Scorpio

48 7 1
                                    

"Dear diary..." Mita bergumam sambil menulis perkataannya di lembaran kesepuluh di buku diary-nya yang kesembilan tahun ini. Wajahnya begitu imut ketika cemberut. Ia memiliki masalah komedo yang mengharuskannya memasang masker gel komedo sebelum tidur malam. Tangan kirinya yang memegang hidung, beralih memegang kening, atau lebih tepatnya poninya yang jika dibiarkan menjulur akan memicu bersin. Mita tidak berniat memotong poninya yang saking panjangnya bisa ia gigit atau dengan ungkapan lain, dapat meng-cosplay karakter kuntilanak dengan baik. Ia kehilangan bandonya yang terakhir, salah satu dari tiga bandonya, yang dua diantaranya sudah hilang lebih dahulu. Sehingga untuk sementara waktu Mita perlu repot mengikat ekor kuda rambut panjangnya sebelum tidur.

"Aku selalu kesepian meski..." ia tertegun.

"Meski baru saja putus tadi sore di depan kandang kambing Haji Ujang?" bisiknya sambil membayangkan wajah Reno, mantan pacarnya yang ketiga dalam bulan ini, atau dalam jangka tahun, merupakan mantannya yang ke 24. Entah ia harus sedih atau bangga dengan progres percintaannya yang mencetak rekor 2 lusin mantan sebelum akhir tahun. Mita tidak terlalu memikirkannya. Ia hanya menyadari perpaduan aroma daun singkong dengan feses kambing bandot Pak Haji dalam momen yang tepat ternyata bisa terkesan romantis.

Mita memilih kondisi lain yang lebih pantas untuk ditulis.

"Aku selalu kesepian meski tahu banyak cogan lain yang menungguku di luar sana." Akhirnya ia menemukan kata-kata yang sesuai.

Sebenarnya kesepian atau kesendirian bukan sesuatu yang buruk. Contohnya ia merasa lebih nyaman ketika tidak ada mamanya di dapur ketika dirinya hajatan di toilet. Atau seperti saat ini, dia bisa nyaman menulis diary jika tidak ada yang mengganggu. Selain itu, kesendirian membuatnya bisa jujur dengan diri sendiri. Dan yang paling penting, Mita bisa ngupil dengan bebas setelah jaim seharian.

"Selanjutnya aku akan mengincar Rangga," ujarnya sembari tersenyum licik tanpa sadar. Ia memang telah merencanakan untuk ekspansi ke jajaran kabinet kelas. Punya pacar sosok yang dihormati anggota kelas ia pikir akan mendongkrak keawetan hubungannya. Entah darimana Mita punya rasa percaya diri atas keyakinannya bisa menaklukkan Rangga, si wakil ketua kelasnya sendiri. Padahal Sisilia sudah terlebih dahulu mengincar Rangga, dan Mita tahu itu. Ia tidak memahami perasaan mencintai seseorang karena belum pernah merasakan kehilangan. Dibalik sikapnya yang centil, sebenarnya Mita adalah gadis yang polos. Tampaknya kondisinya mengkhawatirkan mengingat ia sudah menginjak kelas 3 SMA.

Dirinya tengkurap di lantai. Itu adalah posisi yang menurutnya paling nyaman sementara ia menulis memorinya hari ini. Terkadang pandangannya menerawang pada sarang laba-laba di sudut langit-langit kamarnya. Atau ia akan membuka jendela jika cuaca panas. Angin yang masuk di lantai dua lebih sejuk daripada lantai bawah yang sudah tercemar bau tembakau bapaknya yang langganan merokok di ruang tamu.

Tetapi terakhir kali membuka jendela malam-malam membuatnya berpikir ulang. Beberapa ekor burung walet yang terkenal terbang sangat cepat serta-merta masuk ke kamarnya waktu itu, berputar-putar searah jarum jam. Ia teringat adegan film dimana gagak-gagak terbang mengitari seonggok mayat korban perang. Begitu menakutkan. Selain itu dirinya memang sudah punya pengalaman buruk lain dengan jenis burung tersebut. Pernah sewaktu-waktu ketika pulang sekolah naik motor berboncengan dengan Lina, temannya yang anak pak lurah itu. Tiba-tiba seekor walet menabrak kepalanya, hingga kaca helm yang ia kenakan hancur lumayan parah. Wajahnya menderita sedikit lecet. Beruntungnya Mita tidak kehilangan kendali dan mampu membawa motornya ke tepi jalan.

Ayahnya lah yang mengusir kawanan burung yang nyasar ke kamarnya seminggu lalu. Akibat kejadian itu, Mita menderita paranoid terhadap jendela kamarnya bahkan terhadap ruang kamarnya sendiri. Ia belum lama kembali ke kamarnya untuk melawan rasa takutnya. Mita melewati malam-malam dimana ia belum bisa merasakan kenyamanan yang sama sebelum kejadian malam jumat itu. Sebuah Dream Catcher kini tergantung di tengah jendela kamarnya yang memiliki dua daun jendela. Sebatang raket nyamuk juga telah siap sedia, yang entah untuk apa karena faktanya tidak ada nyamuk dikamarnya berkat 3 pot tanaman lavender yang ditaruh di masing-masing pojok ruangan.

Kamar Mita adalah bekas gudang, cukup luas bahkan untuk dihuni satu peleton tentara bersama cadangan makanan untuk 2 bulan. Hal yang tidak pernah terlintas di benaknya kini muncul, berubah menjadi keinginan yang harus ditunaikan. Mita Sandradita bin Mohammad Tohir, anak kedua dari 3 bersaudara, diumurnya yang ke-17, baru penasaran bagaimana senangnya jika satu atau dua temannya menginap untuk semalam di rumahnya. Kehidupannya semenjak masa puber lebih banyak dihabiskan untuk berinteraksi dengan lawan jenis, baik itu teman sekolahnya, ayahnya, relasi ayahnya yang sering mampir untuk ngopi, sepupu, ipar, teman fakultas kakaknya yang sering main kerumah, ketiga kucing jantan peranakan ras Persia dan kucing kampung, maupun teman-teman daringnya yang berfoto profil Sasuke Uchiha, Jung-Kook, Alucard atau karakter lain yang tidak ia kenal. Semuanya laki-laki. Seolah Mita adalah bunga mawar yang salah tumbuh di tengah-tengah kebun ganja. Begitulah dirinya kadang menganalogikan kehidupannya.

Situasi itu menghambat sifat feminimnya untuk berkembang, terutama menyadari hal-hal penting bagi dirinya di usianya yang sekarang, selain pacaran tentunya.

Tiba-tiba smartphone yang ia taruh di kantung belakang celananya bergetar, menciptakan sensasi geli dan tawa jahil yang ia nikmati, seakan tidak peduli bahwa dering itu mungkin membawa berita penting yang butuh untuk segera ia ketahui. Interupsi dari perangkat selular cenderung tidak mampu diabaikan dan rentan membuat kesal. Tetapi Mita tidak berpikir untuk menyingkirkan benda itu saat me-time nya atau setidaknya mematikan koneksi data maupun beralih ke mode senyap untuk sementara waktu. Ia sudah terbiasa. Malah ketika benaknya terpojok tidak mampu mengutarakan apapun untuk ditulis, postingan dan komentar di sosial media bisa jadi malaikat penyelamat. Itu merupakan salah satu gerbang inspirasi yang acapkali disepelekan.

"Apa kabar, Mega?" tanya seseorang di beranda Whatsapp-nya. Akun bernama Scorpio yang memajang foto profil berupa desain banteng berbadan harimau berbuntut dan bersayap naga, serta berkaki kuda tersebut adalah salah satu teman daringnya yang paling dekat dengan Mita secara emosional, meski Mita sendiri belum pernah bertemu sosok itu secara langsung.

Mita yang memasang nama 'Megalodon' dan foto hiu purba tersebut sebagai profilnya, mengetik balasan untuk Scorpio.

"Aku tahu kamu baik-baik saja," kata Scorpio, membuat Mita mengurungkan niatnya membalas pesan itu dengan: "Aku baik-baik saja."

"Aku gak sotoy ya?" lagi-lagi pesan Scorpio menghentikan upaya Mita membalas pesan darinya. Mita memang ingin mengatakan bahwa Scorpio itu sok tahu soal kondisinya.

"Tenang aja, kabarku juga baik kok."

Mita benar-benar kesal sampai tersenyum galak dan bersuara seperti preman yang ditantang berkelahi. Scorpio seperti bisa membaca pikirannya, dan itu memancing emosi dari gadis yang baru diputusin oleh pacarnya tadi sore.

"Udah, gak usah marah."

Mita justru makin murka.

"Jadi gini, aku boleh curhat gak?"

"Boleh, silahkan." Dengan cepat Mita membalas pertanyaan itu. Kemudian ia menghela napas lega.

"Aku kesepian nih. Berbagai masalah datang seperti badai. Rasanya aku butuh teman untuk berbagi penderitaan."

Mita mengerutkan kening. 'Berbagi penderitaan' gimana maksudnya? Gak salah tuh?

Scorpio menghapus pesan tersebut tidak lama kemudian. Memposting kembali kalimatnya dengan koreksi di bagian akhir.

"Aku butuh teman untuk curhat."

"Kayaknya kita udah ngelakuin itu saban hari deh?" tukas Mita.

"Iya sih. Aku pusing dengan tugasku jadi admin," ujar Scorpio, menceritakan kondisinya.

Mita sedikit banyak memahami betapa sibuknya kehidupan seorang penulis indie yang mengasuh 5 grup kepenulisan sekaligus sementara ia sendiri masih kuliah semester tiga. Dia menanyakan bagaimana kondisi grup-grup yang Scorpio naungi.

"Enam grup semuanya masih kondusif."

Sudah enam? Mita terkejut.

"Iya, tapi kalau dihitung hari ini sih sudah tujuh."

Mita mengumpat dalam hati: "Mati aja sana!"

Scorpio vs Megalodon (Tragedi Kasmaran Online) (ONESHOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang