24

1.1K 94 3
                                    

Pria mungil itu terbangun. Matanya mengerjap untuk meminimalisir cahaya yang masuk. Tenggorokannya kering sekali. Rasanya untuk menelan ludah saja sakit. Tapi di ruangannya saat ini, tak ada orang sama sekali. Jadi ia pun tak bisa meminta bantuan siapapun untuk memberikannya segelas air.

Jimin kemudian mencoba untuk duduk. Namun baru bergerak sedikit saja perutnya sudah terasa sangat sakit. Ia pun tak jadi untuk melakukannya. Lebih baik ia menunggu seseorang datang daripada harus merasakan sakit yang teramat sangat.

Ceklekk....
Pintu ruangannya terbuka. Menampakkan sesosok wanita berumur 40 tahunan yang masih nampak awet muda. Kim Hana masuk kedalam ruangan putranya, ingin memastikan jika ia baik-baik saja. Tapi setelah itu, wajahnya langsung tampak sumringah saat melihat mata sang anak telah terbuka.

"Jimin! Syukurlah kau telah sadar nak... Eomma sangat khawatir kepadamu" Hana memeluk tubuh Jimin dengan hati-hati. Ia tau jika sang anak belum bisa bergerak dengan bebas.

Bukannya senang akan kehadiran sang eomma, Jimin malah terheran -  heran karnanya. Ia bertanya - tanya, Benarkah wanita yang di hadapannya saat ini adalah eommanya? Eomma yang telah melahirkannya? Dan eomma yang tak pernah peduli padanya? Jimin sungguh tak dapat mempercayai semua ini. Sepertinya Jimin belum tersadar dari koma, karna ia masih mengalami mimpi ini. Tapi ini terlalu nyata untuk disebut mimpi. Bahkan Jimin dapat merasakan kehangatan dan kelembutan pelukannya.

"Eomma?"

Hana menoleh kepada Jimin dengan tatapan lembutnya seorang ibu. Baru kali ini Hana bersyukur memiliki Jimin sebagai anaknya. Dulu, hatinya selalu tertutup oleh kebenciannya kepada ayah kandung Jimin. Namun sekarang, Hana sangat menyesal telah mengabaikan Jimin.

"Ada apa adeul? Kau ingin sesuatu?"

"Ha--us"

Kim Hana kemudian mengambilkan segelas air dan menyuapi Jimin air dengan sendok. Jimin belum boleh makan atau minum terlalu banyak karna ia baru selesai menjalani operasi.

Kemudian Joonmin pun datang membawakan sebungkus makanan. Ia tadi habis dari kantin untuk mengisi perutnya, dan membawakan makanan itu untuk sang istri yang belum makan apapun sejak tadi pagi. Ia lalu menghampiri brankar Jimin dan mendapati jika sang anak telah tersadar.

"Jimin?? Kau baik-baik saja?" Tanya Joonmin. Dan Jimin pun mengangguk lemah.

"Eomma... Appa... Kenapa kalian kemari?" Tanya Jimin. Sekarang ia telah sadar jika saat ini, ia tak sedang bermimpi apalagi berkhayal. Kejadian ini sungguh nyata. Eomma dan appanya benar-benar mengkhawatirkan nya.

"Tentu saja karna kami ingin merawatmu Jimin-ah.... Kenapa kau bertanya seperti itu?" Jawab joonmin.

"Tapi kalian tak biasanya mengkhawatir kan aku" ucap Jimin sendu. Ia selalu sedih setiap kali mengingat hal itu.

"Maafkan eomma jiminah... Eomma menyesal. Sungguh" Kim Hana menggenggam erat jemari sang anak. Meminta ampunan karna telah mengacuhkannya selama 25 tahun ini.

"Aniii... Kau tak perlu meminta maaf padaku eomma"

"Harus! Aku harus melakukannya. Aku telah melakukan banyak kesalahan padamu" ujar Hana sambil menempelkan tangan Jimin ke pipinya.

"Baiklah... Aku memaafkanmu eomma" Jimin tersenyum kepada sang eomma. Ia sangat bahagia karna eommanya telah berubah menjadi lebih baik.

"Jiminah... Appa juga ingin meminta maaf padamu karna selalu memaksamu untuk mewarisi perusahaanku" Joonmin ikut nimbrung. Ia juga merasa telah melakukan kesalahan dengan selalu memaksa Jimin untuk meneruskan usahanya. Seharusnya ia tak melakukan itu.

Our Destiny | Kookmin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang