12. Identitas Diri

719 120 16
                                    

Setelah memutuskan untuk menjadi teman, Yoona terbilang sangat sering mengajak Seohyun untuk main ke kelas Dimas setiap kali jam istirahat. Bahkan tak jarang mereka membantu pria itu menjualkan dagangan rotinya ke kelas lain. Tentu saja hal itu membuat Dimas sangat terharu akan perteman ini.

Senyum puas kini menghiasi wajah ketiganya setelah selesai menjajahkan roti goreng sebanyak seratus bungkus yang dibawa oleh Dimas. Mungkin ini merupakan penghasilan terbesar yang pernah ia dapatkan selama berjualan di sekolah. Karena selama ini ia selalu membawa tiga puluh bungkus saja, dan paling banyak lima puluh bungkus. Namun, kali ini ia berani membawa seratus bungkus karena paksaan dari Yoona, terlebih dibantu menjualkannya juga oleh kedua gadis itu.

"Kalian seriusan gak malu jualan kayak gini?" tanya Dimas, melirik Yoona yang duduk di sampingnya, dan Seohyun duduk di samping gadis itu.

"Ngapain malu? Kan kita jualan, cari uang dengan cara halal. Bukannya mencuri. Iya, kan?" tanya Yoona yang langsung dibalas anggukan kecil oleh Seohyun yang masih sibuk menghitung penghasilan yang mereka dapat.

"Jadi, totalnya tiga ratus duapuluh ribu rupiah." Seohyun menyerahkan uang yang telah ia hitung pada Yoona, lantas langsung dioper ke Dimas.

"Kok lebih duapuluh ribu? Uang kalian berdua bukan? Siapa tau gak sengaja kepake pas ngasih kembalian," ucap Dimas yang merasa heran. Seharusnya pendapatannya dari hasil menjual seratus bungkus roti goreng adalah tiga ratus ribu rupiah, karena satu bungkusnya dijual tiga ribu rupiah.

"Tadi ada beberapa anak-anak yang ngasih uang lima ribu. Nah, pas mau dikembaliin... mereka bilang gak usah. Ya udah, rezeki gak boleh ditolak. Aku bilang makasih aja deh," jelas Yoona.

"Tapi... mereka ikhlas, kan? Aku gak mau nantinya uang yang gak seberapa ini jadi gak berkah," ucap Dimas.

"Ya ampun, Dimas. Tenang aja. Tadi juga aku nanya, ikhlas gak nih? Terus mereka bilang ikhlas, malah banyak juga yang bilang kalo roti buatan Ibu kamu tuh harusnya dijual lima ribu aja. Bahkan kalo dijual di mall bisa sampe sepuluh ribu," celoteh Yoona.

"Sepuluh ribu? Mahal banget. Siapa juga yang mau beli roti goreng seharga segitu? Mending beli nasi padang aja," ucap Dimas, tak habis pikir.

"Yehhh... beneran.," decak Yoona sebal, lalu tiba-tiba terpikirkan sesuatu. "Eh, gimana kalo kamu sama Ibu kamu coba buka tempat jualan di mall deh. Roti gorengnya juga harus punya nama biar banyak dikenal. Pasti laku keras."

"Iya, emang gak pake modal? Nyewa tempatnya aja pasti mahal banget. Sedangkan hasil dari jualan aja cuma cukup buat makan sehari-hari sama jatah sekolah aku sama adek-adek juga. Kalo ada lebihnya ditabung buat keperluan mendadak," jelas Dimas panjang lebar, menceritakan tentang perekonomiannya yang pasti berbanding terbalik dengan gadis itu.

"Kamu... bisa masuk sekolah ini..." Yoona pun terdiam, tak melanjutkan ucapannya. Takut akan menyinggung perasaan pria itu secara tak langsung.

"Alhamdulillah, aku dapet beasiswa. Guru-guru dari SMP aku bener-bener ngebantuin supaya aku bisa masuk sekolah ini pake beasiswa. Aku mau ngebanggain SMP aku, karena di sana aku dikelilingi sama guru-guru yang masyaAllah, baik banget. Di sini juga sama sih, temen-temennya juga baik, kayak kalian," ucap Dimas tersenyum.

"Hebat banget sih kamu, Dim." Yoona mengacungkan kedua jari jempolnya di hadapan wajah Dimas, tersenyum bangga menatap teman barunya itu.

"Eh, aku permisi dulu, ya." Seohyun bangkit berdiri sambil menepuk-nepuk roknya yang sedikit lecek.

"Mau ke mana?" tanya Yoona.

"Kamar mandi. Ikut?"

Yoona langsung menggeleng.

Presiden Jomblo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang