Chapter 6 - A Lonely Promise

44 2 0
                                    

"Di saat deburan ombak datang, ia yang berkata akan melindungiku, menjadi perisai dan menghalau semua sang ombak."

"Lepaskan..."
"tak akan...aku akan kehilanganmu jika aku melepaskanmu. Dan aku akan menyesalinya seumur hidup."
"Kou tak perlu melindungi gadis sepertiku. Semua orang mengatakan hal itu."
Perlahan ia melepaskan pelukannya, dan memegang kedua tanganku seakan aku akan berlari kemudian. Ia hanya menatapku seakan menungguku berbicara.
"Aku lelah. Aku berusaa sekeras mungkin membuat mereka bangga dan menganggapku seperti anak yang lain. Namun mengapa mereka selalu mengatakan jika mereka menyesal melahirkanku?"

   Ombak datang silih berganti. Ia menatapku dan memberiku kesempatan untuk mengutarakan apa yang aku rasakan.
"Maka dari itu aku akan membuat hidup mereka lebih mudah karena berapa kalipun kebahagiaan datang padaku, aku akan kembali ke lororng tegelap."

    Saat Gavin memegang kedua tangannya, Diana tak dapat mengakhiri kehidupan yang baginya sudah berakhir itu.
"Aku tak sekuat yang kou pikirkan tentang diriku."
"Tiada orang yang kuat didunia ini. mereka membutuhkan sandaran untuk bersandar. Sudah kukatakan sebelumnya. Bersandarlah padaku." Kini aku tak dapat menatap kedua matanya. Ia memegang kedua lenganku sembari menatapku "berhentilah menghadapi semuanya sendiri. Jika kou tau kou tak sekuat itu. berhentilah menyalahkan dirimu dan menganggap dirimu tidak berguna. Itu hanya akan meracuni pikrian dan hatimu."

   
   Sembari memelukku ia berkata, " Aku disini. jadi menangislah. Menangislah yang keras dipelukanku. Karena hanya aku yang akan mendenarnya." Kedua tanganku memeluknya dengan erat. Aku menangis tanpa suara bersama deburan ombak.

   Ia menuntunku kembali ke bibir pantai yang hanya ada beberapa orang disana. Ia melepas jas hitmnya dan memakaikannya padaku untuk menutupi bekas darah. Ia menyutuku duduk di kursi dimana jauh dari keramaian. Ia duduk disampingku sembari merapikan poniku yang berantakan.

    Aku melihatnya dengan santai, seakan tak ada yang terjadi barusan.
"Kenapa ekspresimu seperti ini bukan apa-apa?"
"Tak ada yang perlu di kagetkan. Aku..sudah lama ingin melakukannya. Sampai aku lupa berapa kali aku telah memikirkan untuk mengakiri segalanya. Sekarang, itu bukan hal yang membuatku sedih saat mengingatnya. Itu adalah takdirku, aku akan menerimanya sekarang."
"baiklah. Sekarang berhentilah memikrikan hal itu. fakta bahwa kou baik-baik saja saat hendak melakukannya, artinya itu bukan hal buruk yang akan kou lakukan."

"Apa aku penderita depresi
pertama yang kou temui?"
"Mungkin."
"Kou beruntung. kou bertemu dengan orang penderita depresi terbahagia." lalu aku melanjutkan ucapanku.
"Aku beragama islam, namun aku berpikir jika ada keidupan lain setela ini. aku harap dikehidupan yang baru, aku tumbuh menjadi gadis yang selalu bahagia. Itu doaku setiap akan bunuh diri. Aku tak ingin diriku dikehidupan yang akan datang menderita seperti diriku."
"Kehidupanmu didunia ini belum berakhir. Hidupmu masih bagaikan sebuah pesawat, dan kou adalah pilotnya. Berbeloklah, jika kou merasa menemukan jalan yang terlalu berat untuk kou lalui. Masih ada banyak jalan yang bisa kou lalui."
"Bukan banyak jalan yang membuatku ingin berbelok, namun banyaknya orang baik sepertimu."
"Aku tak sebaik yang kou pikirkan. Aku juga punya rahasia yang tidak kou ketahui."
"Semua orang memiliki rahasia."

   Lalu asuransiku datang dan Gavin menghampirinya. Ia berbincang dnegan mereka cukup lama. Mobil perusaaan itu dibawa pergi. Saat ia kembali padaku, aku tertidur sembari bersandar dipohon. Ia pun tersenyum dan berjalan pelan mendekatiku. Ia duduk didekatku cukup lama hingga aku terbangun.

WORKING: You, Me And CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang