Rencana liburan

18 3 0
                                    

Duri Dalam Daging

Rumah tangga akan terasa sempurna, jika satu sama lain saling melengkapi. Saling menjaga kesetian dan kepercayaan masing-masing. Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan satu sama lain.

Itulah harapanku untuk suamiku.
Aku sangat bahagia memiliki suami, yang begitu baik, perhatian dan lembut dari sifat dan cara bicara. Namun ada sesuatu yang kurang didalam, pernikahan kami. Sampai saat ini Tuhan belum, mempercayai ku menjadi seorang ibu. Kadang aku merasa iri, melihat mereka yang bercanda ria bersama anaknya.

Seperti biasa, pagi ini aku menyiapkan sarapan pagi untuk suamiku. Suamiki bernama Tio. Ia bekerja disebuah perusahaan textile. Mas Tio bekerja sebagai staff accounting.

"Mas, ini Roti dan susunya," Aku menyodorkan segelas susu dan roti.

"Iya, makasih Muti."

"Iya, sama - sama Mas. Oh ya Mas, alhamdulilah bisnis online ku, lumayan Mas."

"Bagus lah, oh ya minggu depan kita liburan. Yuk De, ke Bali atau ke Semarang," ajak mas Tio.

"Terserah kamu  Mas, aku ikut aja."

Mas Tio tersenyum ke arahku, senyumanya masih sama. Senyuman saat kami pertama bertemu. Setelah selesai sarapan, aku mengantar mas Tio hingga pintu depan. Tak lupa aku salim kepadanya, sebelum berangkat kerja mas Tio selalu mencium keningku. Tak jarang tetangga sekitarku, merasa iri dengan pernikahan kami. Walaupun usia pernikahan kami, sudah menginjak lima tahun mas Tio tetap sama dia tetap seromantis yang dulu.

Hari ini pekerjaan rumah, tak terlalu banyak. Perlahan lahan aku membereskan ruang kerja mas Tio, banyak catatan kecil berisi puisi untuk almahrum ibu mas Tio. Aku tersenyum membaca, bait demi bait puisi yang ditulis suamiku.

Satu minggu berlalu, ternyata mas Tio sudah mempersiapkan segala keperluan liburan kami. Mulai dari membeli tiket, tempat penginapan. Alat transportasi saat kami berlibur, sudah mas Tio siapkan. Rasa sayangku saat dalam ke padanya.

Hari ini adalah hari keberangkatan kami ke Semarang, mas tio terlihat tampan ia berpenampilan  layaknya anak muda beda seperti biasanya. Aku pun tak kalah, aku ingin selalu cantik didepan suamiku.

Tak lama sebuah taksi datang, mas Tio lalu mengandeng tanganku. Mengajakku masuk ke dalam mobil.

"Mas rencanaya kita mau kemana?"

"Ketaman bunga aja dulu ya De. Disana indah banget."

"Oke Mas, aku tau suamiku ini is the best," Aku mencubit hidung mancungnya.

Mas Tio membalas cubitanku, ia mencubit pingangku. Membuatku merasa geli.
Pak supir yang melihat tingkah laku kami, hanya tertawa.
Aku memilih pergi ke Semarang menggunakan pesawat, agar waktu yang ditempuh tidak terlalu lama.

Tibalah kami bandara Semarang, terlihat adik mas Tio, sudah menunggu didepan bandara.

"Hallo Mas Tio, Mbak Muti," sapanya.

"Hallo Danu," jawabku.

"Udah yok buruan, hari mau hujan. Lihat tu langit udah mendung," ujar mas tio.

Kami bertiga bergegas masuk kedalam mobil, ada rasa senang jika kembali kekota Semarang ini. Kota dimana aku dan mas Tio bertemu, sebelum ahirnya mengikat janji suci.

Perjalana dari rumah tidak cukup jauh, hanya lima belas menit. Danu adalah adik mas Tio, mereka hanya dua bersaudara.

Mobil berhenti disebuah rumah bercat putih, dengan desain belanda kuno. Tak ada yang berubah dari rumah peninggalan almahrum bapak, mas Tio.

Langit yang biasanya berwarna biru, berganti dengan mendung. Tetes- tetesan air mulai menjatuhi bumi. Hujan lebat mengguyur kota Semarang, membuatku merasa sedih. Karena tour kami menjadi tertunda.

Malam ini aku dan mas Tio, sedang duduk bercengkrama di teras depan sambil memandangi rintikan air hujan.

"Jangan marah ya De, maaf," ucap mas Tio.

"Enggak papa Mas, ini kan bukan salah Mas."

"Hey," Danu mengejutkan kami berdua.

"Danu apa- apaan sih?" Mas Tio terlihat kesal.

"Maaf Mas, lagian Mas Tio dan Mbak Muti kaya orang pacaran aja. Kan bikin Danu baper."

"Huuu Lebay," ejekku.

"Bener Mbk, aku ini jomblo akut Mbak. Siapa tau Mbak Muti punya kenalan. Kenalin ke aku ya Mb," pinta Danu.

"Ehm wani piro?" ledekku.

"Segitunya Mbak, sama adek sendiri."

"Iya, iya bercanda."

"Danu apa enggak lebih baik, kamu ikut mas ke jakarta, disini kamu tinggal sendiri."

"Enggak lah Mas, danu nyaman disini. Nanti aja nunggu danu wisuda. Danu nyusul Mas ke jakarta."

"Ya terserah awakmu wae," ucap mas Tio.

Pagi hari yang indah, wajahku nampak bersinar.Seperti sinarnya matahari, kukenakan pakaian terbaikku . Agar mas Tio tidak berpaling dengan yang lain.

"Cie cantiknya," goda Danu.

"Iyalah, gimana Danu. Bagus enggak?"

"Perfect Mbak."

Mas Tio keluar dari dalam kamar, ku lihat wajahnya sumringah. Ia tak henti-hentinya melempar senyum kepadaku dan juga Danu.
Aku dan Danu saling pandang, lalu kami tertawa sambil menduduk.

"Ayo Dek, cabut" Mas Tio menggandeng tanganku.

"Mas, aku mau tanya?"

"Iya, katakanlah sayang."

"Sekarang lagi trend ya, pakai sandal tertukar satu sandal gunung, satu sandal jepit."

Mas Tio segera menundukan kepala, ia mengamati sandal yang ia kenakan.

"Ia Dek, lagi hits," Mas Tio kembali ke dalam kamar.

Aku dan Danu tak bisa menahan tawa, setelah menunggu beberapa menit. Mas Tio keluar kamar, lalu mengajakku pergi dengan mobil yang sudah ia pesan. Sebenarya dirumah ada mobil, tetapi itu milik Danu. Mas Tio tidak ingin kedatangannya merepotkan adik, semata wayangnya itu.

Hari ini kami mengitari kota semarang, mulai dari Lawang sewu, Taman bunga bandungan kami mengahiri tour kami. Dengan menikmati malam bersama disebuah restauran ternama di Semarang.

Aku memesan beberapa makanan, salah satunya makanan kesukaan mas Tio.

"De aku jangan lupa, kepiting pedas manis."

"Siap Mas, Mbak dua kepiting pedas manis, dua jus lemon, dua air putih ya," ujarku.

"Baik Mbak," ucap pelayanan lestoran.

"Kamu udah pesan jus, pesen juga air putih?" tanya mas Tio.

Aku membalas pertayaan mas Tio dengan senyuman, seorang pelayaan mendekati ku dan mas Tio  dengan membawa pesanan yang aku pesan.

"Silahkan Mas, Mbak pesananny."

Nampak mas Tio, memperhatikan wajah pelayaan itu.

"Arif," ucap mas Tio.

"Tio," balasnya.

Mas Tio dan Arif saling berpelukan.

"Kamu, kenapa Rif. Bukanya kamu manager perusahaan."

Arif menceritakan semua yang terjadi kepada mas Tio. Mulai dari perusahaannya bangkrut, semua asetnya dijual. Hingga kini ia tinggal di rumah mertuanya.

"Yang sabar ya Bro, aku ikut perihatin atas apa yang terjadi sama kamu," ucap mas Tio.

"Iya enggak papa Bro, lo masih dijakarta kan? Kalau ada lowongan kerja ditempat Lo. Kabari gue ya Bro."

"Siip."

"Oh ini istri Lo, si Mutia Dewi itu kan?"

"Iya siapa lagi, bini gue cuma satu. Ini aja enggak habis- habis," celetuk mas Tio.

Aku mencubit pipi mas Tio, mas Tio menjerit merasa kesakitan.

Duri Dalam DagingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang