Resolution

1.4K 159 52
                                    

"Kata dokter, keadaannya sudah stabil," ujarku ketika Ito-senpai masuk ke kamar tempat Soraru dirawat, "bagaimana dengan Rib-senpai?"

Ito-senpai mengangguk. "Syukurlah penawar itu masih bekerja padanya. Dia sudah siuman beberapa saat setelah diberikan serum."

Hening diantara kami. Sekarang ini kami berada di ruangan rumah sakit. Soraru masih harus dirawat selama beberapa hari disini.

"Na, Senpai..." panggilku sembari menggaruk bagian belakang kepala, canggung. Ito-senpai menoleh bingung sementara pipiku agak memerah. "A-arigatou... Senpai sudah memercayai saya sore tadi..."

Ito-Senpai terlihat agak terkejut sejenak. Ia lantas tersenyum. "Tidak masalah. Luz-kun, kan, anak yang baik. Aku yakin Luz-kun tidak berencana mencelakai aku. Aku hanya mengikuti kata Soraru-kun, untuk percaya pada rencana Luz-kun."

Sontak mataku membelalak kaget. "Soraru... yang mengatakannya?"

Sebuah anggukan dari Ito-senpai. "Soraru-kun bilang kuncinya bermain judi setim denganmu adalah percaya padamu, karena strategimu cenderung terlihat seperti menguntungkan dirimu sendiri padahal sebenarnya tidak."

Aku tertegun. Genggaman tangan mengerat. Aku memandangi wajah Soraru yang masih tertidur damai. Keadaannya tenang sekali. Ya, dia adalah Soraru. Dia pasti sadar juga dengan cara pembagian kartu Amatsuki-Senpai yang aneh. Tapi tidak ada kepastian kalau aku akan sadar juga, kan?

Dan dia mengambil risiko memercayakan semuanya padaku? Ini menyangkut hidup dan matinya, lho!

Menghela napas sambil memijat kening, aku kembali duduk di kursi di samping ranjangnya. "Mattaku, Soraru... kau benar-benar gila..."

Ito-Senpai terkekeh. "Tidak jauh beda dengan ketua OSIS, ya..."

"Apa?"

"A-ah... bukan apa-apa. Omong-omong, Luz-kun, sepertinya aku mau pulang dulu. Ini sudah malam," Ito-senpai mengelak dan pamit.

"Oh, biar kuantar," tawarku sukarela. Ito-senpai kembali terkekeh. "Arigatou..."

Setelah itu, aku pergi mengantar Ito-Senpai sampai ke depan rumah sakit.

-

-

-

Dua pemuda itu berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit -- Ichijou Mafuyu dan Nijima Amatsuki. "Sudah kuduga, Luz Horatio harus jadi kuda hitamku," gumam Mafu sesaat setelah Amatsuki selesai menceritakan apa yang terjadi petang tadi.

"Kan kamu sudah mengajaknya masuk OSIS tadi? Dia menolak, kan?" Amatsuki menanggapi. Mafu melengos. "Iya, sulit sekali sih... Dia memang orangnya sangat kritis. Langsung tidak memercayaiku sama sekali. Dou shiyou, Ama-chan? aku sudah kehabisan ide untuk membujuknya," ketua OSIS itu merengek.

Amatsuki menatap atasan sekaligus sahabatnya ini datar. "Tumben sekali kau kehabisan cara. Biasanya juga kau selalu sedia rencana cadangan dari A sampai Z," ketua Komite Pengawas itu mencibir.

Mafu untuk kesekian kalinya menghela napas panjang. "Sifat kami benar-benar bertolak belakang, Ama-chan. Pada dasarnya, kami saling tidak cocok satu sama lain. Tapi, ya, kau tahu sendiri aku ini orang yang rasional. Aku tidak mungkin melepaskan orang semacam Luz Horatio begitu saja. Ini seperti kau melihat sebuah perhiasan langka yang sangat tinggi nilainya, tapi tidak kau ambil."

"Hm," Amatsuki mengusap-usap dagunya, "memang benar sifatmu berbanding terbalik dengan Luz-kun meski kelicikan kalian bisa disandingkan. Tapi sulit, sih. Sekali punya sifat oposisi, dia pasti tidak mau mendengar sekalipun kau membujuk sedemikian rupa."

Fake Me [Soraru Utaite Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang