Part 3. undangan

13.3K 1K 36
                                    

Undangan pernikahan yang sudah di buat jauh-jauh hari itu pun akhirnya selesai cetak. Undangan itu kini ada di tangan Thea. Ia melihat namanya dan juga nama sang calon suami. Ia melirik sekilas saja nama Edwin dan fokus pada nama orang tuanya dan turut mengundang. Ia menghela nafas karena ternyata cita-citanya untuk tidak menikah tidaklah tercapai.

Pernikahan seperti apa yang akan ia jalani nanti?

Ia sangat takut jika nanti pernikahannya akan membuat hatinya sakit dan tersiksa seperti yang pernah Mamanya rasakan dulu. Ia tak mau itu terjadi. Thea berfikir bagaimana caranya agar ia tidak akan merasakan sakit hati? Ia kemudian tersenyum kecil, tentu saja dengan tidak mencintai suaminya maka apa pun yang akan suaminya lakukan tidak akan bisa menyakiti perasaannya. Begitu kan?

Tidak ada cinta, tidak ada kasih sayang dan juga perhatian. Maka hal itu akan membuat pernikahan mereka seperti pertemanan saja, teman tidak akan membuat sakit hati kan? Dan juga, tidak ada anak di pernikahan itu. Jika hal itu terjadi maka yang ada adalah hubungan mereka akan semakin terikat. Dan menikah tanpa cinta tidak mungkin akan menghasilkan sebuah anak. Karena anak adalah buah cinta kasih dan mereka kan tidak memiliki itu. Jadi, tidak mungkin akan ada anak. Thea langsung sumringah karena ia tak harus khawatir soal pernikahannya lagi.

"Kak," panggil Tirta yang sudah di depan pintu. Thea menyuruh masuk dan Tirta pun masuk lalu duduk di atas ranjang sementara Thea tengah duduk di lantai dengan undangan di tangannya.

"Ada apa?" tanya Thea.

"Kakak seneng nggak pernikahannya sebentar lagi?"

"Biasa aja."

"Kakak tertarik nggak sama Kak Edwin?"

"Biasa aja."

"Kakak nggak suka ya sama calon suami Kakak?"

"Belum."

"Kalau belum, kenapa Kakak tetap mau menikah?"

"Demi Theo." Tirta terdiam begitu juga dengan Thea. Tak seharusnya Thea mengatakan hal itu kan?

"Demi masa depan Kakak juga kok," lanjut Thea yang membuat Tirta menghela nafas. Ia kemudian memeluk sang Kakak dari belakang dan itu membuat Thea menahan air matanya. Ia paling tidak sanggup di perlakukan seperti ini oleh adik-adiknya. Thea itu hanya kuat di luar tapi rapuh di dalam.

"Udah, lepas ah, ngapain sih?" Thea mencoba melepas pelukkan sang adik. Tirta manyun dan mencium pipi sang Kakak.

"Eh, cium-cium, udah ada yang punya nih," ujar Thea bercanda. Tirta menjulurkan lidahnya.

"Cie udah ngakuin ...." goda Tirta yang membuat Thea menoleh dan mengelitiki tubuh sang adik yang sangat tidak bisa di kelitiki itu.

"Aarrrhhhhh, geli, Kak!!!!" teriaknya yang membuat Thea semakin semangat menjahili sang adik. Saat itu Theo yang baru datang dari urusannya di luar rumah tersenyum mendengar Kakak dan Adiknya tengah bercanda. Theo merasa lega karena ternyata Kakaknya tidak merasa tertekan dengan pernikahan yang akan ia jalani ini.

Semoga Edwin mampu membuat Thea menjadi wanita seutuhnya dan merubah sikap cueknya itu. Theo masuk ke dalam kamarnya dan terkejut dengan kamar yang berantakan.

"TIRTA!!!!!"

****

Sarah dan Indra kaget melihat wajah Tirta yang manyun dan kusut itu. Sementara Theo dan Thea nampak memakan malam mereka seperti biasanya.

"Kamu kenapa, Tirta?" tanya Sarah.

"Nggak apa-apa, kok," jawabnya sembari melirik ke arah Theo.

Istri Tercuek (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang