✨ мαgιє - ∂ιχ-ηєυƒ

4.9K 858 111
                                    

Khusus untuk chapter ini, coba kalian berkomentar menggunakan bahasa daerah kalian masing-masing. Saia tidak memaksa, bagi yang berminat saja☺ dan tentunya ada imbalannya nanti😉

Baik, selamat membaca❤


-

-

-

•~•~•

-

-

-


Hujan deras mengguyur kota. Udara dingin terasa menyengat kulit disebabkan oleh angin malam yang berhembus, berkelana menyusuri langit malam yang gelap.

Jaemin duduk di sofa ruang tengah seorang diri. Tak ada Jaehyun di rumah. Pria berlesung pipi tersebut tengah keluar dengan pamit hendak berbelanja kebutuhan dapur. Tersisa ia dan sang Noble—yang tengah beristirahat di kamarnya.

Dengan memeluk kedua lututnya, Jaemin kembali teringat kejadian di Magie School siang tadi. Saat dimana ia mengetahui informasi yang tentunya sangat mengejutkannya. Terutama, ia yang terlambat menyadari kondisi sang Noble yang semakin lama, semakin melemah.

"Aku tak ingin kondisiku mempengaruhi pikiran dan perasaanmu."

Jaemin menghela nafasnya yang terasa berat. Tak ia sangka sang Noble akan mengatakan hal itu padanya. Perkataan sang Noble sangat membekas di hati Jaemin. Bukan hanya memberikan kesan hangat yang menyenangkan. Melainkan juga, memberinya goresan luka yang takkan mudah diobati.

Jaemin menenggelamkan wajahnya di antara lipatan lengan. Kejadian siang tadi semakin membuatnya terlihat lemah dan rapuh. Jaemin merasa bahwa keberadaannya tidak memberi pengaruh apapun. Pada kenyataannya, ialah yang memperburuk keadaan hingga memperlemah kondisi sang Noble.

Isakan terdengar hampir ke seluruh area ruang tengah. Jaemin menangis dengan posisi yang sama. Ia merasa hidupnya benar-benar tak berarti. Ia merasa, lebih baik ia tak perlu lahir ke dunia. Bahkan kedua orang tuanya pun tak menginginkan dirinya hidup.

Saat Jaemin berusia 7 tahun, ia hampir kehilangan nyawanya karena kedua orang tuanya. Jika saja, tak ada pamannya yang saat itu tiba-tiba datang dan masuk ke kamarnya, mungkin Jaemin tak akan berakhir seperti sekarang. Jaemin mungkin sudah bahagia di samping Tuhan.

"Ibu."

Hanya sang ibu—yang merupakan pemilik panti asuhan dimana Jaemin tumbuh—yang menyayanginya. Jaemin tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, atau pun anggota keluarganya yang lain. Ia tumbuh bersama orang lain. Seorang wanita paruh baya yang telah berjasa merawatnya hingga ia dewasa.

Namun, wanita tersebut kini tengah sakit-sakitan. Itulah sebabnya Jaemin sering kali mengunjungi panti untuk bertemu seseorang yang sudah ia anggap sebagai ibunya.

"Ibu, apa yang harus Jaemin lakukan?"

Diiringi isakan, Jaemin terus menggumamkan kata 'ibu'. Saat ini, ia sangat menginginkan sang ibu berada di sampingnya, memeluknya, dan menenangkan dirinya. Jaemin sangat memerlukan seseorang sebagai tempatnya untuk bersandar saat ini.

Seakan do'anya terdengar oleh telinga Tuhan. Sebuah tangan meraih tubuhnya, mendekapnya dan membawa kepala Jaemin bersandar pada tubuhnya. Jaemin tak sadar, ia hanya terlalu kalut dalam kesedihannya. Hingga tak menyadari siapa yang kini tengah mengelus pundak hingga lengannya dengan lembut secara teratur.

[✔] 1. Magie De L'univers : Le Début Du Destin a ChangéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang