° 29 °

160 36 6
                                    

"Who the hell are you?"

Juna mengangkat kepalanya memastikan siapa yang baru saja berucap. Pendengarannya kenal persis bahwa ini suara Gaia, tapi apa mungkin?

"Apa yang kau perlukan dari ku?" ternyata memang benar itu Gaia.

Juna menatap laki-laki bertubuh besar itu aneh. Tadi dia kabur tapi kenapa sekarang malah memunculkan diri?

"Saya dengar percakapan dengan gadismu tadi, sedikit takjub dengan pemikiranmu yang ke depan," pria itu tersenyum kecil, "jangan diam di situ, ikut saya."

Juna mengarahkan tubuhnya sendiri mengikuti langkah Gaia yang besar. Ternyata pria itu membawa Juna kembali ke unit kondominiumnya.

Gaia sama sekali tidak nampak seperti pecandu, mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa ia adalah pecandu alkohol alias pemabuk. Kuatnya bau alkohol keluar setiap kalimat yang ia ucapkan, tapi pria itu tidak goyah dan masih bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dia tidak terlihat berantakan seperti ruang tengah kondominium, dia lebih mirip pekerja kantoran dengan kemeja yang di gulung hingga siku, cukup rapi seperti kamarnya.

"So who are you exactly?"

"Juna, anak dari wanita yang kau bunuh lima tahun lalu di sebuah sasana tinju," Juna berucap.

"Ah.. bocah kecil yang bertengkar hanya karena masalah sepele itu?" sahutan Gaia membuat Juna mendidih, tapi ia harus sabar.

"Terima kasih atas sindirannya, tapi saya sudah dewasa sekarang," Juna mengerlingkan mata malas.

"Ya ya ya kata laki-laki yang diselamatkan oleh seorang gadis dari lemparan botol," Gaia kembali mencibir, "kau tahu diriku?"

"Tentu, nama aslimu Bryan Aditya dan memakai nama samaran Gaia. Berasal dari keluarga Adyatma tapi di singkirkan dari keluarga karena sifat tempramental-mu itu. Bergabung organinsasi hingga umur 24 tahun, setelah itu bekerja lepas sebagai pembunuh bayaran hingga sekarang berusia 27. Ah iya kau di kenal sebagai pecandu tapi kupikir itu hanya image yang sengaja dibuat oleh dirimu sendiri untuk satu dan lain hal," Juna berucap panjang.

"Wow impressive, padahal selama ini semuanya percaya saya pecandu," pria itu terkekeh.

"Jadi sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" jika terlalu lama di sana mungkin Juna akan menjadi gila akan basa-basi yang menguras emosi.

"Kau benar perkara memotong ekor tadi, itu kenapa saya selalu menyimpan rapih bukti bila saya akan di jatuhkan. Tentu saya punya yang berkaitan dengan ibumu, tapi tidak akan semudah itu saya berikan," Gaia berucap menantang.

"Apa syaratnya?"

"Selesaikan ini," Gaia menarik selembar kertas yang sudah terlipat.

"A riddle?" Juna bergumam.

Hening menyelimuti kedua orang itu untuk sementara. Gaia tidak tertarik melakukan hal lain selain memperhatikan remaja tanggung yang seenaknya menerobos masuk di kondominium miliknya. Kewarasan pria itu sudah hampir 100% kembali, bersyukur dalam hati karena tidak jadi menuruti niatnya untuk mabuk hingga tak sadarkan diri.

"Ini," Juna menyerahkan kertas tadi yang sudah terisi jawaban.

"Reason?" tanya Gaia.

Remaja tanggung itu memamerkan kemampuan intelejensi nya dalam pengamatan dan pemahaman, membuat Gaia harus menahan decak kagum. Juna bersyukur ia diberi riddle, jika itu adalah sandi rasanya Juna ingin mengubur diri saja. Ia tidak akan mengerti, Shasha jauh lebih ahli dalam hal itu.

"Kau memang tidak mengecewakan, ini berkas yang kujanjikan," Gaia menarik berkas dengan sampul hitam di depannya.

Juna terdiam menatap berkas itu, jelas tertulis, List of Target.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang