"Kamu harus punya anak dari Mas Torra, Ra. Karena Mama yakin dia nikahin si Inna cuma karena bayi dalam perutnya aja!" ujar Theresa, menatap lurus ke jendela berkaca putih tebal.
Saat ini, ibu kandung Torra itu kini berada di rumah Laura di kota Kupang, menginap sejak dua hari lalu dan belum berniat untuk pulang ke tempat tinggalnya di kabupaten Kupang, "Apa Mama juga menginginkan anak itu?"
Laura tak merasa keberatan dengan kehadiran Theresa, merasa lebih baik ketika dirinya memiliki pembela, "Menjijikkan! Mama yakin itu bukan bagian dari keturunan Mahardika."
"Kalau begitu, singkirkan anak itu! Bagaimana pun caranya!""Baiklah. Beri tahu saja bagaimana cara menyingkirkan janin sialan itu, bila perlu ibunya sekalian!" Bahkan keberuntungan seolah berpihak padanya, mana kala tingkat kegilaan si paruh baya Theresa, berada satu level di atasnya.
Bersama tubuhnya yang memutari meja kaca di sisi kanan ruangan tersebut, Laura pun berkata-kata lagi sembari menatap Theresa.
Laura baru saja mendapatkan pesan singkat dari seseorang di layar ponselnya dan sudah tak sabar untuk melanjutkan aksi berikutnya, setelah Torra menolak bertemu, "Mama aku antar pulang saja ya? Bawa sekalian sama kue pesanan aku, karena katanya Torra hari ini perempuan sialan itu udah boleh pulang ke rumah. Berusahalah supaya dia memakannya, karena dengan begitu, apa yang aku lakukan nggak akan sia-sia belaka!"
Meski sempat membelalakan kedua bola mata akibat mendengar rencana jahat Laura, Theresa nyatanya sangat antusias menyambut kelicikan Laura. Ia menanggapi apa yang wanita muda di depannya itu katakan, "Apa yang Mama dapatkan kalau berhasil?"
"Heh, sudah kuduga. Bagaimana dengan tawar ngemodalin toko online Mama yang pernah aku bilang tempo hari?" Membuat perkacakapan panjang terjadi di antara mereka.
"Itu biasa, Laura. Mama mau yang lebih spektakuler."
"Contohnya?"
"Rumah ini berserta isinya."
"Kalau ternyata aku berhasil jadi anak mantu Mama, apa yang Anda lakukan akan sama seperti ini, Ibu Theresa Widayati Mahardika?""Hahaha... Dasar licik kau, Laura! Mama tidak mungkin melakukannya, Sayang. Di dalam dunia ini, Mama hanya nggak mau hidup susah dan dipermalukan! Jadi, ambil kembali posisimu, bahagiakan kami semua, lalu perbaiki semua kesalahan yang pernah Mas Torra perbuat di keluarga Mahardika. Itu saja."
"Oke. Apa aku harus membuatkan detail kontrak ketika rumah ini berhasil Mama miliki?"
Isinya tentu saja lebih banyak berbicara tentang bagaimana si pungguk sangat merindukan purnama, "Lakukan saja, Laura. Mama tidak pernah takut dengan siapa pun di dunia ini!"
"Ah, aku suka semangat itu. Well, bersiaplah, Ma. Kita akan memulainya. Lebih cepat, lebih baik."
"Hemmm..." Larut dalam perpaduan harapan dan juga dosa, Theresa lantas berbalik mengikuti langkah kaki Laura, mengemasi barang bawaannya.Sejumlah perencanaan masih saja lahir dari bibir manis Laura dan sebagai pendengar yang baik, Theresa menambahkan dengan tawa jahatnya, melupakan tentang sang pemilik dunia yang tak pernah terlelap barang sedikit pun.
***
"Sudah pulang, Mas?" tegur Theresa, ketika melihat Torra menuruni anak tangga. Paper bag di tangannya pun semakin erat ia genggam, seolah benda benda berharga yang tak boleh hilang darinya.
Berhenti tepat di lantai dasar setelah sempat memerhatikan Theresa, Torra menjawab perkataan ibunya itu dengan satu pertanyaan pula, "Eh, Mama. Ngagetin aja. Dari mana, Ma?"
Tanpa cangung Theresa menjawabnya, "Dari rumah Laura. Itu dia anterin Mama sampai di depan."
"Ma? Kenapa Mama masih sering ketemuan sama dia, sih?" Menciptakan kekesalan di dalam hati Torra, seketika itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong, Ceraikan Aku! [END]
RomanceMenikah itu tidak mudah. Menikah dimaksudkan agar hidup kedua pasangan menjadi teratur dan terarah dengan baik, tapi tak jarang sebuah pernikahan hanya berlandaskan coba-coba, karena harus bertanggung jawab akibat tak kuat menahan hawa nafsu, lalu t...