2nd Event: Jack (Bagian 3)

117 39 4
                                    

"Iya...."

Kata itu belum selesai, aku melirik ke arahnya sebentar. Sikap yang ditampilkan Felly sedikit mengejutkan. dia menunduk, mengepal erat tangannya yang berada di samping gelas kopi yang masih tersisa sedikit.

"Aku bakalan lakuin apa yang kamu suruh, kok," lanjutnya setelah mengangkat kepalanya, ia lalu menatapku dengan wajah yang tersenyum lebar. Sungguh seorang gadis yang penurut, nemun hal itu malah membuat rasa bersalah ini semakin besar.

Setelahnya keheningan pun terjadi. Bukan karena aku bingung untuk membicarakan apa, tetapi memang karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan menurutku. Felly bahkan hanya fokus menghabiskan minumannya, namun sesekali dia memandang ke arahku.

Lama kelamaan, situasi ini menjadi semakin canggung. Setiap kali mata kami beradu pandang, Felly langsung membuang mukanya. Itu justru menambah kesan manis dari gadis tersebut. Tiga tahun menjalani kurikulum di ruang yang terisolasi membuatku ingin merasakan kehidupan remaja ketika bebas, bukankah itu wajar?

Yah, akan wajar andai saja tidak terikat kontrak dengan iblis berjas hitam yang memegang penuh nasib orang tuaku. Kebebasanku sudah direnggut, tidak sepeti burung putih yang terbang bebas di udara. Memikirkannya malah membuatku teringat dengan ibuku yang selalu mengatakan untuk hidup sebebas-bebasnya.

Aku jadi sedikit penasaran, apakah menanyakan masa lalu Felly akan membuatnya menceritakan pengalaman tentang kenapa dia menjadi orang yang tidak suka dianggap gagal. Tapi aku rasa tidak perlu untuk mengungkitnya sekarang ini, mungkin akan ada kejadian yang bisa membuatnya sedikit lebih terbuka nanti.

"Apa kelompok kamu orangnya udah lengkap?" Felly memberanikan diri untuk bersuara di tengah kecanggungan kami.

"Iya, ternyata aku cuman dipakai buat ngisi posisi vokal. Kenalan David ternyata udah ngelengkapin kelompokku."

"Gitu, ya."

Felly tersenyum hambar, memandang kosong cangkir yang menyisakan sedikit kopi tadi. Kelihatannya dia sedikit kecewa, sehingga aku tanya apakah dia ingin ikut dengan kelompokku. Tetapi, aku sudah mendapat penolakkan. Lagipula mustahil merekrutnya karena kelompok kami sudah lengkap. Dan menjadi Guest Performance bagi Felly adalah pilihan terbaik.

Akhirnya aku dapat kembali ke asrama setelah tadi mengobrol sebentar dengan Felly. Merebahkan diri di kasur empuk ini, membuatku sedikit merasa teringat tentang ruangan dulu, tidak maksudku sangkar yang dulu.

Aku masih bingung, apakah kebebasan sudah tidak ada lagi pada diri ini atau apa aku boleh menganggap kalau tempat sekarang ini adalah kebebasan? Setelah beberapa hari di sini aku mulai memikirkannya.

Sudah pukul 23.00 dan aku belum juga menerima email mengenai targetku. Entahlah, sepertinya aku cukup yakin kalau dia tidak akan mengirim informasi itu hari ini, dan kemungkinan terburuknya adalah dia sama sekali tidak akan mengirimnya.

Tiba-tiba suara bel dari arah pintu berbunyi, membuatku sedikit terkejut. Memangnya siapa orang bodoh yang berkunjung jam segini? Dengan perasaan sedikit malas aku memaksakan diri untuk bangkit dan menuju ke sana.

Ketika aku membuka pintu, sosok besar dengan wajah menyeramkan langsung menyambutku. Seringai yang mengerikan nampak dari sudut bibirnya. Benar-benar makhluk bar-bar yang tidak tahu waktu istirahat. Aku ingin mengeluh seperti itu kepadanya.

"Haha, udah gue duga lo masih bangun." David kembali menyeringai, seperti puas karena tebakannya benar. Dibelakangnya terlihat Yurina yang juga tersenyum dan melaimbaikan tangannya untuk menyapaku.

"Jadi, mau apa kalian ke sini?" tanyaku dengan suara seperti orang yang mengantuk, aku berharap urusan ini bisa terlesaikan dengan cepat. Semoga mereka paham dan membiarkanku agar bisa beristirahat.

Popularitas adalah Segalanya (Vokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang