"Nanti tampil jam berapa?" Pertanyaan seseorang itu tidak dihiraukan oleh Sherina yang masih sibuk membuka pengait helm.
Estu berdecak, mengambil alih pekerjaan adik satu-satunya yang tidak melibatkan tenaga sama sekali.
"Kenapa, sih? Lesu amat."
"Gue nggak lesu, tadi udah makan kok." Sherina menggeleng kukuh, Estu sudah menahan agar tidak menjitak kepala adiknya itu.
"Ini lebih ke gugup, nanti bakalan ditonton banyak orang."
Laki-laki yang masih duduk di atas motornya itu tertawa. "Ditonton Kak Rega juga, ceilah."
"Makanya itu, Woy. Gimana nggak dredeg."
"Kalo lo udah ngerasa latihan maksimal, pasti hasilnya bagus, kok. Jangan insecure terus." Jika sedang serius, Estu benar-benar seperti kakak yang baik dan pengertian untuk Sherina.
"Susah, Mas. Lo ngomong serius kayak gitu gue jadi merinding."
"Sialan banget. Gue serius salah, gue bercanda salah."
"Loh? Emang laki-laki pernah bener di mata perempuan?"
"Eh? Anda perempuan, Hyung?" tanya Estu pura-pura memastikan.
Sherina tak segan-segan mengetok helm yang digunakan Estu meskipun tahu itu perbuatan yang sia-sia.
"Sana masuk. Nanti minta ditonton, nggak?"
"Kakak apaan lo nggak nonton adiknya?!"
Estu melirik Sherina malas. "Lo jam berapa tampilnya, Adik Manis?"
"Nggak tahu. Acaranya dimulai pukul delapan belas, kelas gue dapat urutan ketiga."
"Udah, ya. Gue mau masuk rumah kedua. Bye!" Tanpa menunggu persetujuan Estu, atau setidaknya kakaknya itu juga bisa mengucapkan salam perpisahan. Sherina sudah berlari memasuki gerbang depan terlebih dahulu, terseok-seok.
Senja baru saja melebur dengan awan sore itu, sedangkan SMA Buntara tidak benar-benar sepi.
Sherina langsung menujukan langkahnya ke kelas XI IPA 1, tidak khawatir berjalan sendirian ke bangunan sekolah lumayan belakang itu, hari ini sangat ramai. Tanpa tahu, langkahnya yang dibuat terseok itu sangat diperhatikan oleh seseorang yang duduk di salah satu kursi taman.
Sejak Sherina mengobrol dengan Estu, sampai Sherina memberi gestur cium jauh ke kakaknya sebagai salam perpisahan. Rega memerhatikan itu semua, kemudian laki-laki itu menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Lucu juga Sherina ini.
"Loh, loh, loh, loh, loh, Fani kok cantik banget pakai dress flower-flower ih mau juga aku." Sherina meletakkan totebag berwarna hitam yang ia bawa sembarangan, meja dan kursi masih dipinggir-pinggirkan posisinya.
Fani, yang menjadi pemandu acara kali ini hanya tersenyum pura-pura malu. Perempuan cantik itu memang tidak boleh dipuji sekali saja.
"Lo harus lihat Kak Asnan nanti, sih. Gue ketemu tadi sangat memancarkan aura kebahagiaan, ganteng banget." Karena ini Airani yang berbicara, Sherina bisa percaya dengan mudah.
"Akhirnya, Rin! Akhirnya gue dikolaborasikan sama kakak kelas ganteng. Mimpi apa gue tadi siang," kata Fani berapi-api, perempuan itu tidak mempedulikan Airani yang kesusahan memasang anting berwarna putih karena dirinya yang terlalu banyak tingkah.
"Kalau gue bilang selamat, lo harus beliin seblak."
"Seblak aja?"
"Lah Sherina kok belum ganti baju. Cepetan, Rin, habis ini make up tipis-tipis biar nggak kelihatan muka aslinya." Milan baru datang dengan celana hitam dan atasan putih yang dimasukkan, tema pementasan XI IPA 1 kali ini.
"Dimana?"
"Sini aja nggak papa, Rin. Gue pura-pura nggak lihat," celetuk Sandi yang semula berkaca pada cermin, laki-laki itu menunjukkan raut muka paling menjengkelkan.
"Sini iji nggik pipi, Rin. Giwi piri-piri nggik lihit."
Sherina pamit sebentar ke kamar mandi yang berada di samping kelasnya. Kemudian perempuan itu melebarkan matanya terkejut, lampu kamar mandi seterang ini ternyata. Sherina baru tahu, karena ini juga kali pertama perempuan itu datang ke sekolah saat matahari sudah pulang.
Apa yang Sherina lakukan selanjutnya? Memanfaatkan pencahayaan ini sebisa mungkin, tentu saja.
Setelah berganti baju dengan atasan putih yang agak mengerucut di pergelangan tangan, serta gaun hitam di atas lutut tanpa lengan, juga mengemasi baju-baju yang ia pakai sebelumnya. Sherina kembali ke kelas, fokus pada ponsel ingin membuat status di salah satu media sosial.
Perempuan itu bingung setengah mati, mengambil foto yang mana dan memberi keterangan seperti apa. Status Sherina juga akan ditonton oleh Rega, omong-omong.
Akhirnya perempuan itu mengambil fotonya yang tersenyum dengan mengedipkan sebelah mata, hanya jari telunjuk dan tengah yang mengacung pada tangan kiri Sherina. Sebaliknya, perempuan itu tidak memberikan keterangan apa-apa. Menyemangati diri sendiri untuk pentas, atau yang lain, Sherina terlalu dirundung banyak kebingungan sampai semua niat itu ia urungkan.
Kelas XI IPA 1 semakin ramai saat Sherina kembali, juga tidak menemukan Fani ada di sana, berganti suaranya yang terdengar dari pengeras suara. Ah, pentas akan dimulai sebentar lagi.
Sherina juga baru bertemu lagi dengan Sakira sejak kemarin, seingatnya yang selalu berada di stan, perempuan pintar itu tidak mampir kesana sama sekali.
Aldo sudah siap dengan penampilannya, setelan jas hitam dengan kemeja putih. Sherina tahu, Milan mencoba menghiraukan Aldo yang terus menganggu pandangannya, berganti fokus pada gelungan rambut lebat Airani yang belum benar-benar selesai.
"Rambut gue dikuncir apa gimana ini?"
"Dipotong, Kak." Tentu saja, suara itu berasal dari mulut Sandi.
"Nggak usah, Rin. Variasi. Airani dicepol, Milan dikuncir, lo bisa leluasa kalau rambutnya digerai," ujar Sakira memberi masukan, Sherina mengangguk-angguk.
Sebelum benar-benar menuju ke belakang panggung untuk bersiap di sana, Sherina mengecek ponselnya sekali lagi. Membuka menu yang ada, sudah menjadi kebiasaan.
Perempuan itu memang tidak membunyikan notifikasi ponselnya karena jarang sekali datang, tapi malam itu tidak. Pesan baru masuk ketika Sherina menonton ulang ceritanya tadi, senyum perempuan itu melebar kemudian. Sherina sedang menahan rasa yang ingin keluar, benar-benar.
Tidak, tidak sampai banyak kalimat dan membuat balon pesan itu menjadi besar, hanya dua kata, memberi semangat. Sherina bisa membayangkan senyum lebar Rega sesuai dengan emoji yang diberikan kakak kelasnya itu.
Meskipun tetap dirundung kegugupan, Sherina lebih bahagia sekarang. Sudah tidak sabar menceritakan momen langka ini kepada Fani-karena hanya perempuan cantik itu yang tahu sejauh ini.
*
Kenapa segampang itu mem-blushing-kan manusia. Yang hatinya lemah beneran capek, loh :(
Terimakasih sudah membaca dan memberikan tanggapan baik!
- July 20
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Kompliziert (✓)
Teen FictionSherina Iswari Nadindra menyukai banyak hal. Pintar, untuk masa lalunya, sebuah pengecualian. Sesuatu yang membuat hatinya menghangat, perempuan berambut panjang itu belum bisa berpikir panjang. Namanya Reno Abirahasa, tubuhnya jangkung dan besar...