49. Cinta bukanlah yang terpenting

9.4K 1.3K 249
                                    

Selamat bermalam minggu, Kakak2 😘

* * *

Katanya, salah satu cara yang dapat dicoba agar seseorang yang coma bisa sadar kembali adalah dengan terus mengajaknya bicara, atau rajin mengaji di sampingnya. Maka sejak Haris menggantikan jadwal jaga orangtua Haiva, Haris terus berada di samping ranjang Haiva dan mengajaknya bicara. Membicarakan hal-hal yang selama ini terlewat mereka bicarakan: perasaan-perasaan yang terpendam, ketidakpuasan yang tertutupi, kesalahpahaman  yang perlu diluruskan. Meski Haiva diam saja, Haris sungguh-sungguh berharap gadis itu mendengarkan penjelasannya.

"Cepat bangun," kata Haris setelah menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka selama ini. Ia menggenggam dan membelai jemari Haiva. "Supaya Iva bisa membalas kelakuan saya yang menyebalkan ini."

Selepas sholat Maghrib hingga menjelang waktu sholat Isya, Haris juga sengaja mengaji pelan di sisi Haiva. Benar rupanya, musibah yang diberikan Tuhan tidak selalu merupakan hukuman. Bisa jadi itu adalah bentuk cobaan dan peringatan, agar manusia kembali mengingat Tuhannya. Buktinya Haris jadi menyempatkan diri membaca Al Quran, setelah selama ini disibukkan urusan pekerjaan dan kegiatan duniawi.

Haris sedang makan malam (dari kotak bekal yang disiapkan Pak Amir)  sambil memeriksa laporan bulanan KPI berbagai departemen di divisi Industrial Affairs ketika pintu ruang rawat Haiva terbuka. Seseorang dengan jas dokter masuk ke dalam ruangan.

Haris meletakkan kotak makannya dan beralih dari laptopnya, lalu berdiri menyambut dokter tersebut.

"Pak Haris," dokter tersebut menyapa Haris dengan sopan.

"Dokter Raka," balas Haris sambil melangkah mendekat.

Raka berhenti di bagian kaki ranjang Haiva, sementara Haris di sisi ranjang.

"Baru selesai praktik, Dok?" tanya Haris berbasa-basi.

"Iya Pak. Hari ini pasien agak banyak. Musim hujan, jadi banyak anak yang batuk-pilek," Raka menjawab dengan sopan.

Setelah kecelakaan itu terjadi, Haiva ternyata dilarikan ke rumah sakit yang kebetulan tempat Raka bekerja.

"Apa sudah ada perkembangan, Pak?" tanyanya kemudian sambil mengerling gadis di hadapannya yang masih terbaring diam.

"Masih belum ada respon meski saya ajak ngobrol."

Raka mengangguk sambil mengamati gadis di hadapannya. Beberapa luka pecahan kaca di wajah Haiva sudah mulai membaik. Barangkali dalam waktu beberapa hari luka itu akan sembuh dan tidak meninggalkan bekas lagi. Hanya luka memanjang di bagian kanan wajah Haiva, dan cedera pada kakinya, yang perlu dikhawatirkan nantinya. Tapi sebelum itu, yang terpenting adalah pulihnya kesadaran Haiva dulu.

"Saya tadi bicara dengan dokter yang menangani Iva," kata Raka kemudian. "Menurut beliau, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menunggu sambil terus berusaha memberikan stimulasi agar dia bangun."

Haris mengangguk, mengerti.

"Kita sama-sama berharap Iva segera sadar. Tapi kita juga tidak tahu kapan Iva akan bangun. Jadi saya sudah bicara dengan orangtua Iva dan kami berencana membawa Iva pulang ke Solo kalau selewat 2 pekan Iva belum sadar juga dan kondisi fisiknya sudah memungkinkan perjalanan jauh."

CERITA YANG TIDAK DIMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang