Ia kehilangan fokus di 20 menit awal setelah jam masuk kantornya. Entah mengapa banyak sekali yang dipikirnya, tak seperti biasanya hingga fokusnya kabur begini. Detik selanjutnya, seorang wanita dengan rok span selutut menghampirinya, lalu memberikan berkas-berkas yang tak ia ketahui apa itu.
"Get ready, Tiff!"
"U-uh? Apa?" Tiffany—yang dimaksud—memberikan tatapan bingung. Berkas dengan map berwarna kuning itu terlihat tak ia kenali sebelumnya. Lalu, wanita tadi yang memberikan berkas tersebut mencebik, dipikirnya seorang Tiffany tak biasanya seperti ini.
"Kau lupa? Rapat dengan pak Simon kan kau yang akan pergi. Apa mau sesuai jadwal awal, aku dengan pak Simon dan kau dengan mr. Chan?" Tiffany menggeleng segera. Oh tidak, rapat dengan mr. Chan yang baginya begitu mengganggu dan genit itu bukanlah ide bagus. Maka dari itu, ia menerima tumpukan dokumen dari Wendy, wanita yang diingat ia ajak bertukar jadwal di menit-menit terakhir semalam.
"Aku yang akan pergi. Kau bereskan saja mr. Chan itu, aku tak tahan lagi." Wendy tertawa sebentar sebelum menepuk pundaknya sendiri. Raut muka sedikit angkuh bisa Tiffany tangkap di sana.
"Serahkan padaku!"
Dan Tiffany segera berlalu dari bilik tempat kerjanya. Menepi dari ruangannya dan berjalan ke arah ruangan pak Simon, manajer umum yang akan ia temani rapatnya hari ini. Untunglah Tiffany punya nilai lebih dengan otaknya yang cepat tangkap setelah membaca sekilas dokumen yang dipegangnya. Dan ia juga siap jika harus presentasi di depan klien nantinya.
Berjalan pelan sembari merapikan tampilannya, ia bertemu dengan Jackson, personal assistant pak Simon yang berjalan ke arah berlawanan. Pria itu juga heran menangkap sosok Tiffany berada di sana.
"Kau mau ke mana?"
"Pak Simon ada di ruangannya, tidak?" Ia tak menjawab pertanyaan Jackson, yang ia pikirkan hanya menyelesaikan rapat ini sesegera mungkin. Ia banyak sekali pikiran hari ini, dan itu tak baik bagi kelangsungan kinerja otaknya.
"Kami akan rapat sebentar lagi, pak Simon ada di lobby," ucapan Jackson ditanggapi anggukan sekilas dari Tiffany. Ia lalu membalikan tubuhnya dan berjalan beriringan dengan Jackson.
"Aku yang akan menemani kalian rapat kali ini. Well, aku bertukar posisi dengan Wendy sih sebenarnya." Jackson hanya diam mendengar penjelasan Tiffany. Ia hanya tak terlalu mengenal wanita di sampinya ini, belum lagi dirinya yang tak pandai bersosialisasi meskipun bagi Simon pekerjaan Jackson tak pernah mengecewakan. Kendati demikian, nama Tiffany bukanlah nama asing di lingkup ruangan manajer umum tempat Simon bekerja. Wanita itu kerap datang ke sana dan mengobrol begitu lama dengan atasannya, meskipun Jackson tak bisa memastikan obrolan apa tepatnya yang mereka bicarakan.
Pria itu bahkan pernah berasumsi bahwa Tiffany memiliki hubungan khusus dengan atasannya yang masih lajang tersebut.
Sesampainya di lobby, Simon memandang heran dengan kedatangan Jackson yang beriringan dengan Tiffany. Dipikirnya, hari ini Wendy yang akan menemani urusan bisnisnya.
"Tiffany? Kenapa kamu di sini?" Penggunaan kata kamu inilah yang membuat asumsi Jackson makin liar. Meskipun urusan pribadi antara Tiffany dan atasannya itu tak masuk dalam tugasnya, namun kerap kali ia penasaran dengan asumsinya sendiri.
"Saya yang akan ikut dalam rapat kali ini, pak," ujar Tiffany dengan kalimat formalnya. Mendengar itu Simon hanya tertawa singkat lalu menganggukkan kepala.
"Baiklah kalau begitu."
Simon si manajer umum segera memasuki mobilnya setelah memastikan Tiffany menaiki mobil yang sama dengannya. Wanita itu hanya bisa diam dan menuruti permintaan Simon, meskipun dengan tatapan penuh tanya dari rekan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower of Despair
RomanceYou still live in the silences between my thoughts. © cyroldbee, 2020.