Hari sudah terlalu sore sehingga matahari mulai menenggelamkan diri. Langit tampak berwarna kemerahan, sepertinya kau terlalu asik bermain.
Kau membuka pintu rumah, "Assalamualaikum."
Serentak penghuni didalam rumah menjawab salammu.
Disampingmu terdapat Blaze dengan wajah babak belur yang sudah diobati melihatmu dengan wajah bersemangat, "Lain kali pasti aku yang menang!." Kau membalasnya dengan sombong, "Oh ya? Sepertinya tidak bisa tuh."
"Aku tadi hanya sedikit lelah. Kalau tidak, aku pasti bisa mengalahkan kakak!" Semangatnya tampak membara-bara.
"Alasan, tetap saja aku yang lebih hebat."
Kembar lain yang melihat hal ini hanya melongo heran. Blaze yang seharusnya sedih karena dihukum malah berwajah riang dan memanggilmu dengan sebutan 'kakak'.
Gempa datang mendekati Blaze dan memperhatikan luka memarnya. "Darimana saja? Bagaimana dengan hukumanmu?"
Kau sadar kau diabaikan oleh Gempa jadi kau berjalan masuk duluan. Membiarkan adik kakak itu berbincang.
Blaze cengengesan sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Masalahnya sudah selesai dan orang itu dikeluarkan dari sekolah atas dasar pembullyan. Aku tadi bersama kakak bermain di game center hingga lupa waktu."
Blaze sudah menganggapmu sebagai kakaknya dan masalahnya juga sudah selesai. Sisanya perlu menangani keenam kembar yang masih belum mengakuimu.
Yah cepat atau lambat mereka pasti akan mengakuimu.
Kau masuk kekamarmu dan suara perbincangan mereka tidak lagi terdengar. Kau membersihkan diri kemudian berbaring dikasur.
Baru beberapa menit berbaring dan Blaze membuka pintu kamarmu seenaknya. Yah itu salahmu karena lupa mengunci pintu.
"Kak! Ayo makan malam." Dia mengajakmu dengan riangnya dan kau sangat bangga karena dia memanggilmu dengan kata 'kakak'.
Kau membenamkan wajahmu dibantal. "Kalian saja yang makan, hari ini aku mau istirahat."
"Ah oke."
Bukannya pergi, Blaze sepertinya masih ingin mengatakan sesuatu padamu.
"Ada apa?" Tanyamu akhirnya karena penasaran.
"Itu... bisakah kita bermain lagi? Seperti tadi?"
Sepertinya Blaze benar-benar suka bermain game. Dan langkahmu sangat tepat karena membawanya ke game center dan menantangnya bermain.
Kau meliriknya. "Boleh. Asalkan kau berjanji jangan buat masalah lagi disekolah ya."
Dia langsung tampak bersemangat. "Iya aku janji."
Setelah itu ia kembali menutup pintu dan kau mendengar larinya yang sangat senang. Sepertinya dia benar-benar suka denganmu sekarang.
Kau kembali terlelap dan tertidur dikasurmu. Mengabaikan lampu kamar yang masih hidup dan pintu yang tidak dikunci. Sudahlah lagipula mereka terlalu tidak suka padamu sampai repot-repot datang dan menjahilimu yang sedang tidur.
Yah, kau aman sekarang selama paman Amato tidak ada disini.
Seharusnya begitu tapi kau terbangun ditengah malam karena perutmu merasa lapar. Tentu saja karena kau menolak makan malam tadi malam karena terlalu lelah.
Akhirnya kau memutuskan untuk keluar ke dapur untuk makan sesuatu. Setidaknya untuk menghentikan gejolak didalam perutmu ini. Tidur dengan perut lapar benar-benar menganggu.
Sesampainya didapur kau menemukan Duri yang duduk diruang televisi tengah mengobati dirinya sendiri. Banyak perban dan obat luka berserakan diatas meja.
Kau mendatanginya dan sepertinya dia belum juga menyadarimu dan kemudian kau duduk disampingnya sehingga ia terlonjak kaget.
"Kenapa bisa banyak luka seperti itu ditangan dan kakimu?" Kau memperhatikan Duri dari atas sampai bawah. Walaupun gelap tetapi kau bisa melihat seberapa banyak luka yang ada ditubuh Duri.
"Tolong jangan bilang pada yang lain," Duri menunduk takut.
"Aku tidak akan bilang pada yang lain kalau kau menjelaskan apa yang terjadi." Kau mengancamnya sedikit agar ia mau berbicara. Sudah cukup dengan Blaze yang sebelumnya keras kepala sehingga kau harus mencari taunya sendiri.
Duri tampak ragu-ragu untuk mengatakannya. "Kebun yang sudah kami semua buat dengan kerja keras tiba-tiba hancur. Karena aku tidak ingin yang lain bekerja lagi jadi aku membuatnya ulang. Tapi tadi sore, kebun itu hancur lagi. Aku takut jika teman klub yang lain melihatnya jadi aku buat ulang lagi." Ia menunduk sedih sesekali mengaduh kesakitan pada tangannya yang ia obati sendiri.
Kau mengambil sebuah obat luka dan meneteskannya pada kain. Setelah itu kau menarik tangan Duri dan mengobatinya dengan pelan. Duri tampaknya tidak melawan diobati olehmu.
"Mana bisa begitu. Lama-lama teman satu klub mu akan tau kalau taman itu sedikit berbeda." Kau kemudian memakaikan perban ditangannya dengan rapi. "Setidaknya cari tau siapa yang menghancurkan kebunmu, mana ada kebun yang bisa hancur sendiri kan?" Kau selesai memakaikan perban dan dia takjub dengan perbannya yang rapi. Kau memang berbakat dalam hal apapun.
"Mau kubantu?" Kau sepertinya merencakan sesuatu lagi. Duri melihat kearahmu, sepertinya ia penasaran.
"Ada dua keuntungan untukmu. pertama, kau mendapat teman untuk membantumu membersihkan kebun yang hancur. Kedua, dalang dari penghancuran kebun juga akan ditemukan. Bagaimana?" Tanyamu.
Tawaranmu sangat menggiurkan. Duri mengangguk
Kau menatapnya cerah, "Bagus, kalau begitu mohon kerjasamanya ya."
***
Keesokannya sehabis sholat subuh. Kau segera beranjak berangkat ke sekolah mereka bersama Duri tanpa sepengetahuan yang lain.
Hari itu masih cukup gelap dan akhirnya kalian berdua sampai di depan sekolah. Kau menggigil kedingingan karena memang sangat dingin dipagi hari seperti ini. Rasanya jaketmu tidak cukup untuk menahan dingin ini.
Gerbang sekolah masih dikunci, tidak mungkin kau harus menunggu pak satpam untuk datang dan membukakan gerbangnya. Bisa-bisa sudah terlalu telat untuk membereskan kekacauan kebun oleh orang-orang tidak berotak.
Kau mundur beberapa langkah dan kemudian berlari dengan cepat. Dengan ahlinya kau memanjati pagar dan sudah sampai diseberang sana dengan selamat. Duri terbengong melihatmu yang sudah sampai disana dalam sekejap.
"Ayo Duri, kita tidak punya banyak waktu sampai matahari terbit." Kau melambai diseberang pagar. Duri mengangguk dan melakukan persis apa yang kaulakukan tadi.
Kalian segera berjalan menuju kebun dan sepertinya kebun belum dihancurkan lagi sejak Duri memperbaikinya kemarin sore. Tapi tetap saja ini masih terlalu kacau karena Duri membereskan ini hanya sendirian saja.
Kau dan Duri memakai peralatan yang sudah kalian bawa dari rumah. Memakai sepatu bot, sarung tangan, masker dan senter kepala. Kalian siap membereskan kekacauan ini.
Kau mengambil cangkul dan mencangkuli tanah dengan cepat. Meleburi tanahnya yang dipijak-pijak sehingga tanaman bisa subur. Mengganti tanaman yang rusak dengan yang baru dan membuang beberapa sampah atau tanaman rusak itu.
Duri juga bekerja dengan cepat. Ia mengambil bibit-bibit serta tanaman baru dari gudang dan memberikannya padamu. Ditanah kebun yang seluas itu dan hanya kalian berdua yang membersihkannya ulang. Tapi tidak terlalu buruk karena kau pandai dalam hal apapun.
Matahari sudah mulai menampakkan diri dan kalian berdua juga sudah selesai membereskan kebunnya. Dengan ini sepertinya tidak ada yang akan tau kalau sebelumnya kebunnya rusak.
Kau mengeluarkan beberapa kamera cctv dari tasmu dan memasangnya dibalik tanaman atau tempat-tempat yang tidak akan dilihat. Kau mengaksesnya menggunakan handphonemu dan dengan begini kau bisa mengetahui dalang dari semua perbuatan ini.
To be continued...
A/n:
Masalah baru?
Good luck
Salam,
Ruru
KAMU SEDANG MEMBACA
『 Save Them 』 BoBoiBoy ✔
Fanfic【 Completed 】 『 BoBoiBoy x Reader as Cousin 』 ⊱ ────── {.⋅ ♫ ⋅.} ───── ⊰ ➢ Kabar pahit datang, orang tua sepupumu menghilang dalam sebuah kecelakaan. Sebuah surat yang berupa wasiat terakhir dari sang paman itu pun meminta dirimu untuk mengurus ketu...