Delapan

7.3K 1.1K 117
                                    

Karena aku sedang baik hati, jadi aku update lagi. Ingin cerita ini update cepet? Jangan pelit vote! Ote...ote.. ote? Supaya ceritaku muncul di halaman depan wattpad dan ada lebih banyak pembaca yang bisa membaca versi gratisan cerita ini.
Maklum versi terbaru hanya memunculkan paid stories.

Happy reading!

Abaikan typo.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ini adalah untuk ke sekian kalinya, Janu mengantar dan menunggu Citra pergi ke tempat kursus kepribadian.

Setelah memarkirkan mobilnya, ia akan membawa Puteri ke cafe yang terletak di sebelah gedung. Tak lupa Janu membawa buku sketsa beserta tas berisi perlengkapan milik Puteri.

Seperti biasa, Janu memilih tempat di sudut ruangan. Ia mendudukkan Puteri di kursi khusus bayi yang disediakan oleh pihak cafe, kemudian memesan minuman dan makanan kesukaan mereka berdua.

"Papapapapapa..." celoteh Puteri sambil menggerakkan kaki dan tangannya ketika pelayan datang untuk mengantarkan mekanan kepada mereka. Sebuah bentuk reaksi yang selalu ditunjukkan oleh Puteri setiap kali pelayan datang untuk mengantarkan pesanan mereka.

Janu tertawa, hatinya merasa hangat ketika melihat kelucuan Puteri. Ia sendiri yang mengajari gadis kecil itu agar memanggilnya papa. Itupun tanpa sepengetahuan Citra.

"Princess mau kue ya?" goda Janu sambil mengoleskan sedikit cream di bibir Puteri. Lidah mungil yang berusaha menjilat krim itu membuat Janu tertawa geli.

"Duh kasian Princessnya Papa, sini Papa suapi."

Setelah menyuapi Puteri dengan beberapa potong kecil cake, Janu akan memberinya biskuit bayi dan mulai membuat sketsa.

"Princess jangan mengganggu Papa ya, sekarang Papa mau membuat desain gaun untuk debut mama kamu." Janu membelai pipi Puteri dengan sayang.

Puteri mulai fokus dengan biskuit bayi yang berada dalam genggamannya. Itu berarti Janu sudah bisa memulai aktivitasnya untuk membuat sketsa.

Janu memejamkan mata membayangkan tubuh Citra. Kemudian tangannya bergerak lincah menggoreskan pensil di atas lembaran putih tersebut sambil sesekali matanya mengawasi Puteri.

Janu tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan desain karyanya. Setelah menutup buku sketsanya, ia meraih tubuh Putri dalam pangkuannya.

"Waktunya Princess minum susu," ucap Janu sambil mengambil botol susu dari dalam tas bayi.

Kegiatan menyusui Puteri dengan dot menjadi keasyikan tersendiri bagi Janu.

"Kamu gemesin deh, seperti mamamu," ucap Janu sambil menatap tubuh mungil dalam gendongannya. Dalam hatinya merasakan keprihatinan karena ada makhluk yang sejenis dengannya tega membuang pasangan ibu dan anak tersebut.

******

Sepulang dari tempat belajar kelas kepribadian, Citra menyibukkan diri membersihkan rumah dan menyetrika pakaian milik Janu. Sedangkan pria itu sudah berkutat di studionya.

Janu sedang mengarahkan para penjahit andalannya untuk mempersiapkan busana yang akan ia tampilkan dalam acara Fashion Week beberapa bulan ke depan. Di mata karyawannya, Janu terlihat antusias memaparkan desain beserta detail setiap karyanya.

"Aku baru kali ini melihat pak bos sangat bersemangat mempersiapkan event besar yang akan datang," salah seorang karyawan berbisik pada bu Diah, dan wanita berumur yang sudah sepuluh tahun mendampingi karir Janu dari awal hingga sekarang hanya mengiyakan.

Panggung Untukmu (Sudah tersedia ebook di Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang