Risih

32 4 0
                                    

Malam itu kami tiba di kamar setelah seharian mengunjungi beberapa destinasi wisata di Melbourne.

Selepas berbincang dan menghabiskan minuman hangat, seperti biasa kami mulai packing barang agar check-out besok tak disibukkan lagi oleh urusan koper.

"Udah beres semua?" tanya Aya ke anak-anak.

"Dikit lagi nih," jawab Aro.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Aya lagi.

"Gak usah ... udah beres kok, Bun!" ujar Zio menolak bantuan Aya.

"Jangan lupa pisahkan pakaian kotor," pesan Aya sambil meninggalkan mereka berbenah di kamar.

"Okeeeyyyy ..." balas mereka seperti biasa.

Malam itu kami tertidur lelap dalam dekapan malam musim dingin di Melbourne.

Alarm berdesum membangunkanku untuk mandi dan sholat Shubuh. Aku sengaja bangun lebih dahulu dari Aya dan anak-anak agar bisa menyiapkan keberangkatan pagi itu.

Setelah mengatur suhu air di ruang shower, kutanggalkan seluruh pakaian untuk mandi dan keramas dengan air hangat sepuasnya.

Saat rasa hangat mulai mengalir ke seluruh tubuh, tiba-tiba muncul sosok wanita putih itu persis di hadapan pintu kaca shower di sisi kananku.

"Hey jangan mengganggu!" bentakku merasa sangat terusik.

Kunaikkan suhu air panas agar pengembunan di dinding kaca shower semakin memutih, karena terasa risih mandi disaksikan oleh mahluk astral tak beradab seperti ini.

"Aku datang dengan teman priaku," ujar wanita putih itu.

"Jangan mendekat ... kalian tunggu saja di pojok kamar mandi!" ujarku setengah memaksa mereka.

"Bicara saja apa maksud kalian menghampiriku?" tambahku sambil tetap menjalani prosesi mandi pagi itu.

"Kalian pergi dari sini pagi ini, kan?" tanya wanita itu.

"Sudah tentu sesuai jadwal kami, dan bukan karena desakan kalian!" tegasku agar mereka tak besar kepala.

Sosok mahluk astral yang pria berusaha mendekat ke ruang shower, nampaknya ia merasa tak senang dengan ucapanku barusan.

"Ada masalah ... mengapa mendekat ... kalian tadi sudah kusuruh tunggu di pojok, bukan?" ujarku menatap ke mahluk astral pria yang wujudnya tak sempurna itu.

"Anda bukan penghuni gedung ini ... kembali saja ke gedung seberang!" ujarku kepada sosok mahluk astral itu.

Mahluk astral berkelamin pria itu berbalik ke pojok ruang kamar mandi.

Setelah mandi dan keramas kutarik handuk yang menggantung di pintu shower. Kukeringkan seluruh tubuh dan mengenakan pakaian dalam yang telah disiapkan Aya semalam. Selepas itu aku berwudhu dan menutup kembali ruang shower.

"Ada apa ... apa maksud kalian menghampiriku saat mandi?" ujarku sambil menggantung handuk.

"Kalian harus pergi dari tempat ini sesuai janji," ujar sosok wanita putih itu.

"Siapa yang berjanji?" ujarku.

"Anda dua hari lalu!" ujar wanita putih itu merasa tak senang.

"Itu pernyataan jadwal ... bukan janji!" balasku tegas.

"Tapi kalian jadi pergi, bukan?" tanya sosok pria berwajah tak sempurna itu.

"Bukan urusan kalian, dan tidak ada kewajibanku untuk menjanjikan sesuatu kepada spesies kalian!" Balasku sambil menjentikkan sisa-sisa air wudhu di kedua tanganku.

"Akhhhhhhrrrr ... Anda menyakiti kami!" teriak sepasang hantu asing itu.

Wajah wanita itu berubah samar kemerahan seakan sedang menahan sensasi rasa sakit dan panas. Sedangkan hantu pria membalikkan tubuhnya menghadap ke arah dinding. Ternyata bukan hanya penampakan wajahnya saja yang tak sempurna, tubuh bagian belakang hantu pria itu pun terlihat dipenuhi bekas luka memanjang dari leher hingga ke pinggang kirinya.

"Jika selesai sholat Shubuh kalian masih ada di sini, kalian akan merasakan sesuatu yang lebih menyakitkan!" ujarku sambil meninggalkan kamar mandi.

Setelah kuselesaikan sholat qobliah dan sholat Shubuh, segera kubangunkan Aya dan anak-anak.

WHITE LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang