7. Okan vs Andika

1.3K 174 18
                                    

Keep calm and stay awesome. Itu yang Aurel coba sugestikan pada dirinya sendiri saat mendapati Okan menjemputnya dengan sepeda motor Astrea Grand butut. Demi Kangen Band yang diterjemahkan jadi Longing Band, nggak sekalian tuh Okan datang naik motor roda tiga aja.

"Naik motor, Mas?"

Alis Okan bertaut. Wajah gantengnya memasang ekspresi bingung.  "Harusnya naik apa?"

Odong-odong! Sans, Rel. Senyumin aja. "Kirain Mas bawa mobil."

"Saya nggak punya mobil. Ada juga sepeda motor roda tiga. Merek Tossa."

Sekarang giliran Aurel yang menautkan alis. "Mobil yang tempo hari?" Dia ingat dengan pasti Okan datang ke rumahnya saat lamaran dengan sebuah Avanza hitam.

"Itu mobil sewaan. Saya nggak mungkin kan datang ke rumahmu bersama Bapak dan Ibu dengan sepeda motor roda tiga," jawab Okan tenang.

Oh, seharusnya Aurel sudah menduga kemungkinan ini. "Tapi kita nggak mungkin datang ke rumah Nagita pake motor, Mas." Kecuali motor lo Honda NM4 Vultus yang harganya empat ratus juta.

"Kenapa?"

Aurel memutar otak, mencari alasan logis yang tidak menyinggung Okan. "Soalnya aku agak sensitif sama angin malam, Mas. Kalau kena angin di atas motor, rasa dinginnya langsung merasuk ke tulang sumsum gitu. Masuk angin level parah, pokoknya."

"Oh, maaf saya nggak tahu." Okan tampak menyesal.

Aurel mengibaskan tangan. "Nggak papa, Mas."

"Jadi kita naik apa? Taksi online?"

"Kita bareng sama temen Aurel aja ya. Jeni."

Aurel lalu mencoba menghubungi Jenifer. Semoga sohibnya itu belum meluncur ke TKPUL---Tempat Kejadian Perkara Ulang Tahun.

"Jen, emergency nih. Lo bisa jemput gue dan Okan di rumah?" Aurel bahkan nggak ngucapin halo.

"Bisa."

Aurel mengembuskan napas lega. Uang untuk taksi online bisa disimpan untuk beli cilok. Alhamdulillah. Berkat doa anak solehah.

"Eh, Rel. Okan oke kan?"

Nah, pertanyaan itu aneh. "Oke apanya?"

"Perlu kita make over nggak?"

Aurel sekarang melirik Okan, mencermati penampilan pria itu. Celana jins yang warnanya masih oke, kaus hitam polos V-neck. Cakep sih, tapi ada sesuatu yang kurang. Kurang high class.

"Mmm... Nggak perlu make over. Jen, lo bisa bawain jas buat Okan?" Aurel sedikit menjauh dari Okan dan menjelaskan outfit lelaki itu pada sahabatnya. Selapis jas gaya casual akan menyempurnakan penampilan Okan jadi ganteng maksimal dan nggak kelihatan seperti pekerja pasar.

"Gimana?" tanya Okan dengan seutas senyum di bibir. Jika wanita tersenyum 62 kali dalam sehari, konon katanya laki-laki hanya tersenyum delapam kali dalam sehari. Perbandingan yang sangat tajam. Sayang sekali kalau senyum manis Okan hanya bisa dilihat delapan kali sehari. Ah, Aurel kok mikir hal absurd. Tapi senyum Okan itu enak banget dilihat. Adem gitu rasanya. Kayak terkena tiupan AC ATM.

"Jeni bisa jemput kita," jawab Aurel. "Eh, Mas... Nggak keberatan kan kalau Mas Okan nanti pakai jas pinjaman dari Jeni?"

Kening Okan mengernyit dan Aurel menggigit bibir. Dia harus bisa meyakinkan Okan untuk tampil sedikit lebih ciamik tanpa menyinggung egonya. Maka Aurel buru-buru mengarang alasan.

"Soalnya, pestanya sedikit formal, Mas."

Hebat sekali kemampuan mengarang Aurel. Pasti dulu nilai pelajaran Bahasa Indonesia-nya sembilan.

Cowok Gue Tukang Ikan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang