Ting ... terdengar suara denting buzzer alarm lift bersamaan dengan munculnya angka 30 pada display di sisi pintu. Kedua pintu lift kemudian terbuka lebar.
Keluar dari lift kami berbelok ke kiri dan menemukan penunjuk arah yang tertera di dinding ... Oh unit kami berada di ujung koridor kanan.
Setelah melewati unit 11 dan 12 di kiri koridor, kami tiba di hadapan sebuah pintu berwarna putih.
Ada yang tak lazim, ketika pintu dibuka kami langsung berhadapan dengan dinding yang membentuk koridor sempit ke arah kiri, lalu berbelok ke kanan dan bertabrakan lagi dengan sebuah dinding yang membentuk koridor pendek lainnya, setelah itu berbelok lagi ke kiri menuju sebuah koridor panjang. Penuh liku!
Di sisi kanan koridor pendek terdapat sebuah kamar mandi yang terlihat dingin, sedangkan di sisi kanan koridor panjang terdapat sebuah kamar dengan jendela yang menghadap ke arah The Jazz Corner di sisi kanan bangunan. Kamar utama terletak di ujung koridor panjang yang bersisian dengan sebuah living room bernuansa moderen minimalis. Sebuah pantry, meja makan dengan empat kursi, sofa, dan sebuah smart tv melengkapi suasana nyaman di living room itu.
Dari teras melebar yang terhubung dengan living room dan kamar utama, nampak di kejauhan Bolte Bridge yang membentang di atas Yarra River. City view Melbourne begitu indah dinikmati dari sudut ini.
Siang hingga malam hari itu kami habiskan dengan wisata kuliner, mulai dari menu Eropa hingga Asia yang tersaji nyaris di setiap sudut kota yang sempat kami hampiri.
Malam harinya kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
Dari penghentian tram di Queen St kami berjalan kaki menyusuri La Trobe St, sambil melawan dingin malam yang menyusup ke setiap pori di wajah. Aro minta izin berjalan duluan menuju hotel karena gejolak tak terkendali di sistem pencernaannya.
"Aku kenyang bego nih ... duluan ke hotel ya," ujar Aro berpamitan.
"Udah pegang kartu hotel?" tanya Aya.
"Udah ada, Bun!" ujar Aro mengeraskan suaranya sambil berjalan cepat meninggalkan kami.
"OK sampe ketemu di kamar!" ujarku.
Aku, Aya, dan Zio mampir ke sebuah convenience store di pojok persimpangan La Trobe St dan Singers Ln untuk membeli beberapa botol air mineral dan kopi panas. Sepuluh menit kemudian kami bertiga berjalan lebih cepat menuju hotel. Gigitan dingin malam itu sudah tak mampu membedakan antara permukaan aspal dan kulit manusia!
Setibanya di kamar, Aro nampak duduk di sofa menikmati video musik dari salah satu kanal Youtube. Suaranya terdengar keras.
"Aro kecilkan volumenya!" ujar Aya.
"Wah untung kalian sudah pulang," ujar Aro sambil mematikan tv dan beranjak dari sofa.
"Ada apa?" tanya Zio.
"Gak ada apa-apa ... males aja sendirian", jawab Aro sambil memberi sinyal agar aku mengikutinya menuju ke kamar mereka.
Setibanya di kamar Aro sedikit merapatkan pintu.
"Kenapa?" tanyaku setengah berbisik.
"Tadi ada beberapa kali ketukan di pintu," ujar Aro menyampaikan keganjilan yang ia rasakan saat sendirian di unit 13 itu.
"Ketukan di pintu mana?" tanyaku sambil menunjukkan sikap tenang biasa-biasa saja.
"Pindah-pindah ... tapi semua terdengar dari seluruh pintu yang ada di unit ini," jelas Aro.
"Mungkin pengaruh angin dan perubahan suhu malam," ujarku sambil meninggalkan kamar itu menuju ke living room.
Wajah Aro nampak kurang puas dengan penjelasanku barusan.
Aya dan Zio terlihat sedang menyiapkan empat cangkir kopi panas dan biskuit ringan di atas meja makan, modal kami untuk menghangatkan diri sebelum menuju peraduan malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE LADY
FantastiqueSebuah kisah nyata. Rayya, Aya, Aro, dan Zio singgah sejenak ke Melbourne sebelum bertolak ke Sydney. Mereka menginap di Oaks Melbourne on William Suites, tempat dimana Rayya berjumpa dengan sosok wanita putih penghuni Unit 13 di lantai 30 penginapa...