HOPE

306 80 18
                                    

Airin berharap ini hanyalah mimpi. Dia ingin kembali pada waktu saat di mana dia menunggu Adrian di depan rumah, lebih dari tiga jam agar dia tidak menerima kabar menyakitkan seperti ini.

"Akhirnya kamu datang, Sayang." Sambut Mama Adrian berdiri dari kursi tunggu, dia menangis wanita itu segera memeluk Airin.

"Ta, Tante nggak tahu tapi polisi datang dan membawa kabar ini, Adrian mengalami kecelakaan ... Tante sempat pingsan sebelum pergi ke sini maaf Sayang, kalau Tante terlambat menghubungi kamu ..."

Hardi yang datang bersama Airin mencoba menenangkan Adiknya.

"Sudah dua jam Adrian di dalam sana, Tante begitu khawatir,"

Airin memeluk Mama Adrian dia menangis dengan segala kepanikan melanda. Dia benci berada pada situasi seperti ini karena semua ini hanya mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun lalu, saat Papa dan Kakaknya meninggal dalam kecelakaan tragis.

"Itu dokternya sudah keluar, Sayang."

Airin berusaha menghapus air matanya.

"Gimana keadaan anak saya, Dok? Dia nggak apa-apa, kan?"

"Maaf, saat ini kami hanya bisa memberikan penjelasan dulu tentang anak Anda. Pasien belum bisa melewati masa kritisnya akibat benturan keras di kepala serta kekurangan banyak darah yang segera ditangani. Pasien kemungkinan mengalami koma atau istilahnya tidur berkepanjangan. Hal ini bisa terjadi sehari, dua hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tapi ini hanyalah prediksi semoga pasien dapat melewati masa kritisnya. Kami akan berusaha mengerahkan semua tenaga agar pasien dapat melewati masa kritis, mohon bantu dengan cara berdoa."

"Nggak mungkin ...!"

"Tante!" Airin terjatuh dengan Mama Adrian yang pingsan, Hardi dan Hendra - Papa Adrian segera menggendongnya lalu menidurkannya di kursi tunggu.

Airin menutup wajahnya air mata itu kembali tumpah, tubuhnya gemetaran menahan isak tangis. Dia sangat ketakutan jika sampai terjadi apa-apa terhadap Adrian.

. . . . .

"Saat Om mengetahui kalau Adrian akan segera melamar Airin, tentu Om senang sekali, antusias dan semangat dirinya membuat lebih banyak kejutan untuk Airin, untuk wanita sangat dia cinta setelah Mamanya. Dan pagi tadi dia mengatakan akan pergi membeli cincin tapi semua itu ... batal karena Adrian mengalami kecelakaan dan sekarang mengalami kritis ..."

"Om yang sabar ya? Kita berdoa agar Adrian bisa melewati masa kritisnya," Ucap Dinda yang baru datang mendengar bagaimana sedihnya sosok seorang Ayah, untuk anaknya sedang berjuang hidup.

Dinda kaget dengan berita ini waktu Hardi menghubungi memberikan informasi lalu memintanya datang ke rumah sakit memberikan rasa tenang dan semangat kepada Airin. Dinda mulai berpikir kalau Airin sedang tidak baik-baik saja sekarang karena trauma psikis pernah sahabatnya alami kini terulang kembali. Dan Dinda sangat takut akan hal itu tapi dia hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja.

. . . . .

Dua Bulan berlalu.

Di mana bulan baru ini telah membuat Airin mengurangi rasa sedih di hati. Dia sudah mulai terbiasa menerima kenyataan kalau Adrian masih betah berbaring di sana. Setidaknya Airin masih bersyukur Adrian tidak meninggalkan dirinya. Airin masih bisa menatap wajah damai pria dia cinta setiap hari.

Setiap pulang dari kerja dia tidak pernah mengenal kata lelah terus menjenguk dan menyapa Adrian. Tidak peduli dia pulang sore atau malam, atau saat dia berkunjung dengan batas waktu singkat. Karena menggenggam tangan pria itu adalah sumber kekuatannya sekarang.

FATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang