TWO

209 8 14
                                    

Sama seperti hari normal biasanya, sepulang sekolah aku harus kembali ke rumah dengan sejuta tekanan itu.

Ah! Dibanding pulang ke rumah, rasanya aku lebih memilih untuk pulang ke penjara.

“Nggak les kamu?” suara itu, siapa lagi jika bukan Mama ku.

“Enggak Ma, hari ini Yuju ambil libur,” kataku sopan padanya.

Sudah kuduga, tatapan itu yang akan aku dapatkan darinya.

“Selasa kan kamu lomba! Kenapa ambil libur sekarang?” ketusnya.

“Ma! Aku juga capek ma! Aku capek! Aku butuh istirahat! Lagian besok kan sabtu! Yuju janji dari sabtu siang sampai senin malam Yuju bakal belajar keras!”

Sebuah botol kosong melayang dan mengenai kepalaku.

“Kalau sama orang tua yang sopan!”

Itu kakakku, kakak yang selalu mengingatkanku akan kesopanan pada orang tua yang sama sekali tidak memberi timbal balik padaku.

“Kak! Sampai kapan sih Yuju harus bersikap baik padahal Mama sama Papa nggak pernah baik sama Yuju? Yuju cape kak!” kataku dengan sedikit berteriak.

“Siapa yang ngajarin kamu kayak gini? Bentak bentak orang sembarangan? Pacar kamu yang berandalan itu?” kata kakakku dengan nada tinggi sembari berjalan kearahku.

Saat ini Mama sedang menangis seolah dia adalah korban dan aku adalah penjahat.

“Kak! Nggak seharusnya kakak ngomong kayak gitu! Yang berandalan itu kakak! Bukan Jae!” teriakku tepat didepannya.

Tamparan.
Itu yang selalu aku dapatkan darinya ketika situasi menjadi seperti ini.

“Mulut kamu tolong dijaga ya! Sadar kamu! Kamu hidup dari keluarga ini bukan dari uang pacar kamu itu!”

“Kak! Aku emang hidup dari uang kalian! Tapi aku bisa hidup sampai sekarang karena kasih sayang pacar aku dan teman teman aku kak! Bukan kalian!” kataku kemudian pergi ke kamarku.

Pintu kamarku diketuk kasar oleh kakakku. Ia masih juga menyerukan kata-kata yang mengolok-olok Jae, seolah ia adalah joker yang mempegaruhiku untuk menjadi orang jahat.

Aku menaruh kunci di pintu agar mereka tidak bisa membuka kamarku dengan kunci cadangan.

Selain itu, aku juga menyeret mejaku yang akhirnya ku letakkan di depan pintu, jaga-jaga jika kakak mendobrak kamarku.

Setelah itu, aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, untuk menelepon Jae.

“Jae!”

“...”

“Jae! Tolong aku!”

“...”

“Jae!”

“Jae ada telepon masuk dari ‘sayangku’, udah terlanjur aku angkat. Nih!”

Deg!

Itu suara perempuan? Aku belum pernah mendengar suara itu sebelumnya.

Who’s she?

“Jae!”

“Halo sayang? Kamu kenapa kok nangis?”

“Tadi siapa?” tanyaku penasaran.

“Itu sepupu aku anaknya tante Sohee, dia baru pulang dari LA. Kamu kenapa? Cerita sama aku!”

“Jae! Aku nggak betah dirumah! Aku pengen mati aja rasanya!”

“Sayang! Jangan ngomong gitu! Masih banyak orang yang sayang sama kamu!”

“Jae, aku tidur dirumah kamu ya?”

“Ha? Gimana?”

“Please! Aku udah nggak bisa mikir Jae!”

“Yudah, kamu siap-siap aku kesana sekarang!”

“Tunggu dirumah tante Yoora!”

TUT!

Biasanya, saat aku muak dengan keluarga ini aku pergi kerumah tante Yoora.

Ia adalah tetanggaku, tak perlu susah untuk kerumahnya, hanya perlu tiga langkah, balkon kamarku sebelah kanan, kemudian tembok pembatas, dan balkon kamar Caerin, anak tante Yoora.

Ia sangat mengerti akan keadaanku, dan ia pernah berkata kepadaku bahwa seluruh pintu dan jendela rumahnya terbuka lebar untukku. Maklum saja, ia hanya tinggal berdua dengan anaknya karena sang suami telah tiada.

“Tante ini aku Yuju!” kataku sembari mengetuk pintu di balkon kamar Chaerin.

Samar-samar aku mendengar langkah kaki dari dalam.

“Kamu kenapa lagi? Sini masuk!” katanya sembari menutup pintu lagi.

“Kakak sama Mama mulai lagi tante,” dan akupun menceritakan semuanya padanya termasuk perihal Jae akan menjemputku di rumahnya.

“Kamu udah bilang sama pacar kamu buat jemput lewat pintu belakang?”

Oh ya, kebetulan rumah tante Yoora berada di pertigaan sehingga ia memiliki gerbang yang berada di samping.

“Jae udah tau tante.”

Tak lama dari itu aku mendapat pesan dari Jae bahwa ia telah sampai di rumah tante Yoora. Dan kamipun menghampirinya di pintu belakang.

“Jae!” kataku yang masih menangis seraya memeluknya.

Diapun memeluk balik aku dan mengusap pelan punggungku.

“Udah nggak papa, ada aku disini!”

“Makasih ya tan udah bantuin pacar saya.”

“Kayak sama siapa aja kamu tu! Tante udah anggap kalian kayak anak sekaligus adik tante sendiri.”

“Bagus kamu ya! Malah mau minggat sama cowok berandalan kayak dia!”
Itu kak Chanyeol dan ada Mama juga dibelakang.

[END] When You Love Someone •• [PARK JAEHYUNG]°°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang