50. Berbeda

9K 1.3K 244
                                    

Siapa yg nungguin Pakde Haris, hayoooo??

* * *

Haris baru tiba di rumah sakit 1 jam kemudian, setelah berusaha menyelesaikan monthly meetingnya secepat mungkin.

Kabar yang disampaikan ibu Haiva adalah kabar baik, bahwa Haiva sudah sadar. Hal ini membuat perasaan Haris ringan.

"Alhamdulillah. Saya lega Iva sudah sadar," kata Haris, ketika sampai di ruang rawat Haiva. Ia segera berdiri di sisi ranjang gadis itu setelah bersalaman dengan orangtua Haiva dan Raka yang sudah ada di sana. "Bagaimana perasaan Iva?"

"Capek, Pak," jawab Haiva. Ia tersenyum pada Haris. Ekspresi Haiva memang masih terlihat lemah dan lelah. Tapi gadis sudah dapat tersenyum. Dan itu sudah cukup baik bagi Haris. Ketika melihat senyum itu, Haris merasa sebagian besar beban terangkat dari dirinya.

Diam-diam Haris mengepalkan tangannya, berusaha mengendalikan dirinya agar tidak seenaknya menyentuh Haiva, padahal dia ingin sekali mengulurkan tangan dan membelai rambut atau menggenggam tangan gadis itu. Tapi Haris menahan diri karena dia tahu bahwa orangtua Haiva tidak akan senang melihatnya.


"Apa dokternya Iva sudah memeriksa?" tanya Haris, sambil menoleh pada ayah dan ibu Haiva, juga pada Raka.

"Sudah, Pak," Raka yang menjawab. "Alhamdulillah semua baik-baik aja."

"Alhamdulillah," ucap Haris lega.

"Tapi karena Iva sempat tidak sadar selama 3 hari, dokter memutuskan untuk observasi selama 3 hari lagi."

Haris mengangguk, mengerti.

"Pak..." panggil Haiva pelan.

Ada dua orang yang dipanggil Bapak di ruangan itu. Dan keduanya menoleh pada Haiva. Tapi ternyata yang dipanggil Haiva bukan ayahnya.

"Ibu cerita, kata ibu, Pak Haris banyak bantu ayah dan ibu saya waktu saya kecelakaan. Terima kasih ya Pak," kata Haiva sambil tersenyum.

"Sama sekali bukan masalah. Saya senang ibu menelepon dan mengabari saya tentang keadaan Iva," jawab Haris sambil menoleh sekilas pada ibu Haiva.

"Pak Haris juga menempatkan saya di ruang VVIP padahal jatah say____ "

"Jangan khawatirkan soal itu. Saya memilih kamar ini untuk kenyamanan saya sendiri."

"Pak Haris juga menjaga saya selama ini. Terima kasih banyak Pak. Maaf saya merepotkan Pak Haris."

"Saya tidak merasa repot sama sekali."


Meski terdengar seperti biasa, tapi Haris merasakan ada yang berbeda dengan cara Haiva bicara padanya. Dan itu menimbulkan perasaan tidak nyaman. Meski demikian, barangkali juga hal itu disebabkan karena Haiva baru saja sadar. Jadi Haris berusaha mengabaikan fakta tidak nyaman itu.

"Apa Haiva sudah bisa makan?" tanya Haris, mengalihkan pembicaraan, ketika melihat nampan berisi makanan di nakas.

Hari memang sudah sangat sore saat itu. Sebentar lagi Maghrib. Dan makan malam memang biasa diantarkan pada jam 5 sore.

"Kata dokter, sudah boleh mulai makan, Pak," ibu Haiva yang menjawab. "Tapi Iva masih belum mau makan."

Haris melongok sekilas pada menu di atas nampan. Nasi tim ayam. Kelihatannya enak.

CERITA YANG TIDAK DIMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang