"Mas Bos kenapa?" tanya Bu Diah yang sudah lama menjadi pegawai Janu. Wanita paruh baya itu terlihat heran melihat bosnya bersikap seperti memusuhi Citra.
"Kamu pasti sudah berbuat kesalahan fatal," cercanya.
Citra teringat dengan si boneka barbie. Ia menjadi kepo. Masa hanya gara - gara sebuah boneka, si bos yang cerewetnya minta ampun itu mendadak jadi bisu?
"Nggak tahu, Bu. Padahal aku cuma nggak sengaja menjatuhkan boneka barbie saat sedang membersihkan lemari itu," jawab Citra sambil menunjuk ke arah lemari tempat menyimpan boneka biang onar.
"Wah kamu sudah menabuh genderang perang sama mas bos, dong. Itu boneka bukan sembarang boneka. Itu boneka keramat, tahuuuu..." Bu Diah ikut menyalahkan Citra. Biasa, senior ingin menindas junior. Lumayan ada yang bisa di bully untuk hiburan.
"Jadi itu pesugihannya mas Janu?" tanya Citra dengan mata terbelalak. Sungguh luar binasa? Ternyata ia bekerja pada seorang pemilik pesugihan. Jangan - jangan dia akan dijadikan tumbal dong? Apalagi dirinya sudah bertindak kurang sopan terhadap benda keramat tersebut. Ya nasib...
"Hus, ngawur!" Bu Diah menonyor jidat Citra. Sebagai karyawan yang sudah lama mengenal Janu, ia pun membela bosnya. Jika bos nya memiliki pesugihan, mana bisa bu Diah menjadi karyawan makmur bisa gemuk ginuk - ginuk seperti ini? Pasti saat ini dia telah berada di dunia antah berantah karena sudah dijadikan tumbal.
"Boneka itu pacarnya mas bos," jawab bu Diah tanpa berniat untuk melanjutkan rumpiannya. Mereka harus bekerja cepat karena minggu ini barang harus segera dikirim ke pemesan.
Sedangkan Citra yang masih tergugu, merasa aneh. Dijaman banyak wanita gemar berubah jadi plastik, mas Janu malah sudah memacari benda plastik. Benar - benar edan!
*****"
Citra memasak sup bakso dengan sangat hati - hati. Kejadian dimusuhi oleh Janu benar - benar membuatnya merasa ketakutan. Seandainya saja dirinya memiliki tempat lain untuk berlindung, pasti ia dan Puteri tidak akan terjebak di rumah pria gila ini.
Janu memperhatikan tingkah Citra yang kini lebih sering menyembunyikan dirinya. Ia jadi tidak bisa menatap wanita itu saat tengah menyusui anaknya. Pemandangan indah yang dirindukan kaum pria.
Semenjak kedatangan Citra, Janu merasa heran. Juniornya sering memberontak tanpa bisa ia kendalikan. Padahal ia sudah mematenkan hati dan tubuhnya hanya untuk Kia... Kia... dan Kia.
Janu sudah menutup pintu hatinya rapat - rapat dan tidak mengijinkan wanita lain hadir. Selama ini ia berhasil menahan hasratnya, namun semenjak menyaksikan benda padat, kenyal, putih dan mulus milik Citra. Jiwanya mulai meronta - ronta.
Janu menatap Kia versi boneka. Selama ini ia menyimpan dan mengunci perasaannya di sana. Janu berharap tidak akan ada yang mengusik hatinya. Namun setelah sepuluh tahun, haruskah ia mengingkari sumpahnya?
Citra baru saja selesai menyusui Puteri. Kini sudah waktunya ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Jangan sampai mas bosnya semakin marah.
Bunyi ketukan pintu di kamarnya membuat Citra buru - buru membenahi kancing bajunya. Sayangnya Puteri masih ingin menyusu.
"Sudah dulu ya, Nak. Mama harus bekerja lagi!" Citra berusaha menenangkan anaknya sambil berjalan menuju pintu.
Jantungnya nyaris lepas saat melihat Janu sudah berdiri di depan kamarnya. "I..iya Bos, sebentar lagi aku ke studio. Ini Puteri belum tidur," jawab Citra dengan rasa khawatir.
"Biar aku yang mengajaknya bermain," jawab Janu.
"Eh, jangan...! Beri aku waktu 5 menit. Dia pasti akan kutidurkan!" Citra berusaha mencegah bosnya menyentuh Puteri. Jangan sampai anaknya di keep untuk dijadikan tumbal. Citra nggak akan rela, karena hanya Puteri satu - satunya kerabat yang ia miliki.
"Kamu pilih menurut atau ku usir dari rumah ini?" Janu mengintimidasi Citra. Dan ancaman itu berhasil membuat Citra beringsut untuk memberi jalan masuk pada Janu.
Sepanjang siang itu, Citra terlihat gelisah. Bu Diah sampai memarahinya karena pekerjaan Citra terlalu lamban.
"Cit, kerja yang bener. Ini bukan perusahannya 'mbahmu' loh ya. Kamu nggak bisa seenaknya sendiri!"
"Bu, aku takut anakku dijadikan tumbal sama mas bos. Sekarang Puteri sedang bersama mas bos," curhat Citra dengan wajah khawatir.
Bu Diah batal membully Citra. Ia justru tertawa terpingkal - pingkal. Dalam hati wanita paro baya itu merasa lega. Janu yang selalu bersikap dingin dengan perempuan, akhirnya menunjukkan ketertarikannya pada seorang bayi.
"Alhamdulillah, mas bos masih normal. Semoga setelah ini dia menemukan jodohnya," doa bu Diah sambil melanjutkan pekerjaannya.
Akhirnya pekerjaan Citra di studio selesai juga. Ia segera masuk ke kamarnya. Dilihatnya Puteri masih tertidur lelap. Namun rasa lega itu berubah menjadi teriakan panik saat melihat boneka barbie milik Janu tergeletak di samping anaknya.
"Aaaaaaa..."
Teriakkan histeris Citra membuat Janu segera berlari ke kamar Citra.
"Ada apa?" tanya pria itu yang berhasil masuk kamar karena pintunya tidak dikunci.
Bukannya memperoleh jawaban, tapi Citra langsung menghadiahinya dengan pukulan membabi buta.
"Kamu kejam..."
"Lho, eh?" Janu berusaha menangkis pukulan Citra dengan perasaan bingung.
"Kamu tega numbalin anakku buat piaraanmu!" teriak Citra yang akhirnya menghentikan pukulannya dan kini menunjuk boneka barbie milik Janu.
Suara tangisan Puteri membuat keduanya terdiam. Citra menoleh dan buru - buru menghampiri bayinya. Dipeluknya Puteri dengan perasaan lega. Ternyata anaknya masih hidup.
Janu mendekat untuk meraih bonekanya. "Aku tadi memakai ini saat menemani Puteri bermain," ucap Janu yang membuat Citra menoleh dan menatap bosnya.
"Bukannya itu pesugihannya Mas Bos?" tanya Citra sambil menunjuk barbie Kia dengan tatapan ngeri. Janu yang melihat ketakutan Citra hanya tertawa.
Citra semakin merapatkan pelukannya untuk melindungi Puteri. Mas bosnya memang beneran gila.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggung Untukmu (Sudah tersedia ebook di Playstore)
General Fiction"Aku bersedia membantumu untuk membalas dendam pada suamimu" Januar Pribadi "Aku bersedia melakukan apapun asalkan keinginanku tercapai." Citra Larasati Simbiosis Mutualisme yang membuat Citra galau antara memilih untuk membalas dendam terhadap mant...