Duduk di bawah pohon rindang di depan ruangan kuliah begini rasanya menyenangkan. Izura dan Navya mengobrol di depanku, aku menatap pohon yang menaungi kami. Ranting-ranting dan daun-daunnya bergoyang pelan mengikuti irama angin. Beberapa burung gereja meloncat dari dahan yang satu ke dahan yang lain sambil bernyanyi riang.
"Pijar..." suara Navya mengalihkan perhatianku dari pohon ini. Aku melihat Navya.
"Apa?" tanyaku, Navya dan Izura sedang menatapku.
"Kamu nggak dengar ya apa yang kami bicarakan." ucap Navya. Aku menggeleng sambil tersenyum. Navya mendesah pelan lalu melipat tangannya di dada.
"Navya bicarain pameran lukisan fakultasnya." ucap Izura menjelaskan padaku, aku tersenyum kecil.
"Maaf..." ucapku. Navya memang mahasiswi Fakultas Seni. Dia sangat suka menggambar dan melukis.
"Kamu mau ikut nggak?" tanya Izura.
"Kapan?" tanyaku
"Besok dimulai dari pagi." ucap Navya sambil melepaskan tangannya. Besok kayaknya nggak ada jadwal kuliah.
"Oke, aku bisa." ucapku.
"Di mana acaranya?" tanyaku lagi
"Di Auditorium Kampus." jawab Navya, aku mengangguk.
"Tapi aku nggak mengerti soal lukisan." ucapku lagi.
"Yah, yang penting datang saja. Menambah nama di daftar tamu." ucap Navya sambil tertawa, aku mengangguk.
"Baiklah." ucapku sambil mengacungkan jempolku.
Besoknya di Auditorium kampus, aku dan Izura melihat lukisan-lukisan yang di pajang. Meski tak mengerti soal lukisan kami tetap bisa menikmati pameran ini. Lukisan-lukisannya bagus, beberapa lukisan mengenai alam. Lukisan yang abstrak membuat kami bingung dan hanya melewatinya saja. Navya ikut menjadi panitia di pameran lukisan ini karena itu dia tak menemani kami.
Saat asyik melihat-lihat lukisan, aku melihat Bang Daru di antara pengunjung. Dia lama menatap sebuah lukisan pria tua. Ternyata dia suka juga melihat pameran seperti ini.
"Pijar..." Izura menepuk pelan lenganku. Aku menoleh pada Izura.
"Ayo kesana." ajak Izura sambil menarik tanganku. Aku mengikuti Izura sambil sesekali melihat ke arah Bang Daru. Kami kembali berjalan melihat lukisan-lukisan yang lain. Setelah puas melihat lukisan kami keluar dari Auditorium. Aku dan Izura duduk di bangku di luar Auditorium. Kami mengobrol tentang lukisan yang baru kami lihat. Aku melayangkan mataku ke jalan di depan Auditorium. Aku melihat Bang Daru berjalan dengan cewek itu... Sampai sekarang baru dia yang kulihat mendapatkan respon yang baik dari Bang Daru.
"Itu Bang Daru, Pi." ucap Izura, aku mengangguk.
"Kamu tahu siapa cewek yang jalan dengan dia itu?" tanyaku tanpa melihat ke arah Izura.
"O, itu Kak Wastika." ucap Izura, aku menoleh pada Izura.
"Kak Wastika?" tanyaku, Izura mengangguk.
"Dia senior kita, semester akhir. Masih senioran Bang Daru juga." ucap Izura. Jadi dia lebih senior dari Bang Daru.
"Kakak itu cantik kan? Dia juga baik orangnya." ucap Izura. Kak Wastika... Aku menatap mereka yang mulai menjauh dari gedung Auditorium. Itukah pilihanmu Bang? Apakah tidak ada kesempatan bagiku?
*****
Di depanku tepatnya di seberang mejaku, Kak Wastika dan Bang Daru duduk membelakangi aku. Di depan Kak Wastika dan Bang Daru duduk Bang Genta. Mereka asyik ngobrol, aku melihat Bang Daru dan Kak Wastika yang terlihat sangat akrab. Aku menatap punggung Bang Daru, aku hanya bisa melihatmu seperti ini. Ada perasaan sedih di hatiku. Tapi memang seperti inilah dari dulu aku, hanya menatapmu dari kejauhan. Kalau bersaing dengan Kak Wastika sudah pasti aku kalah. Dia bisa membuatmu melihat padanya, bicara padanya. Sedang aku... Mungkin kamu tidak akan merasakan kehadiranku kalau Bang Genta tidak mengenalkanku padamu waktu itu...
"Sudah, jangan dilihatin terus." Navya di sisiku menegurku. Aku menunduk, pemandangan seperti ini sering kulihat saat berada di kantin...
"Kamu makin sakit hati melihatnya." ucap Navya lagi, aku diam saja.
"Jadi, sekarang cintamu bukan cinta monyet lagi ya. Sekarang cinta monyet dewasa." ucap Navya, aku meliriknya kesal. Selalu saja bercanda, aku beneran sedih nih.
"Sadis banget lirikannya." ucap Navya.
"Aku tahu sekarang jawaban dari pertanyaanku saat SMA dulu. Aku kan sudah katakan di kampus dia akan bertemu banyak cewek dan kemungkinan akan menentukan satu pilihan." ucap Navya tidak peduli dengan kekesalanku. Aku mendengus pelan dan menunduk kembali menatap lemon tea di depanku. Jariku bergerak mengikuti motif taplak meja kantin. Aku tahu apa yang dikatakan Navya bisa saja terjadi tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Walau aku ungkapkan perasaanku padanya saat itu belum tentu juga dia menerimaku.
"Angkat wajahmu, ngapain menunduk terus." ucap Navya, aku mendesah pelan lalu mengangkat wajahku. Bangku di depanku sudah kosong. Kemana mereka, aku melihat sekelilingku. Mereka sudah pergi dari kantin.
"Mereka sudah pergi." ucap Navya.
"Tepati saja janjimu pada dirimu sendiri lalu selesaikan. Katamu kamu mau ungkapkan perasaanmu padanya kan? Supaya kamu bisa lega. Setelah itu selesaikan hatimu kemudian buka hati pada yang lain." ucap Navya sambil merangkul bahuku hangat, semudah itukah?
*****
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Hati
RomanceIjinkan aku menatapmu seperti ini, disisa waktumu ada di sekolah ini. Aku ingin mengisi mata dan pikiranku dengan sosokmu sehingga aku akan mengingatmu selama kuinginkan. Ntah waktu akan membawaku kembali bertemu denganmu atau tidak, aku tak kan mel...