FIVE

144 22 14
                                    

Langkah kaki yang dibaluti pentofel mahal menghentak keras memasuki basecam tempat hunianya bersama kelima temannya berkumpul untuk sekedar melepas penat dari pekerjaan sesak disetiap harinya.

Jungkook menjatuhkan pantat pada salah satu sisi sofa yang kosong, helaan nafas berat nya membuat namjoon yang berada disamping mengerut kening bingung

"ada apa denganmu?"

hoseok menyuarakan pertanyaan yang mewakili kebingungan namjoom dan yang lain.akan tetapi, bukan nya mendapatkan jawaban yang memuaskan agaknya jungkook hanya menggelang enggan memberi perihal gusar yang melanda dirinya.

"hyung"

"apa?"

"ck,bukan kalian tapi seokjin hyung"

"bicara yang jelas bocah, jika kau ingin memanggil seseorang sertakan namanya kau kira orang tuaku memberiku nama untuk dipajang hah."

Yoongi yang dari tadi diam menyimak kini bersuara dengan lidah tajam nya. Ucapan tajamnya mampu menhunus hulu hati terdalammu

"sungguh hyung, apakah mulutmu tercipta untuk menhujat"

"ya, dan ini merupakan anugrah yang patutku syukuri"

"pantas saja tak ada wanita yang mau mendekatimu hyung,sungguh memprihatinkan"

"Apa katamu bocah sialan!!! setidaknya hidupku tak semenyedihkan kisah percintaanmu,huh."

Jungkook terdiam setelah mendengar perkataan hyung nya itu lalu beranjak dari duduknya dengan wajah yang ditekuk sedih, dada nya tiba tiba terasa begitu sesak seolah ada batu yang menyumbat saluran pernafasannya.

Ia meninggalkan ke lima hyung dengan langkah cepat dan mengabaikan seruan seokjin yang berkali kali memanggil namanya kencang

"Hyung!! harusnya kau tak mengatakan itu, jungkook baru saja bangkit dari keterpurukan nya.aku tak ingin anak itu bersedih lagi"

"maaf...sungguh aku tak bermaksud mengatakannya itu keluar secara alami dari mulut cerdik ku ini" ujar yoongi dengan perasaan sesalnya

"haah..sudahlah jangan memperpanjang masalah ini lagi, aku akan menyusul anak itu dulu" seru seokjin menengahi lalu ia beranjak mencari dimana keberadaan jungkook.

Jungkook berdiri dibalkon dengan tangan yang bertumpu pada besi pembatas, angin berhembus dingin mengeringkan setetes air mata yang menganak disudut matanya.

kepala nya mendongak memandang hamparan langit cerah dengan warna biru dan putih yang mendominasi, burung yang beterbangan dengan ceria serta kicauan kecilnya seakan tak mengerti bahwa diantara beribu orang dimenikmati siang ini ada seorang pemuda rapuh sepertinya yang tengah bersedih meratapi nasibnya yang tak sebagus,tak semulus, dan tak sebahagia orang- orang diluar sana

Seokjin menghampiri jungkook dan berdiri disamping pemuda yang lebih mudah darinya itu, menepuk pundak jungkook dan mengalung lengah dipundak jungkook.

"memikirnya lagi jung?"

"em kau tahu hyung, kala itu aku begitu membenci diriku hingga rasanya aku ingin mati saja.aku memang bodoh kan hyung, aku...seharusnya...a-aku.."

Seokjin memeluk adik nya itu sembari mengelus punggung yang selalu kelihatan kuat dan tegas namun dibalik semua itu menyimpan begitu banyak luka yang tak mampu ditafsirkan.

"menangislah jung..menangis takkan membuat dirimu dicap lemah karna hyung tahu kau tidaklah sekuat itu, kau masih adikku yang kecil, adik kecil yang membutuhkan dukungan dari hyung-hyungnya."

𝐖𝐨𝐫𝐭𝐡 𝐈𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang