23. Beasiswa

1K 44 0
                                    

Devian masuk ke dalam ruang kepala sekolah itu setelah mengucapkan salam. Ia duduk di kursi tepat di hadapan Pak Dani.

"Kenapa Pak manggil saya?" tanya Devian.

Pak Dani mengeluarkan sebuah amplop cokelat besar dan menyerahkannya ke Devian.

"Ini apa Pak?" tanya Devian bingung.

"Buka saja," pinta Pak Dani.

Devian lalu membuka amplop itu dengan rasa penasaran. Terpampang jelas tulisan BEASISWA UNIVERSITAS AMERIKA disitu. Devian terdiam tak percaya. Beasiswa itu ditujukan untuknya. Universitas yang dimaksud adalah universitas impian Devian sejak dulu.

"Maksudnya ini beneran buat saya Pak?" tanya Devian memastikan.

"Iya, selamat ya Devian. Bapak bangga sama kamu. Kamu terserah mau ambil beasiswanya atau tidak, tanyakan dulu ke orang tua kamu. Yang jelas sayang sekali jika kamu tolak beasiswa ini." jelas Pak Dani.

Devian mengangguk mengerti lalu permisi untuk pulang ke rumah. Orang tuanya tentu saja membolehkannya untuk kuliah di Amerika, tapi Delisa? Ia tidak tega meninggalkan Delisa sendirian. Ia bingung sepanjang jalan memikirkan bagaimana akan menjelaskannya pada Delisa.

***

"DEVIANN!!" teriak Delisa langsung memeluk Devian begitu sampai di rumah. Devian membalas pelukannya.

"Kangen," ucap Delisa.

"Baru aja ditinggal bentar udah kangen." kata Devian.

"Sedetik pun kalau kamu ninggalin aku aku bakalan kangen." ujar Delisa.

Devian terdiam. Ia teringat akan beasiswanya. Apakah Delisa akan kesepian tanpa dirinya? Apakah ia harus menolak beasiswa ini? Tapi universitas itu adalah universitas impiannya sejak dulu. Banyak pertanyaan memutar di kepala Devian. Ia bingung harus bagaimana.

"Kok diem?" tanya Delisa.

Devian tersenyum, lalu mengusap lembut bahu Delisa.

"Kalau nanti gue pergi lama, mungkin setahun atau dua tahun, lo keberatan?" tanya Devian.

"Devian kok ngomong gitu, Devian mau pergi ya? Devian mau ninggalin aku?" ucap Delisa.

Devian menuntun Delisa untuk duduk di sofa, disebelahnya. Devian tersenyum memandang kedua pasang mata Delisa. Hatinya sedih jika harus memberi tahu hal ini pada Delisa. Ia tak kuat untuk melihat respon Delisa nanti.

"Lo mau kan gue jadi orang yang sukses nanti?" tanya Devian.

Delisa mengangguk, "Mau banget, Devian harus jadi orang yang sukses biar orang tua Devian dan aku bangga sama Devian."

"Nah, buat jadi orang sukses, butuh pengorbanan dan kerja keras. Gue boleh kan ngejar impian gue selama ini?" ujar Devian.

Delisa terdiam tak bergeming, ia melamun.

"Del," panggil Devian membuyarkan lamunan Delisa.

"Emang ada apa sih?" tanya Delisa heran.

Devian menyerahkan amplop itu kepada Delisa dan langsung dibaca oleh Delisa. Awalnya Delisa senang melihat tulisan beasiswa disana, tapi raut mukanya berubah jadi sedih ketika membaca kalimat berikutnya.

"Devian mau kuliah di Amerika?" tanya Delisa memastikan.

Devian mengangguk.

"Berapa lama?" tanya Delisa.

"Kalau cepet setahun, kalau lama mungkin bisa dua tahun." jawab Delisa.

Devian menatap Delisa yang masih berpikir. Entah apa yang ada di pikiran gadis di hadapannya itu.

"Devian boleh pergi, Devian harus ngejar impian Devian selama ini. Tapi harus ada syaratnya." ujar Delisa.

"Apa?"

"Devian gak boleh genit disana, kalau ada cewek yang deketin bilang aja udah punya istri yang cantik di rumah." ujar Delisa membuat Devian tertawa sementara Delisa tertunduk malu.

"Iya, gak ada cewek cantik disana, cuman lo yang paling cantik." ucap Devian yang berhasil membuat pipi Delisa memanas karena pujian.

To be continued...

DEVIAN DAN DELISA [ COMPLETE ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang