Sekuat apa pun aku mencoba tidak akan ada yang bisa melawan takdir sudah direncakan sang Pencipta. Dan aku berusaha kuat menerima fakta serta pahitnya sebuah kenyataan. Terkadang meskipun terus terluka aku tetap saja bertahan mencintaimu, jika pada akhirnya aku mengerti apa itu cinta, itu karena kamu.
- Airin
. . . . .
Marah.
Itu ungkapan perasaan Dinda sebagai sang sahabat. Terlebih saat dia baru mengetahui dari Hardi siapa calon istri Adrian.
"Dinda! Aduh! Udah dong! Jangan buat masalah di rumah orang!" Teriak Lisa mencoba memperingati.
"Nggak bisa! Gue tetap harus ketemu perempuan jalang itu! Gue bakal cabik-cabik mukanya pake kuku gue!" Teriak Dinda lalu mengatur napas sebelum mengetuk keras pintu rumah Arumy.
"Dinda please ...? Kita balik lagi ke kantor ya?"
"Buka pintunya! Gue tau lo di dalam! Atau mau gue pecahin jendela rumah lo?! Nggak takut gue!"
Benar saja tidak perlu menunggu waktu lama untuk pintu di hadapan mereka terbuka. Wajah Arumy sudah lama tak terlihat kini terpampang nyata di hadapan mereka berdua.
"Bertamu dengan cara nggak sop -"
Satu tamparan keras tiba-tiba mendarat di pipi kiri Arumy.
"Apa-apaan sih lo?!"
"Elo yang apa-apan! Cukup ya selama ini gue tahan emosi buat wanita jalang kayak lo!" Dinda dengan cepat menahan tangan Arumy ingin menampar wajahnya juga.
"Tangan lo nggak pantas nampar muka gue! Lo udah bikin sahabat gue menderita sampe bikin semangat hidupnya ilang! Lo nggak punya malu dan nggak tau diri! Pake manfaatin kesempatan lo ambil Adrian dari hidup Airin! Dasar jalang nggak guna! Mati aja lo sana!!!!" Teriak Dinda lebih gila lagi bahkan dia mendorong kasar wanita itu.
Arumy tertawa, "Gue dan Adrian adalah pasangan serasi karna bentar lagi kita bakal nikah. Lo tuh harus buka mata selebar-lebarnya kalo bisa nih, sahabat tersayang lo juga perlu periksa ke dokter buat penyakit depresinya." Balas Arumy dengan teriakan kepuasan tapi hanya sebentar karena dia kembali mendapatkan tamparan di pipi kirinya.
"Elo pelacur nggak tau malu!!!!" Dinda berteriak keras lagi sebelum dia ditarik Lisa untuk dibawa pergi secepatnya dari hadapan Arumy.
. . . . .
Airin selalu berusaha tidak membuat keluarga maupun sahabatnya khawatir. Dan hari ini dia memutuskan kembali masuk kerja walau dia yakin mata sembabnya tidak akan mampu menyembunyikan semua rasa kesedihan di hati. Kemudian dalam minggu ini dia harus kuat menghadapi berita menyakitkan itu.
Kenyataan pahit dia telan karena Adrian akan menikah dengan Arumy, pernikahan itu nantinya diselenggarakan di luar negeri. Dia bahkan tidak mendapatkan informasi lebih di mana keduanya akan mengikat hidup semati dalam bahtera rumah tangga.
"Airin!"
Wanita itu menoleh tersenyum mendapati Dinda berlari menghampiri.
"Elo mau ke mana?"
"Ada dokumen ketinggalan di rumah, gue lupa bawa nih mau ambil sekarang."
"Gue temanin ya?"
Airin menggeleng, "Elo lagi sibuk nyusun proposal, kan? Gue bisa sendiri kok."
"Tapi gue khawatir sama lo, terutama beberapa pegawai tadi ngomong tentang sih jalang yang bakal nikah."
"Dinda i'm okay, nih liat gue udah bisa senyum selebar kayak gini. Dan lo nggak boleh sebut seseorang dengan panggilan nggak pantas kayak gitu dia punya nama."
Dinda menahan air mata dia segera memeluk Airin, "Gue sayang sama lo dan maaf, gue nggak bisa hentikan aksi wanita itu buat semua rencana udah dia lakuin."
"Kita nggak akan bisa lawan takdir. Dan gue senang karna lo kasih perhatian lebih sama gue, Dinda gue sayang lo juga."
. . . . .
Isak tangis yang berusaha ditahan sejak tadi kini tumpah begitu saja. Di dalam mobil Airin menumpahkan segala rasa sakit, sedih dan kecewa. Rasa luka dan ketidak mampuannya menghadapi semua ini. Menghadapi dinginnya kenyataan, rasa kehilangan serta sakitnya sebuah takdir tidak dapat terwujud.
Pandangannya mengabur karena air mata karena dia sangat merindukan Adrian hingga rasanya begitu sakit. Jiwanya semakin terluka saat dia tidak akan pernah bertemu dengan Adrian lagi.
"Kenapa ini rasanya sakit sekali ...?"
Karena tidak lagi bisa fokus Airin tidak sadar mobil dia kendarai membuat salah seorang pejalan kaki ingin menyeberangi jalan lalu berteriak panik. Airin yang kaget membanting setir ke kanan tidak lagi dapat mengerem bahkan mengelak, ketika sesuatu yang nyaring dan keras dengan cepat mengenai tubuhnya.
. . . . .
"Sayang, tas pink aku kok nggak ada?"
Arumy menoleh menatap Adrian di samping dirinya. Pria itu sedang sibuk membaca majalah bisnis disediakan dalam pesawat.
"Mungkin terbawa ke dalam koper."
"Gitu ya? Oke deh." Ucap Arumy senyum. Wanita itu melingkari tangannya di lengan kiri Adrian dilanjutkan menyandarkan kepala di bahu kekasihnya.
"Kita sudah beli cincin dan aku sudah lihat seperti apa, bentuk gaun pernikahanku dan kamu. Saat tiba di Swiss nanti kira-kira masih ada yang kurang nggak ya?"
Adrian tersenyum, "Ada."
"Seriusan? Apa? Kok aku bisa lupa ya Sayang? Benar ada barang yang ke tinggalan?"
"Yang ketinggalan itu jejak kaki kamu."
Arumy cemberut dan Adrian sukses tertawa.
"Aku pikir benaran ada yang ketinggalan, tahunya kamu cuma bercanda." Ucap Arumy kembali menyandarkan kepala di bahu Adrian.
Sejenak membayangkan hal-hal indah sebelum kembali memanggil Adrian, "Sayang."
"Hmm." Gumam Adrian kembali fokus membaca.
"Kenapa pilih Swiss sebagai tempat pernikahan kita nanti? Dan di antara banyaknya kota terkenal di sana, kenapa pilihan kamu jatuh di kota Bern?"
"Bern adalah kota impianku sejak kecil kenapa? Karena Mama sering ceritakan dongeng sebelum tidur. Ya walau aku tahu itu hanya sekedar dongeng karangan semata, tapi aku menyukainya hingga sampai detik ini ingin ke sana."
Adrian tertegun dengan wajah menampilkan ekspresi bingung. Dia barusan seperti mendengar sebuah suara terdengar dikedua telinganya, suara asing dan jelas begitu aneh.
"Sayang kamu dengar aku?"
"Apa?"
Arumy cemberut, "Tadi aku tanya kamu kenapa kita pilih Swiss, sebagai tempat pernikahan kita nanti? Terus kamu pilih kota Bern sebagai tempat kita menikah?"
"Nggak tahu hanya terlintas dipikiran, kenapa? Kamu nggak suka kita ke Swiss?"
"Suka dong, kata siapa nggak? Jalan-jalan ke luar negeri adalah impianku."
Adrian tersenyum mencoba kembali fokus membaca. Tapi pikirannya masih tertuju pada suara aneh tiba-tiba datang tadi.
Suara siapa yang menggema di indera pendengarannya barusan?
. . . . .
Suara keramaian terpecahkan dengan datangnya suara dari ambulans. Tampak beberapa polisi sedang sibuk menertibkan jalan, sibuk melihat kondisi mobil yang rusak parah dan sebagainya. Sedangkan mobil satunya terseret beberapa meter ke depan. Satu pengendara dinyatakan kritis kemudian pengandara lainnya hanya mengalami luka ringan.
Menurut saksi mata insiden bermula dari seorang wanita yang ingin menyeberangi jalan. Sebuah mobil sedan melintas di depannya bisa saja mengerem karena membawa laju mobilnya dengan pelan. Tapi sang pengemudi justru membanting setir mobil ke kanan dan dari arah kejauhan, satu mobil lainnya melaju dengan kecepatan tinggi hingga kecelakaan pun tidak dapat dihindari lagi.
. . . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE [END]
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Adrian Rifainoharl (28th) - Baik, tampan, pintar serta CEO dari Relat...