8. When Okan Gets Angry, be Like...

1.3K 170 30
                                    

Okan diam sepanjang perjalanan pulang. Jas yang dipinjamkan Jenifer sudah dia lepas. Mendadak dia gerah memakai pakaian itu. Pesta ulang tahun Nagita sama sekali tidak formal. Beberapa pria memang mengenakan jas dengan gaya santai, tetapi Okan juga melihat pemuda-pemuda yang memakai kaus. Lagipula, konsep acara bersifat bebas santai. Apanya yang formal?

Okan mencengkeram erat roda kemudi sampai buku-buku jarinya memutih. Kebohongan Aurel pada pria bernama Andika, kembali bergaung. Manajer bank? Okan mendecih dalam hati. Bank Toyib, kali. Ah, Okan paham sekarang. Aurel malu memiliki tunangan seorang pedagang ikan di pasar.

Mobil menepi di depan rumah Pak Primus. Okan tersenyum kaku pada Jenifer. "Sudah sampai. Terima kasih atas tumpangannya."

Jenifer keluar dari pintu penumpang bersama dengan Aurel lalu berpindah duduk di kabin pengemudi. "Masama, Okan. Makasih juga udah mau anterin kita."

"Jasnya biar saya cuci dulu di binatu," tawar Okan atas nama sopan santun. Biarpun dia tidak suka alasan Aurel mendadaninya dengan jas, Okan tetap harus bersikap sopan pada Jenifer.

Namun, sahabat Aurel itu mengibas. "Nggak perlu. Nanti aku aja yang urus. Aku balik dulu ya. Dah, Aurel. Bye, Okan."

Toyota Yaris merah itu pergi meninggalkan rumah keluarga Aurel, menyisakan sepasang sejoli yang saling mendiamkan semenjak tadi.

Aurel diam seribu bahasa saat Okan menanyainya tentang alasannya berbohong di pesta tadi. Gadis itu memucat, dan memilih kabur mencari perlindungan di balik punggung sahabat-sahabatnya.

"Mas marah ya?" cicit Aurel dan Okan kontan menoleh. Gadisnya itu tertunduk, menekuri jari-jarinya yang lentik.

Ingin rasanya Okan mencubit ujung jari Aurel. Memberi sedikit hukuman karena telah berbohong. Namun...

"Bapak titip Aurel. Bimbing dia. Jangan gampang nyerah."

Pesan Primus bagai dibisikkan ulang ke telinga Okan di tengah suasana malam yang sesunyi ini.

Okan menarik napas panjang. Dia sudah setuju mengambil Aurel sebagai tunangannya, jadi dia juga harus siap menerima segala sifat Aurel, lalu membimbing gadis itu ke jalan yang lurus. Selurus penggaris.

Wanita itu jangan dikerasin, begitulah bunyi nasihat yang pernah dibagikan oleh Pak Maja, sang pedagang bakso, di WhatsApp group Pedang Parang (PErsatuan peDAgaNG PAsar RAme-rame NGangenin). Konon katanya, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, maka jangan dididik dengan keras, nanti bisa patah. Gunakan tingkah laku yang lembut, selembut baju yang dikasih Molto.

Senada dengan nasihat Pak Maja, Ari Lasso dan Ada Band pun mengatakan hal serupa. Sentuh wanita di hatinya dengan sepenuh jiwa karena wanita ingin dimengerti lewat tutur lembut dan laku agung.

Kesabaran Okan sudah diisi ulang, hatinya kini terasa lapang dan luas kayak Stadion Old Trafford. Dia mengerti tentu tidak mudah bagi Aurel menerima profesinya. Setiap wanita pada dasarnya mempunyai khayalan Cinderella. Berharap bertemu pangeran tampan nan kaya raya lalu menikah dan hidup bergelimang harta sampai tujuh turunan. Keturunan kedelapan entah bagaimana nasibnya.

"Tergantung penjelasanmu," jawab Okan akhirnya.

"Aku pernah dipermalukan Kak Dika. Dia nolak aku karena pekerjaan Papi. Menurut Kak Dika, tukang nasi goreng nggak selevel sama dia."

"Karena itu kamu malu dengan pekerjaan saya? Lalu berbohong untuk menutupinya? Tukang ikan dan tukang nasi goreng kedengarannya kayak tetanggaan ya. Sama-sama nggak bergensi. Itu kan yang ada di pikiranmu?"

Okan berhasil menahan agar suaranya tidak naik oktaf. Tetap tenang dan terkendali. Dia juga tidak ingin Aurel ketakutan lalu jadi antipati padanya. Aurel sudah mengangkat wajah tapi masih belum berani menatap mata Okan. Gadis itu memilih menatap tiang listrik di depan rumah daripada melihat tunangannya.

Dari sudut mata, Okan menangkap gerakan di gorden jendela. Sepertinya mereka mendapat penonton. Bu Soraya pasti sedang mengintip dari balik jendela. Semoga tetangga nggak ikut-ikutan ngintip, apalagi sampai merekam diam-diam. Okan tidak ingin videonya masuk tivi di acara Tok-Tokan.

Okan mendesah lelah.  "Mau sampai kapan kamu berbohong? Suatu saat teman-temanmu juga akan tahu tentang pekerjaan saya."

Orang bilang, tak ada gading yang tak retak. Serapi apa pun kita membungkus dusta, kemasan itu akan retak juga dan kebenaran pun terungkap. Eh, kayaknya salah pepatah deh. Intinya, berbohong itu tidak berguna. Sebab akan ketahuan juga cepat atau lambat. Bukankah Rasul pun tidak pernah berbohong?

Aurel kini menoleh ke arah Okan. Sepertinya gadis itu merasa ini saatnya membela diri.

"Mas ngertiin dong situasiku. Harga diriku bisa tercoreng kalau teman-teman di kampus tahu yang sebenarnya. Apalagi kalau Kak Dika sampai tahu. Aurel bisa di-bully habis-habisan."

Lah, apa Aurel pikir harga diri Okan tidak terluka? Pekerjaannya halal dan toyib, tapi tidak diakui oleh sang tunangan. Apa pekerjaan bergengsi hanya berlaku untuk kerja kantoran? Yang terkurung di balik meja seharian denga dasi yang mencekik leher? Lalu bagaimana dengan petani? Tanpa petani, manusia akan makan harapan kosong. Mana kenyang. Demikian juga pedagang. Pedaganglah yang menggerakkan roda perekonomian, bukan akuntan yang sibuk mengurus neraca dalam tabel Micrsoft Excel.

Aurel belum gentar. Dia masih terus menyuarakan pendapat. "Lagian ... Mas Okan kenapa nggak ganti pekerjaan aja? Aku jadi nggak perlu bohong lagi. Mas bisa kan kerja yang lain. Nanti aku tanyain Nagita apa ada posisi kosong di perusahaan ayahnya."

Okan melempar tatapan tajam. Aurel belum tahu ya kalau Okan ini anti korupsi, kolusi dan nepotisme. "Kenapa saya harus berganti pekerjaan? Pekerjaan saya mampu menghidupi saya dengan baik. Saya berani jamin kamu tidak akan kekurangan jika kita menikah nanti."

Sebenarnya masih terlalu dini untuk membicarakan pernikahan, tapi Okan perlu meyakinkan Aurel dengan segala cara. Soalnya, Aurel sepertinya punya banyak stok argumen untuk membantah.

"Mas bahkan nggak bisa beli motor yang bagus, tapi udah janjiin aku hidup enak."

Nah, kan!

Okan melirik Astrea Grand-nya yang terparkir di teras rumah Aurel. Sepeda motor itu masih terawat. Mesinnya pun tidak rewel. Okan sudah memilikinya sejak duduk di bangku SMA kelas satu. Bapak membelinya second dari seorang tetangga sebagai hadiah karena Okan berhasil diterima di SMA favorit.

"Saya nggak ganti motor bukan karena nggak mampu, tapi karena motor itu punya banyak kenangan. Saya nggak mau menjualnya. Daripada dibiarkan menganggur ya saya pakai saja buat operasional sehari-hari."

Okan memijit pangkal hidung. Bukan untuk mengeluarkan upil, tapi karena dia mulai tergoda untuk marah. Oh, kalau bukan karena terlanjur cinta pada putri Pak Primus ini, Okan mungkin sudah mengumpat dan bergegas pergi.

"Kita baru bertunangan satu minggu, Rel.  Saya nggak ingin kita bertengkar. Saya ngerti kamu butuh waktu untuk bisa menerima saya apa adanya dan saya akan memberikan waktu itu.  Sebanyak yang kamu butuhkan."

--------------

Jangan lupa mampir di cerita Novel Lintas Jurusan yang lainnya.

1. PsychoLove oleh WidiSyah

2. Gadis Pukul Empat oleh SukiGaHana

3. Indigo's Love oleh nofiyanti17

4. Magic Drag oleh HalamanBaru

5. Reigl oleh kimnurand_

6. Partnershit oleh bluebellsberry

7. My Contract Boyfriend oleh kumbangmerah

8. Half Blood and King Faith oleh Ry-santi

9. Meretas oleh furadantin

10.  A Teacher Who Became Time Traveller oleh faridusman84

Summon:
HairunnisaYs review woi!







Cowok Gue Tukang Ikan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang