51.

22.3K 1.3K 32
                                    

          Duduk di taman Chateau saat pagi hari di temani oleh teh hangat tidak pernah terbayang oleh Abbey sebelumnya. Senyum kecil menghiasi wajahnya kala meneliti cincin yang di pasangkan oleh Arlington lima hari yang lalu.

Hanya berduaan dengan suaminya selama lima hari. Mungkin ini yang sering di maksud, dunia milik berdua. Hanya berdua dengan lima hari yang panas.

Abbey bahkan hampir tersedak oleh teh nya sendiri membayangkan kembali apa saja yang sudah terjadi selama lima hari ini membuat semburat merah menghiasi wajahnya.

Bertepatan dengan Abbey yang menaruh cangkir tehnya, seseorang dari belakang memasukan dua jarinya ke dalam masing-masing lobang hidung Abbey membuat perempuan itu tertawa dengan ekspresi yang jenaka. Tanpa melihat pun Abbey tau siapa pelakunya.

"Berhenti Arlington," Abbey menarik tangan Arlington dan menuntunnya duduk, "Apa urusanmu sudah selesai?"

Arlington mengangguk dan menyesap teh milik Abbey. Ketimbang meminum dari cangkir miliknya yang masih penuh, Arlington lebih memilih untuk meminumnya dari cangkir milik Abbey.

"Itu milikku," ujar Abbey, mewanti jika saja Arlington lupa jika cangkir itu adalah miliknya.

"Milik istriku."

Damn!

Arlington benar-benar membuatnya seperti remaja yang tengah di mabuk cinta. Wajah Abbey selalu bersemu merah hanya dengan hal-hal sepele seperti claim singkat yang baru saja Arlington lakukan.

"Kamu suka di sini?" Abbey mengangguk. Walau chateau ini sangat besar, ia tidak bosan karena ada Arlington di sisinya selama 24 jam.

"Kalau begitu kenapa kita harus pulang? Kita bisa tinggal di sini lebih lama, mungkin satu bulan? Chateau ini milikmu."

Mata Abbey membelak tak percaya mendengar penuturan enteng yang keluar dari mulut Arlington. "Aku harus bekerja Arlington,"

"Aku bisa membeli apa pun yang kamu mau, kamu tidak perlu bekerja lagi."

"Kontrak," wajah Arlington tampak serius, "Aku sudah menandatangani kontrak dengan beberapa brand ternama, aku tidak bisa membatalkannya begitu saja secara sepihak."

Helaan nafas Arlington membuat Abbey mengusap lengan pria itu. Ini bukan pertama kalinya mereka membahas hal ini. Meski Arlington bisa membayar semua denda kontrak tersebut, Abbey tidak akan membiarkan Arlington melakukannya.

"Apa kamu menginginkan sesuatu?"

Abbey tampak berpikir sebelum menggeleng. "Aku memiliki suami yang tampan dan hidup yang sempurna, apa lagi yang aku inginkan?"

Anak, aku menginginkan anak dan segera sembuh.

"Bagaimana dengan cita-cita? Apa cita-citamu memang menjadi seorang model?"

"Menjadi Starley Wang?" Abbey tertawa sejenak sebelum melanjutkan, "Aku tidak ingat jika memiliki cita-cita tetapi dulu aku pernah membuat sebuah janji yang konyol," Abbey tertawa geli mengingat janji yang ia buat dulu.

"Apa itu?"

Sekilas Abbey melihat ke arah Arlington, tidak ada salahnya bukan ia menceritakan masa lalunya kepada Arlington.

"Kamu tau? Dulu aku memiliki badan yang sangat gemuk dan orang-orang suka mengejekku," Abbey mengalihkan tatapannya dari Arlington berusaha mengingat kembali bagaimana dulu ia pernah di perlakukan, "Ketika aku berumur 16 tahun, aku pernah di bully lalu seorang datang menolongku,"

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang