...
..
.
"Dadi, apa tidak sebaiknya kita kembali ke rumah Met?" tanya Bossa lagi.
Bright menoleh ke arah Bossa yang kini sedang tersenyum sambil mengerjapkan matanya dengan menggemaskan.
Setelah itu, Bright menghela napas panjang sambil memijat keningnya pelan.
Pikirannya melayang untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Bossa.
"Apa kau ingin ke rumah Win?" tanya Bright kepada Bossa. Satu tangannya terjulur untuk mengusap kepala anak kecil itu.
Bossa mengangguk dengan cepat. "Aku takut dia jatuh lagi, Dadi. Dia masih sakit," jawab Bossa sambil memposisikan tubuhnya untuk miring menghadap Bright.
Bright kembali mengembuskan napasnya. Dia berusaha untuk berpikir lebih jernih. Lagi pula ini sudah malam, Bossa akan mengantuk karena waktu tidurnya sudah dekat. "Tidak perlu, Boss. Dia sudah dewasa. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri," jawab Bright dengan tangan masih mengusap-usap kepala Bossa.
Bossa mencebikkan bibirnya. Ekspresi tak suka terpajang di wajah tembamnya. "Tapi Dadi ...."
Bright meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya sendiri. Dia membuat suara mendesis seolah meminta Bossa untuk diam. "Ssstt ... Jangan terlalu mengkhawatirkannya. Dia sudah dewasa, Boss," ucap Bright sambil mencubit pelan pipi Bossa. "Sekarang duduk yang benar, kau tidak boleh melanggar peraturan."
Bossa menurut. Dia membenarkan posisi duduknya menghadap jalanan. Bibirnya masih mencebik, lengannya kini terlipat di Dada. Melihat tingkah Bossa, Bright pun terkekeh. Dia kembali mencubit pipi tembam Bossa dengan pelan.
"Apa boleh aku meneleponnya nanti?" tanya Bossa kembali menoleh pada Bright. Tubuhnya tetap duduk dengan rapi menghadap jalanan, sesuai peraturan yang berlaku.
Bright melemparkan senyumannya pada Bossa sambil mengangguk. Entah ilmu sihir apa yang Win pakai. Yang jelas, Bossa dengan jelas sudah menyukai Win.
Bright berusaha menerima fakta bahwa Bossa sudah jatuh pada pesona pengasuh anak yang ceroboh itu. Dan jujurnya Bright pun suka pada Win yang ia rasa begitu tangguh. Bukan karena hal lain, ini murni karena Win begitu tangguh hingga mampu bertahan dengan Bossa, dan Bossa pun begitu menyukai Win.
Ya ... benar, karena itu. Bright yakin!
=0_0=
Bright melangkah memasuki rumahnya sambil melepas jaket yang ia pakai. Bossa sudah berlari lebih dulu, senang karena di ruang tengah tampak Tay yang sedang berkutat dengan kameranya.
"Pamaaaan!" teriak Bossa kepada Tay.
Tay segera menoleh pada Bossa yang berteriak memanggilnya. Senyuman lebar otomatis terpajang di bibirnya. Dia meletakkan kameranya di meja lalu membentang kedua tangan, bersiap menerima Bossa untuk menghambur ke pelukannya.
Bossa tertawa girang, dia kegelian karena Tay menghujani pipi tembamnya dengan ciuman-ciuman iseng. Setelah merasa puas menjahili ponakannya, Tay pun menggendong Bossa.
"Oh my God! Kau semakin berat, Boss!" ucap Tay yang kini menggendong Bossa.
Bossa hanya tertawa. Kini gantian dia yang iseng menghujani wajah Tay dengan ciuman-ciuman kecil.
Bright menyampirkan jaketnya di tangan kanan lalu berdiri di hadapan Tay. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah biasanya kau asyik dengan party night-mu?" tanya Bright pada sepupunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BrightWin ― My Baeby
FanfictionUnpublished untuk editing. Kalau ada yang kangen cerita ini bilang saja lewat komen atau wall profil atau DM atau mention twit atau mana saja, nanti aku usahan up berkala ^^ ________________ Mencintai anaknya―sebagai bonus, cintai juga ayahnya. ====...