Laki-laki itu berjalan gontai ke pintu apartemennya. Ia kali ini serius tidak akan mau berkunjung ke rumahnya yang jauh itu saat siang bolong, panasnya terlalu menyengat. Ia baru saja akan masuk sebelum melihat sepatu familiar yang tersusun rapi di rak samping pintu.
"Juna pulang," ucap laki-laki itu.
"Kamu habis darimana?" wanita paruh baya tampak sibuk mengisi kulkas di apartemennya.
Juna melirik kalender yang terpasang tidak jauh dari tempatnya berdiri, ah sudah akhir pekan, pantas saja tantenya datang berkunjung. Tidak terasa liburan semesternya telah berakhir dan ia harus mulai sekolah lagi besok.
"Rumah," sahut Juna malas lalu duduk di meja Island.
"Rumah?" wanita itu memastikan.
"Iya rumah," ucap Juna acuh.
"Udah baikan sama ayah kamu?" sang tante bertanya seraya menyodorkan buah apel yang telah terpotong.
"Belom, ada urusan doang," Juna menjawab seadanya.
Wanita itu hanya mengangguk tanda mengerti. Ia kembali memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam kulkas sebelum akhirnya beralih untuk mencuci beberapa piring kotor bekas sarapan yang Juna tinggalkan.
"Tan, orang yang marganya Abipraya banyak ga?" Juna bertanya seraya menggigit apel.
"Ya banyak lah, itu Tante Lisa, Tante Dyan, Om Gavin, Tante Edel, Om Iel, Tante Leonna," jawab sang tante terkekeh.
"Bukan gitu maksudnya, tapi Abipraya bukan termasuk marga yang banyak di pake kan?" Juna kembali bertanya.
"Bukan, kebanyakan keturunannya perempuan soalnya," sang tante mengelap piring yang telah bersih.
"Kalau yang marga Abipraya tapi nama depannya lima huruf siapa Tan?" Juna melanjutkan sesi tanya jawabnya.
"Loh Tante? Nama tante kan lima huruf," sang tante masih terkekeh, bingung dengan pertanyaan acak keponakannya.
"Ohh gitu ya," ucap Juna mengunyah potongan apel terakhir.
"Tante abis dari sini mau kemana lagi? Ko rapi banget?" lanjutnya.
"Mau ngasih sumbangan ke panti asuhan, kamu mau ikut?" tantenya sudah beralih mengembalikkan piring ke raknya.
"Ga deh, aku nitip nyumbang aja," laki-laki itu bangkit dari posisinya.
Juna termasuk orang yang senang untuk membantu panti asuhan, sesekali ia menyumbang melalui badan amal atau melalui tantenya sendiri yang memang memiliki jadwal tiap bulan ke sana. Laki-laki itu berharap kelak anak-anak di sana dapat lebih bahagia dari dirinya, mereka harus menjadi anak yang sukses ke depannya, cukup dia yang hidupnya terombang-ambing.
"Oh iya uang kamu udah Tante pegang ko, nanti di sampein," ucap sang tante.
"Juna mau mandi dulu, Tante kalau mau pergi langsung aja," ia masuk ke kamar mandi, ingin membersihkan badannya yang terasa gerah dan lengket.
"Itu anak kenapa ya? Tumben hari ini random banget," sang tante geleng-geleng dan meninggalkan apartemen Juna.
♤♡◇♧
Shasha sedang bersandar di tribun setelah lelah mengelilingi lapangan stadion dekat tempat tinggalnya. Di sebelahnya seorang laki-laki sedang terlentang mengatur nafasnya perlahan.
"Katanya ketua futsal, baru lari keliling aja udah engap," gadis itu mencibir.
"Ya kan selama liburan ga pernah olahraga anjir, kaget lah badan gue sekali lari langsung di suruh 15 puteran," laki-laki itu menempeleng pelipis Shasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Punch
Ficção AdolescenteFrom stranger to partner. Beratnya keadaan terus memaksa Shuhua (Shasha) untuk hidup mandiri dengan kenangan buruk yang selalu menghampirinya tiap malam. Bertahan hidup dengan dengung lonceng, peluh, dan sorakan. Renjun (Juna) dengan hobinya akan se...