Satu

300 14 1
                                    

Seluruh anak di kelas XII IPA 5 langsung terdiam ketika Jonathan memasuki kelas tersebut. Bukan karena kehadiran Jonathan yang memicu mereka untuk diam dan langsung melihat ke depan dengan serius. Semua mata langsung melempar pandangan ke perempuan yang terlihat asing bagi mereka. Tapi, mereka tau siapa perempuan asing itu.

"Kalian gak bisa diam apa?" Jonathan mulai angkat suara. Bisikan-bisikan pun mulai terdengar di kelas itu. Terkecuali satu orang yang tengah menatap tajam ke depan. Menatap perempuan asing itu penuh kebencian.

"Tolong perkenalkan diri kamu," perintah Jonathan. Perempuan itu memainkan jemarinya, merasa risih akan perlakuan calon teman sekelasnya yang memandangnya dengan bisikan bisikan itu. Ia risih menjadi pusat perhatian.

"Nama saya Elvina Anugrah, panggil aja Elvi. Saya pindah kesini karena..." Perempuan itu menggantungkan kalimatnya, mencari-cari lanjutan kalimat yang tepat untuk dilanjutkan.

"Karna bapak lo kepsek disini?"

Sontak seluruh murid langsung melempar pandangan ke arah lelaki yang duduk di pojok belakang, terutama Elvi. Bisa terlihat kerisihannya mulai meningkat.

"Benjamin. Kamu memang gak tau sopan santun ya?"

Benjamin hanya diam tidak berkutik, seakan perkataan jonathan bagaikan angin lalu baginya. Jonathan juga tidak terlalu ingin berurusan dengan Benjamim. Karena ia tau, semuanya tau bahwa Benjamin merupakan murid yang terkenal nakalnya di sekolah itu.

Jonathan memerintahkan Elvi untuk duduk di bangku kosong yang tersisa satu di kelas ini. Elvi mengangguk mengerti. Ia berjalan ke arah bangku kosong itu. Elvi berjalan dengan tenang tanpa ia sadari bahwa Jessica menghalangi jalan dengan kaki panjangnya. Jessica memperhatikan Elvi yang sebentar lagi akan melewati bangkunya. Dan saat itu jugaㅡ

Bruk!!!

Elvi terjatuh. Seisi kelas berusaha untuk menahan tawanya. Sementara Jessica bersiap-siap untuk melakukan actingnya.

"Ya ampun! Maafin gue ya. Gue gak sengaja. Aduh lo ada yang luka gak? Ada yang lecet gak?" teriak Jessica panik. Yah, lebih tepatnya pura-pura panik. Elvi hanya menggeleng dan tersenyum. Saat itu juga, Jonathan berlari ke arah Elvi.

"Jessica Stephanie! Kamu apain dia?!" bentak Jonathan. Jessica langsung memasang wajah siap-siap untuk menangis. Matanya sudah mulai berair. Ia menggigit bibirnya.

"Saya gapapa kok, sir. Bukan salah dia. Saya aja yang jalannya gak liat-liat, sir," jelas Elvi kepada Jonathan. Jessica yang melihat itu hanya bisa melirik mereka dengan ekor matanya. Sok imut banget, sih! batinnya.

Elvi kembali berdiri dan duduk di bangkunya. Sementara Jonathan sudah di depan dengan beberapa soal yang sudah terangkai di whiteboard. Jessica dengan kasar membuka buku tulisnya. Sepertinya hari-harinya di sekolah bakalan indah kalau dia sedikit bermain-main dengan anak kepsek yang dengan mudahnya mendapat perhatian Jonathan. Ia akan bermain dengan Elvi.

***
"Gila lo ya, Jess. Berani banget lo bikin jatoh anak kepsek," ungkap David sambil menggelengkan kepala.

"Dia sih memang udah gila semenjak pangeran Damiannya mutusin dia 3 bulan yang lalu," timpal Alice sambil mengaduk pink lady miliknya dengan sedotan. Karla yang duduk di sebelah Jessica mengangguk, menyutujui perkataan Alice tanpa ada berkomentar.

"Damian Damian Damian. Persetan sama cowok itu," umpat Jessica sambil menusuk steaknya dengan garpu, seakan daging ayam yang berada di hadapannya itu adalah Damian.

Jessica meletakkan pisaunya asal ke atas meja. Selera makannya benar-benar hilang karena satu nama itu. Damian. Padahal udah 3 bulan ia tidak berhubungan dengan cowok itu, tapi, ketika mendengar namanya aja rasanya Jessica ingin meledak.

"Jess. Gue beneran penasaran. Kayanya kali ini, lo mau nyiksa si anak kepsek itu ya?"

Senyuman di wajah Jessica perlahan mulai terukir ketika Alice menanyakan hal itu. "Gak nyiksa. Cuman mau main-main aja sama dia."

"Tapi apa ide lo gak gila. Dia anak kepsek. Bisa-bisa nilai lo yang jadi sasaran. Bahkan bisa aja bapaknya keluarin lo dari sekolah ini." David menatap Jessica tak percaya. Memang Jessica adalah cewek ter-super-gila yang pernah David kenal.

"Gue gak peduli. Lagian, gak ada salahnya gue sedikit main-main sama orang yang udah bikin hidup gue berubah."

David, Karla dan Alice saling melempar pandangan. Mencari tahu apa maksud dari perkataan Jessica.

"Maksud lo apa, Jess? Si elvi ngerubah hidup lo?" tanya Karla.

Jessica tersenyum puas untuk kesekian kalinya. "Gapapa. Nanti, lo juga akan tau ," ujar Jessica.

***
"Jessica stephanie. Kamu gak lihat jam?! Ini udah jam 2 pagi dan kamu baru pulang?! Darimana aja kamu?!"

Jessica menatap Henry--ayahnya, dengan tatapan dingin. "Namanya juga abis clubbing."

"Apa?! Clubbing?! Siapa yang ngajarin kamu kaya gitu?!"

"Mama."

Henry mengepal tangannya kuat. Emosinya sudah diubun-ubun melihat tingkah anak semata wayangnya yang gak tau diuntung. Ya, itu menurutnya. Menurut Henry, Jessica adalah anak yang tidak tau diuntung.

"Dasar wanita sialan," gumam Henry sambil mengelus dadanya. Jessica yang mendengar apa yang ayahnya katakan, langsung membuka mulut.

"Jangan pernah ngatain ibu gue. Setidaknya, dia lebih baik daripada...." Jessica menunjuk Henry dan menggantungkan kalimatnya. Ia tidak tau kalimat apa yang cocok ketika ia ingin memanggil ayahnya. Papa? Hell no. Dia gak akan pernah mau manggil Henry dengan sebutan papa, semenjak kejadian itu terjadi.

"Dia lebih baik daripada lo. Dia jadi pelacur, itu semua karna lo. Dia kaya gini, itu karna lo!" lanjut Jessica dengan sedikit emosi di nadanya. Henry menggertak giginya dan siap untuk melayangkan tangannya ke pipi putrinya. Tapi, sebelum ia melakukan itu, Jessica dengan tenangnya pergi meninggalkan Henry.

Jessica menaiki tangga dan berhenti di sebuah ruangan yang tertutup rapat. Jessica menutup matanya dan menggeleng cepat. Ia menghela nafas lalu terus berjalan. Berjalan melewati ruangan tersebut.

Di kamar, Jessica langsung menutup wajahnya dengan bantal. Jessica berusaha untuk tidak mengeluarkan kesedihannya. Karena ia selalu berfikir, air matanya terlalu mahal untuk dibuang. Air matanya terlalu mahal untuk dibuang ke orang yang gak pantas untuk ia tangisi.

***
Cerita absurd kedua setelah secret feeling yang beneran yakin gak yakin untuk di publish tapi akhirnya di publish juga. Oke... Mungkin ceritanya gak menarik ya tapi semoga siapapun yang mungkin baca ini, dan mungkin merasa menarik, bisa kali ya kasih support gitu. Ehe ehe.

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang