8. Phobia

950 169 6
                                    

Percayalah, sifat Gengsi
Bisa membuat kesalahan.

Bahkan fatal sekalipun.

-Ata L.B

"Tumben dah pulang."

Baru saja Jada membuka pintu masuk rumah nya, dan langsung di sambut oleh Kai. Yang kini tampak duduk di sofa ruang tamu.

Mendengus sebal, "Pulang lambat di marahin, pulang cepet di heranin. Mau nya apa sih?"

Kai terdiam, menampakan raut wajah yang seperti sedang berpikir. "Bantu gue buat balikan sama pacar gue."

"Ralat, bukan pacar tapi M-A-N-T-A-N."

Giliran Kai yang mendengus sebal, kala Jada sengaja mengeja kalimat 'Mantan' kepadanya.

Berdecak, "Iya, iya. Salah itu doang elah."

Jada mengangkat bahunya acuh, kemudian langsung melenggang pergi. Mengabaikan teriakan Abang nya yang memanggil dirinya.

Yah, Abang nya baru saja putus. Sudah mau seminggu sih, tapi tuh anak masih saja terlihat galau. Yang Jada tau, kalau pacar Abang nya lah yang meminta putus duluan. Makanya tak heran bila Kai lah yang mengalami fase galau.

Sempat membuat Jada simpatik, namun tak jadi. Lantaran sikap Kai yang kini lebih seenak jidat nya saja. Seperti contoh saat ini barusan, dirinya harus pulang sekolah secara mandiri. Karena sang Abang tak mau menjemputnya. Bahkan mengantar nya juga, jadi mau tak mau Jada harus menaiki ojek saja daripada harus berdebat dengan Kai.

✓✓✓✓✓

Rumah sakit.

Apa yang ada di dalam pikiran kalian setelah membaca dua kata tersebut?

Yang pastinya banyak yang terpikirkan tentang dokter, pasien, dan banyak peralatan medis lain nya.

Ya, jika orang ke rumah sakit, kalau dia bukan pasien, ya penjenguk, atau juga seorang dokter.

Dan Arsen termasuk penjenguk, datang ke rumah sakit ini untuk menemui seseorang yang sangat teramat penting di hidup nya.

Bangsal 123, menjadi kamar milik seseorang yang akan ia temui. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia langsung saja masuk. Tak lupa juga mengucapkan salam, dan pandangan yang pertama kali ia lihat adalah seseorang yang tengah berbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Tersenyum lirih, menghela nafas pelan lalu duduk di kursi yang letaknya tepat di samping ranjang. Matanya menelisik seorang wanita yang kini tengah tertidur pulas.

Di dalam otak nya terputar begitu saja kenangan kelam nya. Memejamkan matanya erat, lalu menggeleng. Berusaha mengenyahkan kenangan tersebut. Karena baginya, kenangan itu tak ada artinya lagi.

"Eh, Arsen?"

Merasa dirinya terpanggil, ia menoleh. Menatap satu perawat---magang, yang kini tersenyum padanya. Lalu melangkah mendekat.

"Kapan Dateng?"

"Barusan." Hanya itu jawaban Arsen, lantaran matanya masih fokus menatap lurus ke depan.

Melihat Arsen yang seperti itu, membuat perawat tersebut hanya menghela nafas pelan.

Memang, tak ada yang tau sifat Arsen bila di sekolah seperti apa. Dan di luar sekolah seperti apa.

Jika di sekolah Arsen adalah sosok yang hyperaktif, jahil, dan pecicilan. Maka, berbanding terbalik bila ia berada di luar sekolah. Ia akan menjadi sosok yang sangat pendiam, dan selalu mengabaikan orang lain. Terkecuali, sosok wanita yang kini berada di hadapan nya.

"Ia barusan saja di bius, makanya sampai sekarang belum bangun."

"Lagi?"

Perawat itu mengangguk pelan saat Arsen menoleh menatap nya. Lalu kembali menatap ke depan.

Hingga kemudian hening sesaat. Dan suara dari Arsen membuat suasana hening tadi langsung hilang.

"Sampai kapan?"

"Sampai kapan gue harus liat orang yang gue sayang kayak gini?" Perawat itu cukup tau, bila saat ini Arsen tengah menahan tangis nya. Ia paham betul perasaan Arsen, lantaran ia juga pernah mengalaminya.

"Sampai dimana kamu bakal nemuin kebahagiaan kamu sendiri." Arsen langsung menoleh, menatap Perawat itu yang kini tersenyum manis kepadanya.

"Tuhan gak akan memberikan kesedihan kepada hambanya di luar batas. Mungkin sekarang kamu sedang bersedih, namun bisa jadi besok kamu akan bahagia."

"Besok?" Arsen tersenyum guyon, sedangkan perawat itu menatap Arsen bingung

"Kalau semisal besok itu kiamat, gak jadi bahagia dong?"

Perawat itu berdecak, sepertinya Arsen kembali menjadi sosok yang jahil.

"Ga usah mikir yang kejauhan."

"Ya kalau jauh di deketin lah."

"Ah, terserah."

Arsen langsung tergelak, sedangkan Perawat tadi tampak terlihat kesal. Namun di dalam hatinya justru ia tersenyum. Melihat Arsen kembali menjadi dirinya.

✓✓✓✓✓

"DA! JADA! WOY JADA!"

Tengah malam, di rumah cuma ada Dirinya dan Abang nya. Mati lampu, dan petir bersuara keras di luar sana. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun.

"Apa sih bang?" Jada langsung saja membuka pintu kamarnya, lantaran tak tahan dengan suara gedoran yang di timbulkan oleh Abang nya.

Melihat Jada di hadapan nya, Kai langsung saja memeluknya. Membuat Jada menghela nafas pelan. Ia baru ingat bila Abang nya ini mempunya phobia takut petir dan kegelapan. Dan sekarang petir sedang bersuara keras di luar sana, dan lampu juga padam.

Benar-benar epic.

Mengelus lembut rambut Abang nya, lalu menuntun nya menuju ranjang milik nya. "Oke, sekarang Abang tidur."

Kai langsung menggeleng keras, membuat Jada protes, "Kenapa? Udah tengah malem ini bang. Dan besok gue harus sekolah."

"Peluk." Satu patah kata yang keluar dari mulut Kai membuat Jada langsung menatap nya horor. Oh, ayolah. Ini judul ceritanya Fake nerd girl. Bukan Sister complex.

Yakali ada adegan romantisnya antara Abang dan adik? Gak usah ngadi-ngadi dah.

"GAK! Tidur sendiri, gue mau tidur di sofa." Baru saja Jada ingin beranjak pergi, pergelangan tangan nya langsung di tarik Kai. Hingga terjatuh ke atas ranjang dan langsung di peluk, lantaran bersamaan dengan suara petir yang lebih kencang.

Jada yang sempat ingin marah, langsung urung. Lantaran melihat Abang nya yang melingkarkan tubuhnya, membuatnya sedikit iba.

Membuang nafas kasar, lalu akhirnya memilih memeluk Abang nya. Yang tentu saja pelukan nya di balas. Dan Jada sangat yakin bila Abang nya benar-benar ketakutan sekarang. Lantaran tubuhnya yang terasa menggigil.

"Oke, gue di sini bang. Jangan takut ya, sekarang tidur." Suara Jada di buat selembut mungkin, membuat Kai hanya mengangguk lalu menutup kedua matanya erat seraya kedua tangan nya memeluk erat Jada.

Sedangkan Jada mengusap lembut rambut Abang nya.

Jujur, Jada memang sayang terhadap Abang nya ini. Begitupun sebaliknya, tapi karena sifat gengsi keduanya membuat mereka hanya bertengkar sebagai penunjuk kasih sayang.

Uwu banget ga tuh, pengen punya Abang juga rasanya. Tapi sayang gue anak pertama.






OKE UP, THANK YOU.

WATTPAD : Atalia_balqis
IG : Ata.l.b

By, ata l.b

Fake Nerd Girl (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang