One

2.1K 153 14
                                    

Piyak.. piyak..

Tidur panjang lelapku dibangunkan oleh suara anak ayam dari taman belakang rumah. Di pagi buta ini, tepatnya pukul 05.30, para anak ayam sudah diajak bermain oleh induknya. Tentu saja mereka tidak bermaksud membangunkanku, namun sepertinya aura semangat mereka menyambar badanku sehingga aku bisa sontak terbangun. Segera setelah aku membuka mata, kuposisikan tubuh untuk duduk bersila di atas kasur empuk ini, serta berusaha memproses hal-hal apa saja yang harus kulakukan.

Setelah menatap ke dinding dengan tatapan kosong, aku mulai mencerna bahwa hari ini adalah hari yang spesial. Aku menghampiri meja tidur di sebelah kasur untuk mengambil kalender dan membolak-balik lembarannya. "Ah, ternyata tidak salah tanggalnya," Aku berucap pada diriku sendiri. Yap, tepat hari ini tahun 2011 adalah hari-H International Children's Festival yang akan diselenggarakan di Beijing Grand Stage, Cina dan disiarkan secara langsung oleh China Central TV!

Seketika, aku teringat akan sebab lelahnya badanku kemarin malam. Latihan kemarin merupakan latihan terakhir untuk festival karena acaranya akan dimulai pukul 10 pagi yang artinya, sepanjang pagi ini hanya dipakai untuk perpisapan make up dan latihan pergiliran penampilan. Meskipun merupakan latihan terakhir, aku dan kedua teman tampilku belum mampu membangun chemistry yang cukup baik dan stabil. Oleh karena itu, pelatih kami mengadakan latihan hingga larut malam demi sempurnanya penampilan kali ini. Kedua temanku selalu saja mengeluh ketika pelatih menyuruh kami mengulang bagian tertentu karena harmonisasi yang belum sinkron. Namun, entah kenapa aku sangat menikmatinya. Mungkin karena aku sangat suka bernyanyi?

Tepat setelah aku selesai merenung, ibuku dengan sedikit keras membuka pintu kamar sambil berteriak, "Zhong Chenle, ayo bangun!" Akan tetapi, beliau langsung tersentak ketika mendapati aku telah duduk bersila di atas kasur sambil memandangnya.

"Astaga, tumben sudah bangun! Apakah tidurmu kurang lelap?" Layaknya seorang ibu, beliau berjalan menuju jendela dan menepikan tirai supaya sinar matahari pagi yang sehat dapat memenuhi kamarku.

"Tidak, justru terlalu lelap sampai anak-anak ayam bisa membangunkanku!" Aku menjawab dengan senyum yang merekah, sampai-sampai kedua mataku hanya tampak seperti dua garis lurus.

"Aduh, sana mandi dan siap-siap! Dalam satu jam, kamu sudah harus tiba di backstage. Jangan telat kalau kamu nggak mau mempermalukan keluargamu!" Beliau mengomel seraya dengan gesit melipat selimut tebalku yang belum kubereskan. Mendengar perkataan Ibu, aku hanya menggangguk dan segera berjalan menuju kamar mandi.

International Children's Festival ini bukan konser biasa, lho! Konser ini akan menampilkan anak-anak dari berbagai negara, misalnya Cina, Korea, Prancis, dan lain-lain. Jujur saja, selain semangat karena bernyanyi, aku juga semangat karena akan bertemu anak-anak dari berbagai negara! Sungguh, aku tidak sabar untuk mendengarkan langsung cara bicara anak-anak dari negara lain. Kupikir, itu suatu hal baru yang istimewa.

Setengah jam kemudian, aku sudah bersandar di kursi mobil menuju Beijing Grand Stage. Sampai di sana, aku langsung disambut oleh para panitia untuk menunjukkan bilik backstage sesuai dengan nomor urut penampilanku. Ternyata, akulah yang datang lebih dulu daripada kedua temanku. Tanpa berbasa-basi, perias langsung menyuruhku untuk mengambil kursi dan duduk di depannya. Ketika periasan berlangsung, samar-samar aku melihat seorang anak yang lebih muda dariku berlari kesana-kemari seperti mencari sesuatu.

Aku tidak mengenali pakaian tradisional berwarna merah yang dikenakannya saat itu sehingga aku bertanya pada perias, "Maaf, pakaian itu dari negara mana?"

Perias segera menengok ke arah pandanganku dan menjawab, "Itu Hanbok, pakaian tradisional Korea. Kamu belum pernah melihatnya?" Pertanyaan tersebut kujawab dengan menggeleng tanpa berbicara. Meskipun asing, kupikir pakaian itu cantik sekali dan kuduga mengandung banyak nilai filosofis dari negara tersebut. Yah, ini hanya perasaanku saja. Toh, aku tidak pernah ke Korea.

Selain karena motifnya yang menarik, pakaian yang dikenakan anak itu sangat berbeda dengan image yang dikenakan padaku. Mungkin karena aku akan membawakan lagu berbahasa Inggris, jadi aku hanya menggunakan jas putih kembar dengan kedua temanku.

Tepat setelah aku selesai berias, kedua temanku datang bersama-sama. Ternyata, mereka terlambat bangun karena tidak segera tidur setelah latihan melelahkan kemarin. Keduanya menginap bersama dan malah bermain hingga lupa waktu. Menurutku, itu hal yang sangat wajar, mengingat kami hanyalah anak kecil yang sejatinya selalu bermain, bukan berlatih maupun mengadakan konser.

Sambil menunggu kedua temanku untuk dirias, aku berjalan-jalan di sekitar ruang ganti para penampil lain. Ternyata, image yang ditampilkan oleh penampil sangatlah beragam. Bukan kami yang menyesuaikan tema, namun tema panggung yang akan menyesuaikan kami. Setelah menata kata-kata keren ini, aku jadi semakin semangat tampil, woah!

Tak lama kemudian, aku berpapasan dengan anak berpakaian Hanbok tadi. Ketika dia menoleh, aku tak sanggup menahan gelak tawa melihat dua gigi kelincinya terpisah tepat di bawah hidungnya.

"왜요(Wae yo) ??" Dia sepertinya melontarkan bahasa yang tak kumengerti, namun ekspresinya terlihat jelas bahwa dia sedang kebingungan melihatku.

"对不起 (Duì bù qǐ)," Aku sontak menutupi mulutku karena merasa malu dan tidak sopan untuk menertawakan seseorang yang baru pertama kali kutemui. Kulihat, dia bisa memahami bahwa aku sedang meminta maaf karena dia dengan segera mengacungkan jempol mungilnya ke arahku.

"Hello.. How to say.. Hello in Korean?" Saat aku melontarkan pertanyaan itu, aku berharap dia sedikit memahami bahasa Inggris. Sayangnya, dia malah memasang wajah yang makin kebingungan, menjadikanku panik dan ikut bingung juga.

Segera saja aku menggunakan bahasa isyarat atau bahasa tubuh yang biasanya dipahami oleh anak-anak seusia kami. Aku melambaikan tangan sebagai simbol 'halo'dan mengacungkan jari telunjuk tepat di depannya sebagai simbol 'dengan bahasamu'. Anak itu akhirnya paham apa yang kumaksud di pengulangan kedua. Dia mengangguk-angguk dengan bersemangat dan berkata, "안녕-하세요(Annyeonghaseyo) ~!" Tak lupa dengan lambaian tangan mungilnya.

"Ah, Annyeonghaseyo," Aku melambai pelan kemudian membungkuk. Belum sempat berkenalan lebih lanjut, perias bersama kedua temanku berjalan ke arahku untuk memastikan tidak ada aksesori yang lupa dipasang. Ketika si perias melihat anak berpakaian Hanbok itu, dia melambaikan tangan dan berkata, "Wah, lucunya~! Apakah kalian mau berfoto?" Ia melakukan gerakan memotret dengan ibu jari dan telunjuknya sehingga anak berpakaian Hanbok itu segera saja mengerti apa yang dimaksud.

"Boleh, untuk kenang-kenangan," Aku segera memosisikan diri di sebelah kiri anak itu dan kedua temanku di sebelah kanannya.

Setelah itu, seluruh penampil diberi komando untuk bersiap di backstage karena geladi bersih dan konser akan dimulai. Sampai konser berakhir, aku tak pernah bertemu dengan anak berpakaian Hanbok itu lagi. Kami tidak pernah memiliki kesempatan untuk melanjutkan obrolan kami yang sebenarnya baru dimulai.

Namun, bahkan sampai keesokan hari pun, tiada waktu yang kugunakan untuk tidak memikirkan anak itu. 



================================================================================

Bagaimana bab pertama? 
Tolong beri kritik dan saran ^^~ 

- shortietypes

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang