Haiva memerhatikan bayangannya di cermin kecil kemasan compact powdernya. Air mata menggenang di sudut matanya, tertahan.
Setelah ia sadar kemarin, dan dokter memeriksa kondisinya, sang dokter memberitahukan sejumlah informasi pada Haiva.
Berita baiknya, seluruh kondisi vital Haiva terpantau baik. Hanya saja karena Haiva sempat tidak sadarkan diri selama 3 hari, dokter merasa perlu mengobservasi Haiva lebih lama. Dokter khawatir coma-nya kemarin adalah pertanda/gejala gangguan kesehatan yang lain. Jika dalam waktu 3-4 hari semuanya baik-baik saja, Haiva bisa diijinkan pulang.
Berita buruknya, kecelakaan mobil yang dialami Haiva menyebabkan sejumlah luka di bagian kanan tubuh gadis itu. Terdapat beberapa luka akibat pecahan kaca di sekitar wajah, juga leher, bahu dan lengan sebelah kanan. Tapi itu adalah luka yang tidak terlalu dalam. Melalui cermin Haiva bisa melihat beberapa luka di wajahnya mulai mengering. Haiva tidak terlalu khawatir pada bekas luka itu.
Terdapat goresan juga di lengan kanan bagian atas, yang kini masih tertutup perban. Tapi Haiva yakin nantinya bisa menutupi bekas lukanya dengan lengan pakaiannya. Toh ia memang tidak pernah memakai pakaian tanpa lengan.
Tapi yang lebih membuatnya khawatir adalah goresan panjang di pelipis hingga rahang kanannya. Perawat baru saja mengganti perbannya pagi ini, dan Haiva sempat melihat saat perbannya dibuka tadi. Ia tidak yakin bekas luka itu bisa ditutupi dengan foundation atau concealer.
Pintu kamar rawat Haiva tiba-tiba terbuka. Dengan gerakan cepat ia menutup kemasan compact powdernya dan menyembunyikannya di bawah selimut. Ia juga mengeringkan air di sudut matanya dengan satu gerakan tersamar. Ia tidak ingin orang lain melihatnya lemah. Apalagi orangtuanya. Mereka pasti akan sangat khawatir kalau Haiva terlihat sedih dan terpukul. Bagaimanapun keadaannya, ia harus bersikap tegar agar orangtuanya tidak terlalu mengkhawatirkannya.
Tapi ketika ia melihat ke arah pintu, Haiva menemukan bahwa yang masuk ke kamarnya bukanlah kedua orangtuanya.
Yang berdiri di depan pintu itu adalah Haris.* * *
Gadis itu melakukannya dengan cepat. Tapi Haris masih sempat melihatnya. Gadis itu tadi sedang bercermin, lalu buru-buru menyembunyikan cermin itu ketika Haris masuk. Haris juga sempat melihat Haiva mengusap air matanya dengan cepat. Saat itu Haris segera tahu apa yang terjadi.
Sejak pertama kali Haris melihat Haiva dipindahkan dari ruang ICU ke kamar rawat, Haris sudah mengantisipasi bahwa luka akibat kecelakaan itu akan membuat gadis itu bersedih.
"Pak Haris? Kok kesini pagi-pagi?"
Tapi sepertinya gadis itu tidak ingin menunjukkan kesedihannya. Jadi Haris memutuskan untuk tidak menanyakannya.
Saya rindu, jawab Haris dalam hati. Tapi barangkali Haiva tidak akan nyaman mendengarnya, maka Haris memendam jawaban itu dalam hati saja.
"Iva sendirian?" Alih-alih menjawab pertanyaan Haiva, Haris memutuskan untuk balik bertanya, ketika dilihatnya Haiva seorang diri di kamar tersebut.
Lagipula Haris bingung menjelaskan alasannya kenapa jam 6.30 pagi ia sudah tiba di rumah sakit. Itu masih terlalu pagi untuk menjenguk pasien. Untungnya beberapa perawat disana sudah mengenali Haris sebagai salah seorang keluarga Haiva yang menjaga selama Haiva belum sadarkan diri. Itu mengapa ia bisa masuk ke kamar Haiva meski belum waktunya jam besuk pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
RomanceWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021