9. Nerkam? Macan Kali, Ah

4.6K 491 7
                                    

Mobil Azka terpakir di salah satu hotel tempat gala dinner dilangsungkan. Dengan jas yang sudah dipilih oleh Artha, Azka mengenakan setelan hitam yang tampak pas dengan dirinya sekarang ini.

"Perfect!" jelas Artha saat selesai memilih setelan jas untuk Azka. "Ingatkan aku nanti buat ganti beberapa jas kamu biar nggak kebanyakan warna hitam."

"Kenapa?"

Artha membalikkan badan sebelum masuk ke kamar mandi. "Jas hitam pas banget di badan kamu. Jangan biarin karyawan lain puas lihat kamu tiap hari. Jadi cukup hari-hari besar aja kamu pakai setelan hitam. Hariannya, pasti nanti aku ganti."

Di sebuah ballroom yang memuat kurang lebih seratus orang, gala dinner tersebut dilaksanakan. Artha tampak cantik dengan dress hitam miliknya, membuatnya terlihat ramping dan pas sekali berada di samping Azka. Sesekali sang suami memberi kecupan di rambutnya untuk menghilangkan rasa gugup. Sebab gala dinner ini merupakan apresiasi kerja untuknya. Azka dan timnya menjadi bintang di acara ini.

"Pengantin baru masih ranum-ranumnya, ya?"

Artha di sambut oleh Ana, rekan tim Azka. Dengan bentuk meja yang disusun u-shape, memudahkan mereka semua untuk bertatap muka secara langsung meski jumlah peserta cukup banyak.

"Udah mau 3 bulan. Bukan pengantin baru lagi, Na," jawab Azka dengan sesekali melihat panggung utama. Tempatnya untuk memberikan pidato.

Meninggalkan Artha dan Ana berdua, Azka menuju ke pimpinan yang sudah siap di meja bersama sang istri. Meminta ijin untuk memakai malam ini, menjadi malamnya. Kesuksesan besar tim Azka dalam pembangunan mal dan perumahan, membawa dampak besar bagi kantor mereka. Bahkan pencapaian yang Azka dan tim punya, melebihi mereka yang ada di pusat, Jakarta. Karena itu Pak Helmar selaku pimpinan, membuat acara ini sebagai apresiasi kerja serta untuk menambah semangat tim lain yang diharapkan juga mampu membawa kantor mereka menjadi lebih baik.

"Bu Artha, kita selfie yu, Bu." Ana mengeluarkan ponsel dari dalam clutch miliknya. Mengarahkan ponsel tersebut ke depan muka mereka. Namun, tentu saja Artha menggeleng. Malu. "Ayolah, Bu. Ini saya nggak mau melewatkan foto sama the most wanted woman in office, loh," canda Ana yang dibalas tawa oleh Artha.

"Mbak Ana jangan manggil ibu. Artha aja."

"Benar kata Azka. Kamu gampang digodain, pantas aja muka Azka sekarang tambah kelihatan bening. Di rumah happy terus berarti."

Mereka berdua tertawa bersama. Kadang memberi sapaan juga ke peserta lain yang baru datang. Karena hari ini dibebaskan untuk membawa siapa saja, jadi mereka akan membawa pasangan masing-masing. Bahkan, ada yang membawa ketiga anaknya.

"Aku nggak bawa pacar, ngapain juga dibawa? Paling nanti ujungnya putus, malah malu," jawab Ana saat temannya, Niko, menanyakan perihal kedatangannya yang sendiri.

Sebelum acara mulai Artha berkenalan dengan seluruh rekan tim Azka. Dari yang lama seperti Ana, hingga tim baru seperti Niko, Arman dan Wiji.

"Mereka bertiga baru di sini, tapi alhamdulillah kerjanya bagus, ngiwut gitu. Jadi, pas benar kalau sama Azka yang gila kerja. Klop banget mereka."

Ucapan Ana mengingatkan Artha ke beberapa pesan yang sering diterima Azka. Semuanya juga membahas tentang pekerjaan. Bahkan pagi buta pun, Azka sering menerimanya. Artha ingat jelas kejadian beberapa waktu yang lalu. Setelah mereka selesai dengan rutinitas intim mereka, masih ada waktu hingga subuh tiba. Bukannya dipakai untuk membersihkan diri, tetapi Azka malah membuka laptopnya di samping Artha. Ketika ditanya, Azka menjawab, "Mumpung udah bangun, aku kerjain aja. Nanti kalau udah selesai bisa langsung kirim."

Pillow Talk | Pindah StarrywritingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang