14

7.1K 1K 64
                                    

Haechan terduduk lemah diatas sofa rumahnya setelah Herin memutuskan pergi darisana tanpa menjawab permintaanya. Mata Haechan tertutup menahan desakkan air mata yang berlomba keluar dari bola matanya.

Tangannya terulur untuk mengelus lembut perutnya yang masih terasa datar namun Haechan dapat merasakan kehangatan sang anak dari dalam sana.

Senyum sendu Haechan perlahan terbit. Ia mengingat kembali disaat ia mengetahui fakta ini. Malam itu disaat ia ingin menghabiskan malam dengan kedua orangtuanya ia mendengar semuanya. Mendengar tentang kutukkan keluarga Mark yang akan menimpanya.

Haechan tentu saja terkejut dan takut. Rasanya ia ingin membawa dirinya lari sejauh mungkin. Ia bahkan sudah memasukkan sebagian bajunya kedalam koper dan berniat akan pergi tengah malam nanti.

Namun saat ia membasuh wajahnya, tatapan Haechan jatuh pada kalung yang terpasang cantik dilehernya. Ia menatap kalung itu lamat lalu menggenggamnya penuh perasaan. Dan ingatan tentang janji yang Mark ucapkan tegas tanpa keraguan datang padanya.

Haechan kembali tertegun. Ia menatap pantulan dirinya dan bertanya pada dirinya sendiri. Bisakah ia mempercayai seorang Mark Jung? Bisakah ia menghadapi kenyataan bahwa dirinya hanya menjadi tameng dan batu loncatan untuk sang kakak? Bisakah ia bertahan.

"Kau tentu bisa karena aku bersamamu."

Tubuh Haechan menegang bersamaan dengan matanya yang mebulat saat merasakan sapuan hangat pada pundaknya. Ia kembali terlonjak saat mendengar namanya dipanggil kencang oleh sang Mama. Haechan segera keluar dari kamar mandinya dan kembali menatap barang yang telah ia selesai kemas.

Haechan tersenyum tipis dan memutuskan untuk menjalani segalanya terlebih dahulu dan mempercayakan segalanya pada Mark. Dan hingga kini semua janji Mark telah terbukti.

Pria itu menempatkan Haechan pada prioritas utamanya dibandingkan pekerjaan. Selalu memberikan Haechan waktu sebanyak yang Haechan inginkan. Dan kini ketika Haechan hamil, Haechan mampu merasakannya.

Bagaimana rasa senang, takut, cemas dan sedih itu tergambar jelas pada mata Mark. Yang bisa Haechan lakukan hanya dengan tersenyum dan memeluk sang suami dengan erat disetiap kesempatan.

Membiarkan suaminya itu melakukan apapun yang membuatnya merasa tenang. Haechan dalam diam tetap memperhatikan bagaimana Mark semakin lama semakin memperlakukannya bagai barang berharga yang tak ternilai.

Deringan pada ponselnya membuat lamunan Haechan terputus. Tersenyum tipis saat melihat nama sang suami terpampang pada layar ponselnya.

"Sayang?!"

Haechan terkekeh pelan, "Ada apa hyung?"

"Tidak. Hanya tiba-tiba merindukanmu dan baby. Apa kalian baik? Apa aku perlu pulang sekarang?"

Haechan tersenyum tipis, "Kami baik hyung, jangan khawatir ya."

Haechan dapat mendengar Mark menghela nafas pelan sebelum berucap, "Aku merasa gelisah entah kenapa. Bisakah aku pulang sekarang?"

Haechan menghela nafas pelan, "Baiklah. Kami tunggu dirumah ya."

Haechan tak bisa menahan senyumnya saat Mark berujar penuh semangat akan ada dirumah 30 menit lagi lalu sambungan telpon mereka terputus.

Haechan menatap foto pernikahannya dan Mark yang terpasang di depannya dengan senyum tipis.

Ia pasti tak apa. Selama ada Mark yang melindunginya, Haechan yakin ia baik-baik saja.

Ingat, Mark adalah Tuan Superman.

.

.

.

"Kau suka?"

Haechan mengangguk dengan senyum lebar saat manis dan segar buah semangka memenuhi mulutnya. Sedangkan Mark hanya menopang dagunya dengan tatapan mata yang terfokus pada Haechan yang sedang menikmati buahnya.

Haechan dengan senyumannya turut menatap Mark. Mereka berdua saling menatap tepat pada manik mata mereka masing-masing lalu terkekeh setelahnya. Tangan Mark terulur untuk mencubit pelan pipi Haechan.

"Makan yang banyak, istirahat yang cukup dan jangan lupa bahagia."

Haechan mengangguk lalu kembali memakan buahnya. Mark menatap lamat wajah manis sang istri lalu menggenggam tangan kiri Haechan yang bebas.

Haechan menatap Mark dengan kerjapan polos, "Kenapa?"

Mark tersenyum tipis, "Terimakasih sudah bersedia menikahi pria sepertiku."

Haechan terkekeh pelan, "Aku yang berterimakasih karena hyung sudah bersedia menjadi suamiku."

"Haechan-ahh?"

"Hmmmm?"

"Terimakasih dan maaf."

Haechan balas menggenggam tangan Mark erat, "Jangan meminta maaf. Kuharap tidak akan ada penyesalan berujung kata maaf dalam pernikahan kita hyung. Aku hanya menginginkan kehidupan pernikahan yang bahagia dan penuh ucapan rasa syukur."

Haechan melihatnya. Dibalik senyum tipis itu ada berjuta perasaan yang tak bisa Mark ucapkan. Jadi yang Haechan bisa lakukan sekarang adalah tersenyum dan membuka tangannya lebar, "Mau berbagi satu pelukan?"

Mark tersenyum lalu segera memeluk sang istri seerat yang ia bisa. Tak lupa memberi kecupan dan bisikan cinta sehalus angin pada sang istri.

Haechan balas memeluk Mark erat dan menenggelamkan wajahnya pada dada sang suami. Menghirup wangi Mark yang lembut dan mencari kehangatan, ketenangan dan kenyamanan dalam pelukan erat Mark.

Karena sejujurnya Haechan juga takut. Kenyataan jika besar kemungkinan ia tak bisa disamping Mark hingga tua dan menyaksikan pertumbuhan sang anak membuat Haechan terperosok dalam lubang ketakutan yang sempurna.

Karena Haechan adalah manusia biasa yang juga mengharapkan kebahagian dalam hidupnya.

*******
Jadi gimana?
Endingnya akan seperti apa hayooooo~

Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang