggan bersuara dan mendahului untuk duduk di sofa panjang. Tetapi sekalinya Mami bersuara, dia menanyakan hal yang membuat perasaan gue nggak nyaman.
"Bagaimana hubungan kamu dan Genta?"
"Mesra-mesra aja Mam." Jawab gue yang malah mendapat toyoran dari Bang David. Gue mendelik ke arah kakak ganteng gue. "Kenapa sih Bang? Iri aja sama Kay. Makanya buruan cari pacar gih. Buat apa tampang ganteng kalau masih jomlo." Gue mencibir.
"Mami bisa kan ketemu sama Genta?" Seolah nggak menghiraukan cibiran gue, Mami bersuara yang mana membuat gue memiringkan kepala bingung.
Gue tahu kalau sebelumnya Mami pernah mengutarakan hal yang sama. Gue sebelumnya juga sudah memperkenalkan secara singkat pacar Kayara yang tampan itu ke Mami. Setelah tahu kalau Genta itu adalah anak Syakira, Mami juga nggak berkomentar aneh dan menerimanya dengan baik. Karena itulah gue menjalani hubungan yang sedang panas-panasnya dengan ayang, penuh dengan rasa senang.
"Mami mau ngelamar Genta buat Kay?" Gue menyipit menatap Mami yang langsung salah tingkah. Di samping gue, Papi terbatuk dan membuat kecurigaan gue memuncak. Padahal loh gue hanya asal bertanya. Nggak tahu kalau itu memang yang akan kedua orang tua gue lakukan.
"Apa ini ada hubungannya dengan Kakek?" tanya gue lagi yang kini menatap Bang David penuh kecurigaan. Bang David mengalihkan wajahnya. Bukti bahwa dugaan gue nggak meleset.
Gue lalu mendengar Papi menarik napas panjang sebelum mengeluarkan statement yang nggak gue suka. "Kakek ingin kamu bertemu dengan anak dari Tarachandra."
Gue menyipit menatap papi. Kata 'bertemu' yang papi maksudkan jelas saja bukan hanya bertemu, berkenalan, dan selesai. Jika yang kakek maksud bertemu, bisa jadi adalah karena adanya perjodohan terselubung antara gue dan tarantula itu.
"Mami dan Papi menolak ide apapun yang Kakek kamu cetuskan, Kay." Jelas Mami dengan berat hati. "Tapi kamu tahu kan sekeras kepala apa kakek kamu?"
Gue terdiam untuk sesaat. Gue tahu kalau gue jarang memakai otak gue untuk berpikir berat. Karena itulah gue harus sedikit lama untuk memproses data yang masuk. "Jadi kalau Kay nikah sama Genta, Kakek nggak akan semena-mena jodohin Kay dengan tarantula-"
"Tarachandra, Kay." Papi menyela.
"Ya itulah maksud Kay." Gue mencibir.
Bukan ide buruk untuk menikahi Genta. Gue bahkan akan bersuka cita dan menari pom-pom kalau itu terjadi. Hanya saja, hubungan gue dengan Genta belum sampai tahap itu. Gue harus memastikan bahwa dia nggak lagi main kabur-kaburan jika ada masalah di antara kami. Dan lagi, usia gue yang masih muda membuat gue belum ingin segera cepat-cepat menikah.
"Kenapa sih Kakek usilnya nggak sama Bang David aja? Kenapa sama Kay yang jelas-jelas masih fresh from the oven?"
Mami dan Papi berpandangan bingung dengan analogi gue. "Kay kan masih muda banget. Nggak kayak bujangan tua di depan Kay." Jelas gue lagi. "Ibaratnya tuh, Kay itu sedang empuk, wangi, dan bersiap untuk masuk ke dunia dan bersaing dengan roti lainnya. Kenapa nggak dikasih kesempatan bersaing?"
Mami dan Papi semakin bingung menatap gue. Gue malah berbalik menatap Bang David dan menyipit menatapnya. "Memangnya keluarga kita nggak cukup kaya untuk menentang kehendak Baginda?"
Senyum miring lalu terulas di wajah Bang David. "Itu yang tadi coba abang sampaikan ke Mami dan Papi. Kita udah cukup kaya untuk nggak bergantung lagi sama Baginda."
"Memangnya kita pernah bergantung ke Baginda?" Gue bertanya heran. Batik Sadewa adalah usaha turun temurun keluarga Papi. Sementara Baginda adalah ayah dari Mami. Gue memang nggak mengurus bisnis keluarga, karena itulah gue nggak tahu seluk beluk simbiosis ini.
Bang David mengibaskan tangannya. Tanda bahwa kami harusnya nggak membahas hal ini.
"Terus gimana sekarang?"
"Apanya yang gimana? Kalau memang suruh sekedar bertemu, Kay nggak masalah. Masalahnya kalau nanti tarantula itu jadi naksir sama Kay. Secara kecantikan Kay nggak ada duanya."
Bang David terlihat melengos sementara Papi dan Mami menggelengkan kepalanya seolah takjub dengan kelakuan anak bungsunya.
"Mami nggak tahu dulu ngidam apa sampai kamu jadi narsis gini, Kay." Seloroh Mami yang membuat Papi dan Bang David terbahak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMBLING
ChickLitKayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...