Maymi Cintaku

2 0 0
                                    


Berhayal supranatural adalah cara pintas bagi seseorang yang kehilangan kepercayaan atas keteraturan dunia atau pembangkangan terhadap hukum fisika. Setidaknya itulah yang kupercayai. Maklumlah aku seorang naturalis, terbiasa melihat fenomena alami yang harmonis dan linear dengan alur pikiran mainstream. Ketika suatu saat hal supranatural masuk dalam dunia nyataku, seluruh daya berpikir naturalisku pun buyar, otakku mandeg seperti roda mesin terganjal batu.

Saat itu aku sedang memikirkan persoalan pertanianku. Sebenarnya aku tidak sedang putus asa, justru semakin giat bekerja. Aku sama sekali absen dari dunia begadang orang-orang muda di kedai bahkan tidak lagi rutin menemui Maymi tiap sore – bukan karena cintaku berkurang kadarnya. Fokusku hanya satu: panen melimpah, mendapat uang banyak, lalu menikah!

Siang aku bekerja keras di ladang, malam aku tetap menungguinya di sana tidur di bawah langit – tidak sadar aku sudah meniru kebiasaan ayah untuk tidur di udara terbuka demi yang dicintai. Aku menaburkan lebih banyak pupuk dan membasmi serangga dengan pestisida yang paling ampuh, namun tetap saja hasilnya mengecewakan.

Suatu malam, aku duduk di pematang ladang melandaskan daguku di lutut di bawah taburan bintang-bintang. Bulan sangat bulat dan begitu dekat seperti caping lebar di kepalaku, aku sampai merasakan hangatnya di kulitku – itu adalah detik di mana aku masuk pintu labirin raksasa menuju hudor yang kukatakan tadi. Di sebelahku ada parit kecil untuk mengairi petak-petak tanah garapanku dan ladang sekitar. Tiba-tiba batang air yang mengalir tenang di sebelahku mengembung naik perlahan membuat sebuah bentuk seperti sosok manusia berdiri di depanku.

Manusia air! Air manusia! Seruku gugup dalam hati. Patung air hidup, seperti jelly, licin. Sosok itu berpostur laki-laki tegap berotot, lengkap dengan kemaluannya. Lebih tinggi satu jengkal dariku. Aku melompat dan melongo. Di sekolah aku diajari bahwa bentuk air berubah-ubah menurut wadahnya, tapi di depan mataku air parit membentuk dirinya sendiri tanpa wadah. Sebuah anomali!

Aku tidak percaya pada penglihatanku. Aku tidak tahu, entah ini benar-benar terjadi atau sekadar halusinasi. Aku tidak bisa memastikannya. Kukucek mataku untuk meyakinkan apa yang kulihat, sosok itu tetap ada. Dia melangkah sangat dekat, tangannya didaratkan di pundakku. Aku seperti disentuh sebuah kantung plastik berisi air. Wajahnya begitu dekat di mataku. Wajah gagah dengan rahang yang kokoh. Aku mengamatinya lebih seksama. Ada yang aneh pada ekspresi wajah dan postur berdirinya: seperti orang yang menahan rasa sakit.

Rasa takut, takjub, bingung, tidak percaya, membuat aku tidak bergerak. Ini dunia fantasi yang begitu nyata. Seperti kataku tadi, saat hal itu menjadi kenyataan, kemampuan alamiku pun hilang, aku tidak lagi bisa menahan cairan hangat mengaliri deras di selakangku. Ngompol.

"Hudor, pahlawan yang gagah berani, jangan takut," sosok itu berbicara. Suaranya bas dan dalam, timbrenya seperti memantul dalam ruangan kaleng yang besar. Yang lebih mengherankan lagi adalah dia tahu namaku – dan melafalkannya dalam pitch yang tepat dan enak didengar, tidak fals seperti kebanyakan orang.

"Namaku Dou. Aku dari kota Noa yang ada di puncak gunung Dewala itu." Dia menoleh ke arah gunung di belakangnya. Aku ikut melayangkan mataku ke dinding besar itu. Tiba-tiba perasaan misterius tentang gunung itu menghinggapiku padahal selama ini aku menganggapnya biasa saja.

"Kaum Noa adalah penjaga air dibumi. Kami tidak berinteraksi dengan semua orang. Hanya dengan orang tertentu."

Tampak sosok itu mengerti kebingunganku.

"Kami bukan hantu, karena hantu tidak memiliki tubuh. Kamu bisa merasakan dan memegang tubuhku. Jadi jangan takut." Sosok itu memaksakan tersenyum.

Degup jantungku mulai stabil, tapi otakku belum bisa bekerja normal.

"Aku adalah utusan dewan kota Noa. Aku datang memberi tahu bahwa kamu ditunjuk untuk menjalankan sebuah misi penting."

PANGGILAN HUDORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang