[3] Amarah Kanya

1.3K 285 100
                                    

“Suka tidak suka, mau tidak mau.
Inilah hidup, kita tetap harus melewati ujiannya.”

✨ Happy Reading✨


Satu Minggu bukan waktu yang singkat bagi Kenzi melupakan kejadian tersebut begitu saja. Perkataan-perkataan para tetangga yang kenyataanya tidak tahu apa-apa harus terus-menerus Kenzi dengar menusuk ulu hatinya.

Tidak tahan lagi berada di lingkungan tersebut, cowok itu memutuskan pergi dari rumah mencari tempat tinggal sementara akibat masih trauma,  menyaksikan sendiri kematian merenggut nyawa orang yang ia miliki satu-satunya di dunia.

Kenzi menekan bel berulang kali, ia berdiri tepat di depan pintu rumah Dimas terletak di salah satu perumahan elit kota Jakarta. Selama satu minggu pun Kenzi tidak masuk sekolah tanpa surat izin. Ia memilih mengobati luka hatinya dulu, dari pada datang lalu mendengarkan perkataan tidak mengenakkan lagi nanti dari teman-temannya.

Saat ini hanya ada satu orang yang bisa Kenzi andalkan minta pertolongan, Dimas. Tak berselang lama kemudian, pintu rumah terbuka lebar. Dimas terbelalak kaget melihat kehadiran Kenzi malam-malam datang ke rumahnya membawa tas ransel, laki-laki itu juga memakai topi dan jaket terlihat seperti penjahat berparas tampan.

“Ken? Lo kemana aja?” tanya Dimas.

Kenzi sempat terdiam memikirkan bagaimana cara ia menyampaikan tujuannya datang. Akan sangat menyesali jika ia harus kembali ke rumah itu lagi.“Gue bisa minta tolong bantuan Lo Dim?” akhirnya kata itu terucap dari bibirnya.

Dimas lantas mengiyakan dengan senang hati. Ia mempersilakan Kenzi ikut masuk ke dalam rumahnya. Kebetulan kedua orang tua Dimas dua hari lalu pergi keluar kota, hanya ada ia dan asisten rumah tangga saja di rumah. Kemungkinan orang tua Dimas akan kembali dua tiga hari ke depan.

“Lo kemana aja?” Dimas bertanya lagi.

Hening cukup lama, Kenzi melepaskan topi dan jaketnya. Lalu duduk di atas sofa bed kamar Dimas.

“Dim, apa selama ini gue salah hidup?”

“Lo nanya apa sih? Setiap orang itu berhak hidup. Karena kita nggak pernah minta untuk di lahirkan ke dunia.”

Boleh Kenzi mengatakan, bahwa Dimas mengatakan hal itu karena dia pada dasarnya tidak pernah tahu bagaimana rasanya berada di posisi Kenzi. Sedari kecil hidup Dimas berkecukupan, bertolak belakang dengannya. Orang tua lengkap, bisa di bilang Dimas memiliki segalanya. Sedangkan Kenzi? Bukan dari segi materi saja ia kekurangan, orang tua pun ia kekurangan.

Sikap tempramental yang sering kali bapaknya tunjukkan padanya membuat Kenzi takut. Tak jarang banyak luka memar di tubuhnya akibat pukulan. Kalau saja ia tidak bisa bertahan, sudah pasti Kenzi tidak pernah hidup sampai hari ini.

“Bokap gue, dia bu---nuh diri Dim.”

Dimas semakin membelalakkan matanya tidak percaya apa yang baru ia dengar dari temannya itu. Bunuh diri? Lantas ini yang menjadi alasan Kenzi tidak masuk sekolah selama satu minggu? Dimas berusaha menetralisir rasa keterkejutannya. Tetap tenang demi mendengarkan penjelasan Kenzi lebih jauh lagi.

“Lo lagu bercanda Ken?”

Dan ia menggelengkan kepala, “Itu kenyataan yang sampai hari ini masih gue anggap mimpi.” ucapnya lirih.

Dimas menepuk pundak Kenzi dua kali sebagai isyarat agar laki-laki itu tetap kuat melewati cobaan hidupnya. “Lo bisa tinggal di sini selama yang Lo mau Ken,”

Malam itu, Kenzi menceritakan seluruh kisah hidup yang selama ini ia pendam sendirian pada Dimas.

••••••

Apa Aku Salah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang