Shera terdiam. Ia mencari kata-kata yang tepat untuk mengatakan maksudnya menemui Genta. Ia gengsi.
"Hm, kamu..." Mata wanita itu bergerak ke sana kemari menghindari tatapan Genta.
"Kata Tandra, kamu... kamu nggak keluar kamar dari tadi." What? Apa yang dikatakannya barusan? Shera tau pasti sekarang Genta sedang besar kepala karena mengetahui ia mengkhawatirkannya.
Genta tersenyum. "Oh, saya lagi ngerjain dokumen buat proyek baru setelah ini. Kenapa?"
Shera menatap Genta. Ia tidak mau mengatakannya, tapi ia ingin. "Kamu belum makan? Istirahat dulu, Ta. Jangan dipaksain."
Genta tersenyum makin lebar. Aduh, Shera jadi semakin tidak fokus. Genta yang bertelanjang dada di hadapannya dan sedang tersenyum ke arahnya membuatnya semakin salah tingkah. "Kamu ngekhawatirin saya?"
"Huh?" Shera kebingungan. Ia tidak mau membuat Genta senyum-senyum tidak jelas seperti sekarang.
Shera hanya mengangkat bahunya. Ia melangkahkan kakinya mengitari kamar Genta, entah untuk melihat-lihat apa yang ada di sana, atau untuk menghindari tatapan jahil Genta padanya. "Saya cuma nanya kok, kamu udah makan apa belum? Saya takut aja kamu lupa waktu." Shera membelakangi Genta, matanya bergerak liar melihat isi kamar hotel pria itu. Cara itu paling ampuh untuk menghindari Genta.
"Hm, kamu cuma nanya aja ya." Terdengar sekali dari suaranya yang jahil kalau Genta sedang bercanda dengannnya. Mulai besar kepala nih orang, batinnya menggerutu.
Shera mengangguk yakin. "Iya, saya cuma nanyain doang. Terserah kamu mau anggep ap--"
Shera berbalik tepat saat Genta menciumnya dalam pada bibirnya. Genta menangkup kedua sisi wajahnya, matany tertutup dan bibirnya membuai Shera. Shera mengutuk dirinya yang tidak bisa menolak Genta dan membalas ciuman pria itu. Tangan Shera menyentuh lengan pria itu yang--wow--sangat berotot. Shera suka.
What?
Ciuman Genta beralih ke sisi wajahnya. Mengecup pipi dan keningnya. Shera mengigit bibirnya untuk menahan desahan yang akan keluar.
Waktu begitu cepat dan Shera tidak sadar Genta sudah membaringkannya di tempat tidur dengan baju yang sudah tidak melekat lagi di tubuhnya. Jangan ditanya, Genta sangat piawai untuk mengacaukan pikirannya di ranjang mereka. Dokumen yang ada di ranjang pria itu dihempaskan kemana-mana.
Bayangan Genta yang sering menakutinya lenyap entah kemana. Shera hanya bisa menggeram, mendesah, dan menggigit pundak Genta ketika dirasa pria itu membuatnya menggelinjang.
Genta ambruk di sisinya setelah itu. Apa yang mereka lakukan beberapa saat yang lalu terasa terlalu cepat, namun sensasi percintaan itu sangat lama.
Rasanya masih sama, bahkan lebih memabukkan.
"Ra?" Tangan Genta menyingkirkan anak rambut yang ada di pipi Shera yang menambah keseksian wanita itu.
"Huh?" Shera masih menormalkan degup jantung dan napasnya.
"Are u okay?"
Gila. Shera gila karena sensasi yang Genta berikan sangat...nikmat. Aduh, kok jadi gue yang mesum sih? Shera membutuhkan bayangan menyeramkan Genta bersarang di pikirannya sekarang untuk pergi dari sini. Namun, Shera tidak bisa, ia malah mengingat percintaan mereka yang menggebu namun lembut. Genta mencium tubuhnya dengan putus asa dan terasa sekali pria itu menginginkannya.
"Ra--"
"Kalau Avi punya adik lagi, kamu mau tanggungjawab?"
What? Genta heran dengan pertanyaan Shera. Ia kira Shera akan menamparnya karena dianggap sudah melewati batas.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour L'emporte [Complete]
General Fiction"I don't see any reason why we have to be together, still." "But, i still want you. That's the only reason." *** Sheravina Anjani Sanjaya tidak percaya lagi pada suaminya--Gentahardja Revan Subroto setelah semua hal yang telah dilakukan oleh pria it...