Ig: @Anantapio26_
Arya melirik ke arah Dimas. Kemudian memberi isyarat agar Dimas memperhatikan Nanta yang sejak jam istirahat hanya diam sambil mencoret-coret buku catatannya dengan gambar sketsa gedung-gedung kota. Di tempatnya, Dimas geleng-geleng kepala. Ia mengerti, pasti ada sesuatu yang sudah terjadi pada Nanta.
Dengan penanya ia menusuk-nusuk punggung Nanta. "Mau jadi arsitek, nih, ceritanya?" celetuknya pelan mengintip hasil karya Nanta yang bisa dikatakan lumayan.
Nanta menghela berat. Andai dirinya dapat menggapai black hole, pasti sejak dulu sudah ia lakukan untuk mengembalikan waktu.
"Arsitek apaan? Gambar gini doang anak TK juga bisa, kali!" seru Arya.
"Arya!" Suara mengerikan milik Bu Lili menggelegar, guru paling galak di sekolah.
"Mampus lo," maki Dimas.
"Iya, Bu," sahut Arya takut.
Nanta hanya diam. Ia pun tidak ingin terkena batunya hanya karena ocehan sampah milik Arya. Namun, sialnya Bobi yang duduk di sebelahnya malah tidak mau diam. Temannya itu menepuk-nepuk punggung Nanta.
"Apa?" tanya Nanta pelan bahkan sangat pelan. Tapi tetap saja, telinga Bu Lili begitu peka mendengarnya.
Semua terdiam dalam ketegangan tatkala Bu Lili menghampiri Nanta dan teman-temannya. Ah, percayalah. Suara sekecil pun itu, Bu Lili akan bertindak menghukumnya. Apalagi suara dari obrolan saat dirinya tengah menjelaskan materi seperti tadi.
"Tadi Ibu lihat kalian berempat mengobrol saat Ibu menjelaskan materi."
Semua hening. Bahkan semuanya hanya mampu menundukkan kepala.
"Sekarang...." Hukuman pun akan dijatuhkan pada mereka berempat. "Lanjutkan obrolan kalian dan berdiri di depan kelas dengan satu kaki mengangkat dan kedua tangan menjewer telinga, sampai waktu pelajaran Ibu habis," lanjutnya mengerikan.
"Tapi Bu–" Bobi berusaha membela, tapi Bu Lili cepat menggertaknya. "Lakukan dan tidak ada alasan apa pun! Kalian harus belajar bagaimana cara untuk menghargai orang lain!"
Arya, Dimas, Nanta dan Bobi hanya dapat menurut. Mereka beranjak menuju koridor kelas. Berdiri di sana sesuai dengan yang Bu Lili perintahkan.
Dengan gemas, Dimas memukul kepala Arya. "Lain kali kalo mau bacot, volume mulut lo turunin!" kesalnya.
"Ya maaf, suka kelepasan," sesal Arya. "Lo juga, malah ngajak ngobrol si Nanta," lanjutnya menyalahkan Dimas.
"Dih, lo duluan pake nunjuk-nunjuk si Nanta!" balas Dimas tidak mau dikalahkan.
Mendengar ribut-ribut dari luar kelas, Bu Lili menghampiri keempat muridnya. "Kalo kalian masih ribut seperti ini, Ibu nggak segan untuk menambah hukumannya," ancamnya.
Semuanya menunduk. Laisa yang tak sengaja melihat kemarahan Bu Lili pada murid di depannya menjadi termangu sendiri. Langkahnya berhenti menghadap ke arah Nanta, perjalanannya menuju perpustakaan pun tertunda.
"Mereka kenapa, ya, Put?" tanyanya pada Putri.
"Nggak tau, deh. Tumben banget kena hukum," jawab Putri merasa heran. "Yuk, ah!"
Langkahnya kembali terayun meski pelan. Kedua bola matanya pun masih memperhatikan Nanta bersama teman-temannya yang sedang di hukum oleh Bu Lili.
🐟🐟🐟
"Apes!" gerutu Bobi akhirnya bisa mendaratkan bokongnya ke lantai setelah terdengar bel pelajaran terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXIOMATIC (END)
Teen Fiction(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Prequel of Kisah Tentang Ananta'S) Ini tentang laki-laki kaku dengan perasaannya yang kelu. Juga tentang cemburu dan rindu yang memaksa untuk menyatu padu. Tentang sajak dan alunan kisah. Pun tentang perjua...