* Perhatian ! Cerita ini mengandung muatan dewasa.
Harap pembaca menanggapi dengan bijak. *
--------------------------------------------------Syafiq duduk di tepi tempat tidurnya. Nisa sedang di kamar mandi. Lama menunggu, Syafiq membuka ponselnya. Pintu kamar mandi terbuka. Syafiq tengah fokus dengan benda hitam kecil di tangannya. Dengan langkah bergetar, Nisa mendekati suaminya. Ah ! Rasanya aneh sekali aku melakukan ini, batin Nisa.
"Gus.... " panggil Nisa pelan.
Syafiq mendongak dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dengan cepat ia memalingkan wajah. Nisa malah nekat duduk di dekat suaminya. Meski ia tahu yang dilakukannya diluar akal sehatnya.
"Kenapa, Gus? Kenapa kau membuang muka...?" tanya Nisa parau. Syafiq akan berdiri, tapi ditahannya.
"Pakai bajumu! " kata Syafiq datar.
"Tidak, aku tidak mau.... " suara Nisa lirih.
"Kenapa kau lakukan ini ?"
Sekarang Nisa yang terkejut, bibirnya ternganga. Air matanya menetes deras dengan sendirinya. "Gus Syafiq tanya kenapa?! " Digigitnya bibir bawahnya menahan gejolak hatinya. " .... saya istri Njenengan, Gus... ISTRI. Tidakkah Njenengan paham apa kewajiban dan hak seorang istri? 1 bulan lebih saya tidak menjalankan kewajiban saya melayani Njenengan. Sekarang saya ingin menunaikannya. Apa saya salah?!"
Syafiq diam.
"Gus.... saya tahu pernikahan kita bukanlah kehendak Njenengan. Tapi Njenengan sudah telanjur mengucap janji untuk menjadi suamiku... tidakkah bisa kita mencoba untuk... "
"Tidak." potong Syafiq.
Hati Nisa seperti teriris.
" Pandang saya, Gus... sekali saja. Pandang sebagai istri... "Syafiq diam lagi. Wajahnya masih memandang tembok. Nisa seperti frustasi. Tiba-tiba Nisa memeluk suaminya, mencium wajah laki-laki dihadapannya dengan antusias. Reflek, Syafiq mendorong tubuhnya.
"Nisa ! Apa yang kau lakukan ? Kau hilang akal ? "
Air mata Nisa berjatuhan. Tubuhnya dipaksa merangkul suaminya." Njenengan yang hilang akal, Gus... Tubuhku ini hakmu. Aku milikmu, Gus. Njenengan bisa menikmatinya. Kenapa malah ...."
" NISA !!!" bentak Syafiq.
Nisa terdiam. Matanya sembab. Wajah cantiknya penuh dengan air mata. Ia tertunduk. Dadanya bergetar. Ini kali pertama Syafiq membentaknya. Rasa malu dan tertolak melanda kalbunya. Jelas, tak ada sedikit pun ruang dalam hati Syafiq untuknya. Ia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.
Merasa sudah keterlaluan, Syafiq kembali duduk. Kali ini dia memandang istrinya. Sungguh, Nisa tidak salah. Nisa sedang meminta haknya. Dan Syafiq tidak pernah menjalankan kewajibannya. Syafiq memegang kepala gadis yang terluka itu.
"Nisa... Maaf... Maafkan aku... Aku sedang berusaha, tapi saat ini aku benar-benar belum bisa... Maaf... Kata-kataku tadi sungguh kasar... Tapi...." Syafiq menarik nafas panjang," ..... ini tentang hati, Nisa. Bukan tentang nafsu semata... Sekali lagi maafkan aku..."Syafiq berdiri, berjalan menuju pintu. Tanpa menoleh, ia berkata, " Aku akan pulang larut... Tidurlah lebih dulu, tenangkan hatimu... "
Pintu tertutup. Nisa masih membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Belum pernah ia sesakit ini. Berapa lama lagi ini akan berlangsung? Saat malam mulai larut, Nisa bergelung dalam kesedihan yang mungkin tak pernah surut.
****
Ruangan itu dipenuhi poster-poster tentang kesehatan. Banyak juga gambar-gambar lucu yang ditempel di dinding dekat timbangan badan. Seorang gadis kecil terbaring pucat di ranjang putih dan sedang memandang wanita berkalung stetoskop disampingnya."Sakit apa, Dok?" tanya Ellia.
Dokter Heni memandang Ellia. " Kelihatannya gak ada yang serius, El. Hanya mungkin dia terlalu banyak pikiran hingga hilang nafsu makan dan tubuhnya jadi lemah. Apa ada hal yang mungkin membebani anakmu? "
Ellia membantu Dokter Heni membangunkan Lala. " Ada Dok.." Ellia mengelus rambut putrinya. Semalam Lala demam, meski sudah turun, dia terlihat sangat pucat. Akhir-akhir ini kata mamaknya, Lala memang sulit makan. Itu sudah biasa. Tapi yang tidak biasa, dia tak lagi periang seperti dulu. Ellia terlalu sibuk hingga lalai memikirkan kondisi hati Lala setelah peristiwa itu. Sungguh itu membuat Ellia sangat menyesal.
" Kalau gitu bicarakan dan hibur dia. Supaya dia cepat pulih juga. Aku beri vitamin dan penambah nafsu makan ya... " Dokter Heni menulis resep.
Lala yang lemah merangkul ibunya. Ellia tersenyum, mencium pipi yang tak lagi tembem itu.
"Nah ini dia... " Dokter Heni menyerahkan kertas itu kepada Ellia. "Cepat sembuh ya sayang.." rayu sang dokter sambil mengecup kening Lala.
Bocah itu masih diam saja.
"Makasi, Dok... "
Mereka keluar dari ruang periksa. Ellia menggendong Lala menuju jalan raya. Dia sudah order ojol. Sambil menunggu abang ojolnya datang, Ellia berjalan-jalan pelan menyusuri trotoar. Lala sudah tertidur. Mungkin karena efek suntikan tadi. Merasa pegal menggendong, Ellia duduk di trotoar.
Triing! Triing ! Triing !
Ponselnya berbunyi. Ternyata si abang ojol yang menelpon. Ia meminta maaf karena tidak bisa memenuhi orderan karena baru saja kecelakaan.
Huft! Ellia menghela nafas berat. Udara sangat panas. Kasihan bila Lala harus menunggu lagi. Ellia celingukan, siapa tahu ada tukang ojek. Nihil. Dia berdiri, mengusap keringat putrinya yang mulai mengalir. Dia mencari nomor telepon, tapi bingung siapa yang akan dia hubungi. Tiba-tiba seseorang menyapanya.
"Ellia.... "
Deg !
Ellia mengenal suara itu. Entah kenapa kepalanya berat untuk mendongak. Ya. Wajah rupawan itu berdiri dihadapannya. Dadanya bergemuruh. Bibirnya bergetar. Matanya terasa memerah. Ingin dia terbang melesat, sayangnya mustahil dengan hampir 25 kilogram beban di tangannya. Lala bergerak-gerak, menggeliat.
" Assalamu 'alaikum.. Maaf, aku tidak sengaja melihat kalian saat keluar dari bank. Lala baik-baik saja? " suara Syafiq terdengar khawatir.
Ellia hanya mengangguk.
Canggung, Syafiq mundur selangkah dan mengalihkan pandangan ke jalan." Kau butuh bantuan ? Aku ...."" Tidak." potong Ellia datar.
Syafiq tahu Ellia pasti masih kecewa dengannya. Tapi menjelaskannya rasanya hanya menambah luka di hati Ellia.
"Sepertinya kau butuh taksi. Anggap saja aku driver yang kau order. Dia sudah tidak nyaman di gendonganmu.... "
Syafiq benar. Lala terus menggeliat. Ah, andai matanya terbuka dan melihat siapa yang ada di sampingnya, mungkin Lala bisa sembuh lebih cepat. Karena Ellia mengerti, putrinya kecewa, ia rindu ayah gantengnya.
"Terima kasih. Tapi saya bisa mencari taksi sendiri." ucap Ellia masih kaku.
"Jangan melibatkan emosi.... Dia akan nyaman bila segera ditempat tidurnya....Dan... Jika kau merasa tidak enak denganku, aku tidak akan mengajakmu bicara, kau bisa membayarku jika itu melegakanmu. Aku hanya ingin mengantarmu pulang. Lala terlihat tidak sehat.... "
Dia benar lagi. Ellia mengatur detak jantungnya. Egois memang bila dia melibatkan amarahnya dengan keadaan anaknya. Menimbang-nimbang, Ellia mengangguk," Baiklah, aku memang butuh segera pulang. Dia demam. Aku duduk di belakang."
Syafiq menganggukkan kepala. Mereka berjalan menuju mobil xpander di parkiran seberang jalan. Syafiq membukakan pintu belakang, dan mengantarkan Ellia pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGGAPAI DUA SYURGA (END) - Sebagian part telah di hapus
RomanceEllia Hakim ingin selalu menjadi ma'mum untuk suaminya. Saat dia hidup bahkan hingga kelak setelah mati. Tapi maut bukan kehendaknya. Ahsan Hadi,suami tercintanya pergi untuk selamanya dan membuatnya menjadi janda di usia yang masih muda. Pertemuann...