6. Jancuk

33 4 0
                                    

Badan Gadis benar-benar remuk rasanya. Ia ingin tidur barang sebentar saja. Tapi nyatanya ia harus mengikhlaskan kebiasaan tidur siangnya. Karena saat ini Gwennis benar-benar tidak bisa dihentikan. Setelah pulang sekolah, Gwennis tak mau langsung pulang kerumah, memilih mampir ke taman komplek lalu bermain ayunan dan plosotan disana. Berjam-jam, meminta Gadis memutar ayunan putar, mendorong ayunan, hingga melosot bersama (?)

Setelah puas di taman mereka pulang, didalam rumah, Gadis harus mengiklaskan jari-jarinya dipoles dengan kutek mainan milik Gwennis. Kalau tak berantakan tak masalah, kalau hanya kuku jarinya tak apa, ini hampir semua jari Gadis dipoles!

"Gwen, Aaaa," Gadis menyodorkan sendok berisi nasi dan suwiran ayam pada Gwennis.

Tapi bocah kecil itu sibuk dengan gadgetnya. Gadis heran mengapa Abian memberikan anak sekecil Gwen sebuah gadget. Menurut Gadis itu tak akan baik untuk pertumbuhan Gwennis.

"Gwen ayo makan dulu," ucap Gadis, tak menyerah meski Gwennis sama sekali tak menganggapnya.

Gadis memperhatikan layar ponsel Gwennis, ternyata Gwennis sedang berusaha menghubungi ayahnya. Dan bagaimana gadis sekecil itu tahu cara menelpon seseorang.

"Ayah mungkin lagi sibuk Gwen," ucap Gadis, ia sadar kalau panggilan itu tak kunjung mendapat jawaban.

Gwennis mengerucut bibir, menoleh lalu membuka mulutnya, akhirnya dia menyerah dan Gadis dengan senang hati menyuapi Gwennis.

Omong-omong, Gadis jadi penasaran akan sesuatu, "Gwen, mama kamu dimana—ah maksud kakak bunda kamu," Gadis segera meralat kalimatnya, karena ia ingat kalau Gwennis tak punya mama, tapi punya bunda. Padahal mah sama aja.

Gwennis menelan nasinya, setelah itu, dia berlari entah kemana, membuat Gadis ingin berteriak sekencang-kencangnya. Mengapa menyuapi makan sesusah ini?

Drttt.... Drttt

Gadis segera memeriksa ponselnya yang bergetar berkali-kali. Dahinya mengernyit heran mendapati banyak pesan WhatsApp dari nomor-nomor tak dikenal.

From : 0823545***

Hallo mas ini Vey. Kelas X ipa 1.

From : 08123456***

Terimakasih kak sudah ngasih nomer kakak. Kakak lagi apa?

From : 0889765***

Mas Gio suwun nomere* :) -Farah

(*) Terimakasih nomornya

Gadis melotot membaca semua isi pesan tersebut. Matanya tertuju satu pada satu nama. Gio—adiknya.

Gadis langsung menelpon nomor Gio dengan cepat. Tak lama panggilan terhubung, sebelum Gio mengeluarkan suara Gadis lebih dulu berkata.

"Kamu kasih ke siapa nomer mbak?" Tanyanya.

'Hehe, maaf mbak, tak kasih ke para fansku,' Gio berucap dengan logat jawanya santai.

"Apa?" Gadis menaikkan bibirnya tak suka. Benar-benar adiknya ini!

Gadis memperhatikan Gwennis yang tiba dengan membawa sebuah buku yang mirip album. Gadis hendak bertanya, tapi suara Gio membuatnya kesal lagi.

'Yo piye mbak, aku males ngerespon arek-arek kui. Salahku seh, guanteng'*

(*)Ya gimana kak, aku males merespon anak-anak itu, salahku sih, ganteng

Gadis menahan diri diri untuk tidak bereaksi berlebihan atas kepercayaan diri adiknya yang tinggi. Padahal perutnya sudah bergejolak geli mendengarnya.

Gadis berdecak, "Eh, jancuk anak ini, wes lah!" Seru Gadis sebelum menutup panggilannya. Ia mengumpat sebal. Bagi gadis umpatan itu wajar, karena ia sudah sering mendengarnya ketika dia tinggal di Surabaya.

Gwennis menatap Gadis dengan bibir mengerucut. Mendengarkan suara Gadis yang nyaring dan terkesan membentak membuat Gwennis memasang raut ketakutan meski anak itu tak tahu arti ucapan Gadis.

Gadis sedikit terperanjat akibat emosinya pada Gio dia sampai lupa bahwa Gwennis masih disini menatapnya ketakutan karena habis mengumpat, "Gwen kaget ya? Kak Gadis gak lagi marah kok, kak Gadis lagi..." Gadis menggantungkan kalimatnya mencari kata yang pas untuk melanjutkan, "Lagi nyapa adik kakak," lanjutnya.

Gwennis tak merespon apapun. Gadis menyimpan ponselnya, "Kak Gadis ambil minum dulu ya," ijinnya pada anak kecil itu.

Gwennis mengangguk. Selang kepergian Gadis. Pintu rumah terbuka, Gwennis langsung menatap seseorang yang baru masuk kedalam rumah, Abian datang menenteng tas kerjanya. Dia tersenyum mendapati putrinya sedang duduk manis di sofa.

Dia hendak melangkah tapi ucapan Gwennis mampu membuatnya terkena serangan jantung mendadak.

"Jancuk!" Seru Gwennis keras pada Abian.

Abian membeku, matanya membulat sempurna mendengar kata umpatan itu keluar dari bibir mungil putrinya.

"Gwennis kamu ngomong apa!" Teriak Abian dia sudah berjongkok didepan Gwennis.

"Jancuk." Ulang Gwennis.

Prak

Suara itu berasal dari arah kanan, disana berdiri Gadis dengan mulut menganga. Dia bahkan menjatuhkan gelas plastik yang berisi air ke lantai saking kagetnya.

Abian menatap Gadis sebentar, sebelum akhirnya beralih pada Gwennis. Berjongkok didepan anaknya itu lalu berkata pelan, "Gwen gak boleh ngomong gitu lagi ya."

Gwennis menatap Abian dengan raut penuh tanya, "Kenapa? Kata tante Gadis itu buat nyapa orang."

Abian mengalihkan pandangannya menuju Gadis, yang sudah memungut gelas dilantai. Dia menatap Abian salah tingkah.

Abian menangkup kedua pipi putrinya, menggeleng pelan, "Itu bad word Gwen, jangan diucapkan lagi ya?"

Gwennis akhirnya mengangguk, membuat Abian tersenyum bangga. Dia mengucap pucuk kepala Gwennis sebelum mengecup pipi sulungnya itu.

Gadis di tempatnya tertegun sejenak, melihat betapa mudahnya Abian Adya memamerkan senyuman. Manis pula. Membuat jantung Gadis berdebar. Padahal dulu Gadis sangat jarang melihat lelaki itu tersenyum. Paling pol senyum sinis. Tapi lihat bagaimana lelaki itu sekarang.

Jika Gwennis mampu membuat Abian dengan mudah tersenyum, bagaimana dengan ibu Gwennis? Istri Abian. Apa dia bisa membuat Abian tertawa dengan lepas? Gadis benar-benar penasaran siapa istri Abian. Siapa yang bisa merontokkan dinding beku yang melingkupi hati Abian.

***

Jangan lupa vote dan komennya ya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Namanya Juga UsahaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang