TB&TV | Bagian 26

167 17 1
                                    

Tukang tidur, apatis, malas berbicara, semua kebiasaan dan pembawaan itu jatuh pada Aidan. Selama presentasi dari kelompok pertama hingga ke tiga sejauh ini, anak laki-laki di depanku ini belum juga bangun dari tidurnya.

Karena kelompok Adimas yang tengah presentasi, aku pun beranjak pindah menduduki bangku Adimas, di samping Aidan.

Saking penyakit Aidan yang tidak perdulian, ia mengenakkan hoodie-nya di kelas. Tentu mengenakkan jaket ataupun topi di kelas, haram hukumnya.

Dia menidurkan kepalanya di meja, tenggelam di balik kupluk baju tebalnya tersebut.

"Apa?"

Aku terkejut ketika Aidan menegurku-- saat aku yang iseng saja hendak menarik kupluknya.

Aku pun menarik tanganku kembali. "Bangunnn."

Aidan hanya mendehamiku.

"Aidan," guru Bahasa Indonesia kami menegur anak lelaki tersebut.

"Iya Bu," Suara Adimas pelan menjawab.

"Jangan tidur lagi nak."

"Cie Bu, udah manggil anak aja wkwkwkwkwk."

"Salah ya?" Bu Kayra menanyakan balik hal tersebut. Wajahnya dibuat serius namun, tak bisa dibohongi jika raut wajahnya sedikit, salah tingkah.

Aku memelototkan mata menahan tawa karena geli sekaligus lucu saja. Guru honorer kami ini, sebelumnya terang-terangan mengagumi sosok Aidan.

Kata beliau, Aidan itu anaknya pendiam. Yang pendiam itu, bikin hati kesemsem, gemas dan penasaran saja bawaannya.

Aku menggigit bibir dan mengerutkan dahiku memilih tidak tertawa. Aku memilih diam saja-- mungkin saja Aidan akan memarahiku jika aku ikut-ikuttan terbawa suasana berhubung aku tengah duduk di sampingnya.

Pemaparan presentasi kelompok Adimas sempat terhenti dan malah menggoda guru mata pelajaran kami ini.

Ketika pembelajaran berlanjut, aku menoleh ke arah Aidan.

Aidan itu pintar lebih tepatnya jago mengontrol mimik wajahnya. Dia tahu kapan harus tertawa dan tidak. Aidan tidak mudah tersipu karena disanjung, ataupun salah tingkah karena hal yang kecil ataupun yang besar sekalipun.

Intinya Aidan itu kaku dan sedikit tidak asik orangnya.

"Bu Kayra cantik tau Dan," godaku memulai. "Anak kelas lain banyak tuh yang suka dia."

"Gak abis pikir aja kenapa."

Aku menaikkan alis. "Kenapa pada suka Bu Kayra?"

Aidan tidak menjawab tetapi aku tahu jawaban anak laki-laki tersebut, jadi aku pun menambahi, "yah karena masih muda plus cantik. Kapan lagi ya gak?"

Dia tidak menjawabku. Aidan tidak lagi mengarahkan wajahnya padaku. Dia beralih memainkan ponselnya.

Aku pun demikian, mengecek isi pesan yang sudah masuk ketika aku mengaktifkan data ponselku.

Dan aku pun mendapatkan satu pesan dari nomor yang tidak diketahui.

○●○

"Del," Indy memanggil, menghentikan langkah kakiku.

"Eh Ndy, gue cabut duluan ya?"

Indy yang saat itu tengah mengangkat alat perkusinya, mengiyakanku saja karena paham aku tengah terburu-buru.

Bell sekolah baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu, namun aku secepat mungkin hendak meninggalkan sekolah lebih dulu.

The Bully and The VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang