15. Sok Hebat!

30 2 0
                                    


....................✏


Remaja mana yang tidak menantikan masa-masa sekolah menengah atas?

Di sinilah aku berada.
Salah satu SMA swasta elite dengan citra yang sangat baik di kota ini. Ibu memang hebat bisa menyekolahkanku di sekolah sekeren ini. Gedung mewah, fasilitas yang serba ada, dan menjadi sekolah swasta terfavorit.

Aku menuju kelasku yang terletak di lantai tiga. Mungkin sekolah ini akan lebih elite kalau para siswa bisa naik lift dan nggak perlu capek-capek menyusuri tangga. Napasku tersengal setelah memijak anak tangga terakhir. Harusnya aku rajin olahraga agar nggak terengah-engah hanya karna naik ke lantai tiga.

“Aileen sini deh.” Belum hilang sengal napasku, dua orang temanku yang juga baru tiba, menarikku ke dekat teralis beranda depan kelas. Vina dan Dara.

“Kenapa?” tanyaku.

“Ada yang mau kita omongin.”

Aku hanya mengangguk sebagai tanda siap mendengarkan.

“Sebenarnya, anak kelompok belajar bareng lo itu, mereka bikin jadwal belajar sendiri yang nggak mereka kasih tau ke lo.”

Kemarin, wali kelas membentuk kelompok belajar bareng. Katanya sih, kurikulum kita saat ini mewajibkan siswanya agar lebih aktif dalam memperoleh materi belajarnya sendiri. Dalam setiap kelompok itu, dipilih seorang anak yang bertugas menjadi mentor sebaya. Kalau dalam kelompokku, yang menjadi mentor sebaya itu... aku.

“Kenapa gitu? Kan gue yang dapat tanggung jawab sebagai—“

“Iya Leen, gue juga tau. Tapi lo belum tau ya kalau anak-anak sekelas itu...”

“Semua orang nggak suka sama gue. Ya ... gue tau itu kok,” kataku dengan nada suara yang berusaha terdengar baik-baik saja.

“Nggak semua kok. Mungkin karna mereka nggak cocok aja sama lo.”

Baru satu minggu menjadi siswa di sekolah elite ini, tapi rasanya aku sudah ingin menyerah. Aku nggak ngerti apa yang ada di pikiran Vina dan Dara. Mereka menghancurkan segala harapan baikku di waktu pagi ini.

“Sorry ya, Leen. Gue sama Dara cuma mau ngasih tau itu aja sih.”

“Don’t make sorry, I know you hate me too,” kataku kemudian meninggalkan mereka untuk masuk kelas duluan.

Sebenarnya apa salahku? Kenapa tiba-tiba nggak ada yang mau berteman, bahkan hanya untuk satu kelompok denganku? Aku bahkan nggak pernah jadi Aileen yang menyebalkan sejak sekolah di sini. Menjadi Aileen yang baru adalah harapanku. Aku ingin berteman dengan banyak orang, dan nggak lagi jadi pemilih seperti saat di sekolah dasar, juga sekolah menengah pertama.

Tapi yang kudapat malah sebaliknya.

Aku mendorong pintu dan merasakan dinginnya pendingin ruangan yang sudah dinyalakan. Mataku menangkap pemandangan yang selama ini, belum pernah aku saksikan secara langsung.

“Jangan, Mar!” teriak Tiara saat Maria menggeledah tas miliknya.

Nggak tau ada masalah apa sepagi ini. Tapi yang aku tau, Maria dan kawanannya itu memang senang sekali mengganggu Tiara. Maria mengambil botol parfum setelah mengobrak-abrik tas hitam milik Tiara. Kemudian membuka penutup botol itu, dan membuang isinya ke badan Tiara. Membuat kemeja seragam itu jadi basah.

Sad Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang