------
Gerbang hitam menjulang itu semakin ramai dipenuhi pemuda pemudi berseragam puih abu-abu. Banyak yang ke luar dengan kendaraan pribadi, berjalan kaki, dan sebagian langsung menghampiri penjemputnya. Jalan raya yang sebelumnya lengang mendadak padat karenanya.Laki-laki itu masih di sana. Di bawah pohon mangga dengan motor bebek kesayangannya. Kedua netranya fokus pada lembaran-lembaran kertas buram yang berisi jajaran paragraf yang tersusun apik. Teman kelompoknya sudah boomchat sejak kemarin, mengingatkan tentang presentasi hari ini.
"Kalau sibuk, kenapa jemput?"
Cakra, laki-laki berkulit gelap itu mendongak. Mengukir senyumnya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang gadis. Membuat Hasna, gadis yang masih menggendong ransel merah mudanya itu memutar bola matanya malas.
"Heran deh, aku," Hasna mengikis jarak, "udah tau cowoknya cuek, masih aja sayang," gerutunya.
"Jangan heran! Nanti kalo stress jerawatnya keluar." Cakra tersenyum melihat wajah kesal Hasna. Bahkan terkekeh kala tangan gadis itu memukul lengannya.
Melihat wajah gadis yang menyandang status pacarnya itu menumbuhkan ketidaktegaan. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Meredakan sedikit tawanya sekedar menetralkan suara.
"Maaf, aku nyindir kok." Satu lagi pukulan melayang di lengannya, kali ini lebih kencang tanpa kasihan.
"Sakit, Na." Cakra mengusap bekas pukulan Hasna.
"Iya?" Hasna membulatkan mata," aku biasa aja sih," lanjutnya dengan wajah bodo amat.
"Ya udah, Maaf."
"Nggak mau."
Cakra memasukkan lembaran kertasnya dan menghembuskan napas. Menghadapi Hasna yang manja kadang membuatnya mengelus dada. Maklum, gadis itu anak tunggal. Semua kasih sayang biasa tercurah untuknya seorang.
"Hasna mau jalan-jalan?" tanya Cakra lembut.
"Nggak kuliah, Kak?"
Cakra tersenyum." Kuliah kok, tapi jam pertama kosong," jawabnya.
"Nggak bohong, kan?" Hasna menatap Cakra curiga. Beberapa kali dibohongi mengenai jam kuliah lelaki itu membuatnya waspada.
"Ini hari Selasa, Na. Masuk jam terakhir aja."
"Ya udah, ayo." Hasna berujar dengan wajah berbinar.
Cakra tersenyum tipis. Helm bogo doraemon yang Hasna titipkan ia serahkan kepada sang empunya. Ia segera menaikkan standar dan menyalakan mesin. Mengulur waktu hanya akan mempersempit momen jalan-jalan dengan pacar imutnya.
"Berangkat!" Seru Hasna setelah duduk di belakang Cakra.***
Dua puluh menit terlewati dalam diam. Hanya sesekali bertukar tanya ketika motor berhenti di depan lampu merah. Menikmati ramainya jalanan kota mungkin lebih menarik. Melihat bis dan truk-truk besar yang sangat jarang melewati rumah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita di Taman Kota
RomanceCinta dan perjuangan itu bersahabat. Itulah yang kini menjadi penyemangat Cakra yang ingin serius dengan Hasna. Tapi sepertinya, malaikat-malaikat itu belum mau berpihak padanya. jadi, ia harus bernegosiasi kepada Tuhan agar mereka mau berpihak.